KONSTITUSI APOSTOLIK
“MISSALE ROMANUM”
“MISSALE ROMANUM”
Constitutio Apostolica
“Missale Romanum”
KONSTITUSI APOSTOLIK
DENGAN INI DIMAKLUMKAN
MISALE ROMAWI
YANG DIPUGAR
ATAS AMANAT KONSILI
EKUMENIS VATIKAN II
Uskup Paulus,
Hamba Para Hamba Allah
Demi Kenangan Abadi
Missale Romanum yang dimaklumkan oleh pendahulu kami, S. Pius V, pada tahun
1570 untuk melaksanakan dekrit KonsiliTrente, 1 oleh semua orang
diakui sebagai salah satu dari sekian banyak buah yang manfaatnya tak
terperikan, yang dihasilkan oleh Sinode Suci itu bagi seluruh Gereja Kristus.
Sebab selama empat abad buku ini tidak hanya di pakai oleh para imam Ritus
Romawi sebagai pegangan untuk melaksanakan kurban ekaristis, tetapi juga
disebarkan ke seluruh dunia oleh para pewarta Injil. Lagi pula tak terbilang
banyaknya orang kudus telah membina hidup rohani dan kesalehan lewat
bacaan-bacaan dan doa-doa Missale
Romanum, yang sebagian besar disunting oleh S.Gregorius
Agung.
Akan tetapi, lama-kelamaan
di kalangan umat kristen tumbuh dan berkembang luas suatu minat mendalam untuk
mengembangkan liturgi kudus. Oleh pendahulu kami, Pius XII, gejala ini dinilai
sebagai tanda nyata dari kehendak Allah, yang dengan penuh kasih memperhatian
dan membimbing manusia zaman sekarang, dan juga sebagai dorongan dari Roh Kudus,
yang membawa berkat bagi seluruh Gereja-Nya.2 Gerakan pembaharuan
liturgi itu semakin memperjelas kenyataan bahwa rumus-rumus Missale Romanum perlu ditinjau
kembali dan disederhanakan. Mengawali usaha ini, pendahulu kami itu menerbitkan
Tata PerayaanMalam Paskah yang telah dipugar.3 Dengan demikian
pemugaran ini merupakan bagaikan langkah pertama ke arah penyesuaian Missale Romanum pada cita rasa
baru zaman sekarang.
Konsili Ekumenis
Vatikan II baru-baru ini, melalui kostitusi liturgi Sacrosanctum
Concilium, telah meletakan dasar untuk suatu pembaharuan menyeluruh
atas Missale Romanum.
Konstitusi ini menentukan, bahwa pertama-tama"naskah dan tata cara harus
diatur sedemikan rupa sehingga mengungkapkan dengan lebih jelas hal-hal kudus
yang ditandakannya;"4 selanjutnya bahwa “Ordo Missae hendaknya
ditinjau kembali, agar menjadi lebih jelaslah makna dan hubungan setiap
bagiannya satu sama lain, sehingga mempermudah umat beriman berpartisipasi
secara khidmat dan aktif”.5 juga bahwa "khazanah harta Alkitab
hendaknya di buka lebih lebar, agar makanan sabda Allah dihidangkan lebih
melimpah kepada umat beriman."6 Pada akhirnya Konstitusi
menentukan bahwa "hendaknya disusun suatu tata cara konselebrasi yang baru,
dan disisipkan dalam buku Pontificale Romanum dan buku Missale Romanum."7
Akan tetapi, jangan
mengira bahwa pemugaran Missale
Romanum itu secara mendadak jatuh dari langit! Kemajuan dalam bidang
studi liturgi selama empat abad sebelumnya jelas sudah merintis jalan ke arah
pemugaran itu. Tidak lama sesudah Konsili Trente, penelaahan serta penelitian
atas “naskah-naskah kuno” yang ditemukan di Perpustakaan Vatikan dan di tempat
lain, menurut kesaksian pendahulu kami S. Pius V dalam Konstitusi Apostolik Quo primum, telah memberikan andil
yang tidak sedikit bagi pemugaran Missale
Romanum. Sejak itu banyak sumber-sumber liturgi kuno ditemukan dan
diterbitkan; begitu pula rumus-rumus liturgi Gereja Timur dipelajari lebih
mendalam. Banyak orang mengharapkan, agar khazanah ajaran dan harta iman itu
tidak dibiarkan terus tersembunyi dalam keremangan lemari-lemari perpustakaan, tetapi
di buka dan dimanfaatkan untuk menerangi dan menghangatkan hati serta budi
orang kristen.
Sekarang kami ingin
sedikit menguraikan garis besar susunan Missale Romanum. Pertama-tama kami minta perhatian untuk Institutio Generalis8 yang
kami cantumkan sebagai Prooemium(Prakata).
Di dalamnya dikemukakan kaidah-kaidah baru untuk merayakan kurban Ekaristi, baik
mengenai pelaksanaan perayaannya serta tugas-tugas khusus para pelayan dan para
peserta, maupun mengenai perlengkapan dan tempat yang diperlukan untuk
kebaktian ilahi.
Unsur pembaharuan yang
paling menonjol kiranya terletak dalam apa yang kini lazim disebut Prex Eucharistica (Doa Syukur Agung).
Dalam Ritus Romawi bagian pertama doa ini, yakni “ prefasi”, sepanjang sejarah
selalu terbuka untuk aneka rumusan, tetapi bagian berikutnya, yang dinamakan
Canon, selama kurun waktu abad IV dan V memperoleh bentuk yang tetap.
Sebalilknya Liturgi-liturgi Timur selalu mengizinkan adanya variasi tertentu
dalam Anafora-anafora itu
sendiri. Bertalian dengan ini, pertama-tama Doa Syukur Agung diperkaya dengan
banyak rumus prefasi, entah diambil dari tradisi kuno Gereja Romawi entah
digubah baru, agar dengan demikian aspek-aspek khusus dari misteri keselamatan
dapat ditampakkan dengan lebih jelas, dan agar disajikan alasan-alasan yang
lebih banyak dan lebih berlimpah untuk bersyukur. Selain itu, kami menentukan
bahwa Kanon Romawi ditambah dengan tiga Doa Syukur Agung baru. Akan tetapi, baik
atas pertimbangan pastoral maupun demi kelancaran konselebrasi, kami menetapkan
bahwa kisah institusi harus sama dalam semua rumus Doa Syukur Agung. Dari sebab
itu, Kami menghendaki, agar dalam setiap Doa Syukur Agung, kata-kata itu
dirumuskan sebagai berikut: Atas Roti: Accipite et manducate ex hoc
omnes! Hoc est enim Corpus meum, quod pro vobis tradetur; dan atas piala: Accipite
et bibite ex eo omnes! Hic est enim calix sanguinis mei novi et aeterni
testamenti, qui pro vobis et pro multis effundentur inremissionem peccatorum. –
Hoc facite in meam commemorationem. Sedangkan kata mysterium fidei
dicabut dari konteks kata-kata Kristus Tuhan dan diucapkan imam untuk membuka
aklamasi umat.
Sejauh menyangkut Ordo Missae, “tata cara dibuat
lebih sederhana dengan tetap mempertahankan hal-hal yang pokok, ”9
dengan menghilangkan “pengulangan dan tambahan tidak perlu yang muncul dalam
perjalanan sejarah, "10 dalam kaitan dengan tata cara
persembahan roti serta anggur dan tata cara pemecahan roti serta komuni.
Selanjutnya, “beberapa
hal yang menjadi pudar dikikis waktu dihidupkan kembali selaras dengan
kaidah-kaidah semasa para bapa Gereja.”11 misalnya homili12
dan doa umat;13 juga tata cara tobat atau tata cara pendamaian
kembali dengan Allah dan sesama saudara, yang dilakukan pada permulaan Ekaristi,
kini mendapatkan kembali makna asli sebagaimana mestinya.
Konsili Vatikan II juga
menentukan agar “dalam kurun waktu beberapa tahun bagian-bagian penting dari
Alkitab dibacakan kepada umat.”14 Oleh karena itu, seluruh khazanah
bacaan hari Minggu diatur dalam lingkaran tiga tahun. Kecuali itu, pada setiap
hari Minggu dan hari raya pembacaan surat-surat dan Injil didahului dengan satu
bacaan lain, yang diambil dari Perjanjian Lama atau – dalam Masa Paskah – dari
Kisah Para Rasul. Dengan ini kesinambungan proses dalam sejarah keselamatan
menjadi lebih jelas, sebagaimana tampak dalam sabda-sabda yang diwahyukan Allah
sendiri. Khazanah bacaan Alkitab yang melimpah ini, yang pada hari Minggu dan
hari raya menyajikan bagian-bagian yang paling penting, akan dilengkapi dengan
kutipan-kutipan lain dari Alkitab, yang dibawakan pada hari-hari lain.
Semua itu diatur
demikian agar dalam hati umat beriman terus-menerus dibangkitkan rasa lapar
yang semakin besar akan sabda Allah.15 Di bawah bimbingan Roh Kudus
kiranya kelaparan ini mendorong umat Perjanjian Baru ke arah persatuan sempurna
Gereja. Dengan demikian kami sungguh yakin, bahwa para imam dan umat akan dapat
menyiapkan hatinya dengan lebih baik untuk merayakan perjamuan Tuhan, dan
dengan merenungkan Alkitab secara mendalam, mereka sekaligis makin dikuatkan
oleh sabda Allah. Kesimpulannya ialah: Sesuai dengan anjuran Konsili Vatikan II
semua orang akan mengakui Alkitab sebagai sumber abadi kehidupan rohani, sebagai
dasar semua pengajaran kristiani, dan sebagai intisari segala penelaahan
teologis.
Pemugaran Missale Romanum tidak terbatas
pada ketiga bagian yang sudah kami sebut di atas, yakni Doa Syukur Agung, Tata
Perayaan Ekaristi, dan Tata Bacaan Misa. Bagian-bagianlain pun telah ditinjau
kembali dan banyak diubah, yakni Rumus untuk Hari-hari Minggu dan Hari Biasa, Rumus
Khusus Para Kudus, Rumus Umum Para Kudus, rumus Misa Ritual, dan rumus yang
lazimdisebut Misa Votif. Dalam hal ini diberi perhatian khusus pada rumus-rumus
doa; jumlahnya menjadi lebih banyak, supaya lebih tepat menanggapi keperluan
baru zaman sekarang, dan doa-doa kuno yang telah ditelaah secara kritis
dipulihkan seturut jiwa aslinya. Dengan demikian, masing-masing hari biasa
dalam masa-masa liturgi utama, yakni Masa Adven, Natal, Prapaskah, dan Paskah, kini
dilengkapi dengan rumus-rumus doa sendiri.
Tinggal Graduale Romanum, yang teksnya
tidak mengalami perubahan, sekurang-kurangnya sejauh menyangkut lagunya. Namun
dalam rangka menyajikan naskah yang lebih mudah dipahami, mazmur tanggapan (yang
sering disinggung oleh St. Agustinus dan St Leo Agung) telah dipugar, supaya
lebih mudah dapat digunakan dalam Misa tanpa nyanyian.
Akhirulkalam, dari
semua yang sudah kami beberkan mengenai Missale Romanum, kami ingin menggarisbawahi satu hal
ini: Ketika pendahulu kami, S Pius V, memaklumkan edisi perdana Missale Romanum, ia menampilkannya
kepada umat kristen sebagai sarana kesatuan liturgis dan tugu peringatan yang
mengungkapkan kebaktian yang tulus dan khidmat dalam Gereja. Begitu pula kami!
Walaupun kami, seturut
ketentuan Konsili Vatikan II, membenarkan “perubahan dan penyesuaian yang wajar”16
terhadap Missale baru, namun harapan kami tidaklah berbeda, yakni agar Missale
ini disambut oleh umat beriman sebagai bantuan untuk membuktikan dan
mengukuhkan persekutuan mereka satu sama lain. Semoga dengan Missale ini
dalam keanekaan sekian banyak bahasa, semua memanjatkan doa yang sama kepada
Bapa surgawi, dengan perantaraan Yesus Kristus, Imam Agung kita, dalam Roh
Kudus: doa yang melebihi harumnya dupa mana pun.
Kami menghendaki bahwa
ketentuan dan ketetapan-ketetapan ini diberlakukan secara mantap dan efektif
sekarang dan pada masa yang akan datang, tanpa terhalang oleh konstitusi dan
ketetapan apostolik yang dimaklumkan oleh para pendahulu kami – sejauh ada yang
nadanya berbeda - atau oleh ketentuan lain manapun, termasuk yang selayaknya
disebut dan dicabut secara eksplisit.
Roma, 3 April 1969
Hari Raya Kamis Putih
Paulus VI
Hari Raya Kamis Putih
Paulus VI
KONSTITUSI APOSTOLIK
“MISSALE ROMANUM”
“MISSALE ROMANUM”
Constitutio Apostolica
“Missale Romanum”
PEDOMAN UMUM
MISALE ROMAWI
Institutio Generalis
Missalis Romawi
MISALE ROMAWI
Institutio Generalis
Missalis Romawi
PRAKATA
1. Ketika Kristus, Tuhan
Kita, hendak merayakan perjamuan paskah bersama murid-muridnya, untuk
menetapkan kurban Tubuh dan Darah-Nya, Ia menyuruh para murid menyiapkan ruang
perjamuan yang luas, lengkap dengan pembaringan-pembaringan (Luk 22:12). Gereja
selalu berpendapat bahwa perintah Yesus itu berlaku juga untukdirinya. Maka
dari itu, Gereja selalu mengatur perayaan Ekaristi Mahakudus dan memberikan
pedoman tentang sikap batin, tata ruang, tata perayaan, dan rumus teks yang
diperlukan untuk perayaan Ekaristi. Demikian juga pada zaman ini kita mengalami
sekali lagi bagaimana Gereja, dengan iman dan cinta yang setia terhadap
misteriEkaristi yang mahaagung, menunaikan tanggungjawab ini. Hal ini kita
lihat dalam pedoman yang diberikan atas mandat Konsili Vatikan II, serta dalam Misale (=Missale, Buku Misa) baru yang mulai sekarang digunakan dalam gereja
latin untuk perayaan Ekaristi. Di sini tampak pula kelangsungan tradisi, meskipun
ada hal-hal yang diperbaharui.
Kesaksian
Iman yang Tak Berubah
2. Konsili Trente sudah
menandaskan secara sungguh-sungguh, bahwa sedari hakikatnya Misa adalah kurban;17
hal ini memang sesuai dengan tradisi Gereja universal. Ajaran ini ditegaskan
kembali oleh Konsili Vatikan II yang mengutarakan kata-kata mutiara tentang
Misa sebagai berikut:”Dalam perjamuan malam terakhir, ketika akan diserahkan, Juruselamat
kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dalam kurban ini Ia
mengabadikan kurban salib untuk selama-lamanya sampai Ia datang kembali. Di
sini kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, Ia mempercayakan kenangan akan
wafat dan kebangkitan-Nya.” 18
Ajaran Konsili ini
senantiasa diungkapkan pula dalam rumus-rumus Misa. Misalnya saja ajaran yang
secara singkat padat tertera dalam buku Sacramentarium Leonianum:
“Setiap kali kenangan akan kurban ini dirayakan, karya penebusan kita
terlaksana.”19 Keyakinan ini dijabarkan secara cermat dan tepat
dalam Doa-Doa Syukur Agung. Sebab bila dalam Doa Syukur Agung imam melakukan
pengenangan (anamnesis), ia menghadap Allah, juga atas nama seluruh umat,
bersyukur kepada-Nya dan mempersembahkan kurban yang hidup dan suci, yang
merupakan persembahan Gereja sebagai kurban sejati, yakni Putra-Nya sendiri, yang
berkat kematian-Nya telah mendamaikan kita dengan Allah.20 Imam pun
berdoa agar Tubuh dan Darah Kristus menjadi kurban yang berkenan pada Allah dan
membawa keselamatan bagi seluruh dunia.21
Dengan demikian, dalam
Misale baru, tata doa (lex orandi) Gereja sesuai dengan tata iman (lex
crecendi) yang abadi. Sebab menurut iman Gereja kita diajar, bahwa antara
kurban salib dan pengulangannya secara sakramental dalam Misa tidak ada
perbedaan. Perbedaannya terletak hanya dalam cara pengurbanannya. Jadi kurban
salib dan kurban Misa itu satu dan sama, yakni kurban yang dipersembahkan dan
diwariskan oleh Kristus Tuhan pada perjamuan malam terakhir. Ini diperintahkan
kepada para rasul, supaya dilakukan sebagai kenangan akan Dia. Maka Misa itu
sekaligus merupakan kurban pujian dan syukur, kurban pendamai dan pelunas.
3. Selanjutnya, diajarkan
oleh Konsili Trente, 22 bahwa dalam Misa Tuhan sungguh-sungguh hadir
dalam rupa roti dan anggur. Ajaran iman tentang misteri agung ini ditandaskan
pula oleh Konsili Vatikan II23 dan oleh dokumen pengajaran Gereja
lainnya tanpa mengubah apa-apa.24 Kenyataan ini diungkapkan dalam
perayaan Misa, bukan hanya dalam kata-kata konsekrasi, yaitu pada saat roti dan
anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, melainkan juga dalam sikap
khidmat dan tanda-tanda penghormatan serta penyembahan yang ditunjukan dalam
perayaan ekaristis. Dari sebab itu, pada hari Kamis Putih dan pada Hari Raya
Tubuh dan Darah Kristus, umat kristen diajak menghormati Sakramen agung ini
secara istimewa.
4. Hakikat – pelayanan
imamat tampak jelas dalam perayaan Ekaristi, yaitu dalam tempat dan tugas yang
khusus diperuntukkan bagi imam. Pelayanan itu dipercayakan kepada imam, yang
selaku pribadi Kristus mempersembahkan kurban dan memimpin umat beriman yang
berhimpun. Tugas khusus imam itu diuraikan dengan jelas dalam prefasi Misa
Krisma pada hari Kamis dalam Pekan Suci. Sebab pada hari itu diperingati
penetapan imamat. Dalam prefasi itu digambarkan, bahwa kuasa imamat itu
diserahkan dengan penumpangan tangan. Di situ disebutkan juga tugas-tugas imam,
sehingga menjadi jelas, bahwa dalam pelayanan imamat, Kristus melangsungkan
kuasa-Nya sendiri sebagai imam agung Perjanjian Baru.
5. Akan tetapi, hakikat-pelayanan
imamat ini terwujud juga dalam bentuk lain, yaitu imamat rajawi umat beriman.
Arti imamat umat beriman ini akan menjadi jelas dalam cahaya imamat jabatan.
Sebab inti imamat umat ialah bahwa umat beriman mempersembahkan kurban rohani
yang terlaksana melalui jabatan para imam dalam persatuan dengan kurban Kristus,
satu-satunya pengantara.25 Perayaan Ekaristi merupakan tindakan
seluruh Gereja. Dalam perayaan itu hendaknya setiap orang melakukan tugas
masing-masing, tidak kurang dan tidak lebih, menurut kedudukannya dalam umat
Allah. Maka dari itu beberapa segi dalam perayaan Ekaristi yang pada abad-abad
yang lalu kadang-kadang kurang diperhatikan, sekarang mendapat perhatian lebih
banyak: Umat Allah yang ditebus dengan Darah Kristus adalah umat yang dihimpun
oleh Tuhan dan dipuaskan dengan sabda-Nya. Mereka itulah umat yang di panggil
untuk memanjatkan permohonan seluruh umat manusia kepada Allah. Mereka itulah
umaat yang mempersembahkan kurban Kristus sambil bersyukur atas misteri
keselamatannya dalam Kristus. Akhirnya, mereka itu jugalah umat yang tumbuh
menjadi satu karena persekutuan dengan Tubuh dan Darah Kristus. Umat ini pada
dasarnya memang umat kudus, namun mereka harus tumbuh terus-menerus dalam
kekudusan dengan dengan berpartisipasi secara sadar, aktif, dan penuh makna
dalam misteri Ekaristi.26
Kelangsungan
Tradisi yang Tak Terputus
6. Konsili Vatikan II mengamanatkan
agar Tata Perayaan Ekaristi di tinjau kembali. Antara lain dituntut, agar
beberapa bagian dalam perayaan itu dipulihkan “selaras dengan tradisi kuno para
Bapa suci.”27 Kata-kata ini juga dipergunakan oleh S. Pius V, ketika
beliau pada tahun 1570 mengumumkan Misale Trente dalam Konstitusi Apostolik “Quo
primum”. Kata-kata itu menunjukkan, bahwa kedua Misale Romawi tersebut
mengandung tradisi yang sama, meskipun berselang empat abad. Bila tradisi itu
direnungkan dengan lebih mendalam, maka jelaslah bagaimana Misale yang pertama
itu disempurnakan oleh Misale yang sekarang ini.
7. Zaman empat abad
yang lalu itu merupakan zaman yang sangat sulit. Bahaya besar mengancam
kepercayaan katolik terhadap nilai Misa sebagai kurban, nilai imamat jabatan, dan
nilai kehadiran Kristussecara nyata dan lestari dalam lambang Ekaristi. Maka
dari itu, S. Pius V sangat berminat, agar tradisi iman asli yang diserang
dengan tidak semena-mena itu, dipertahankan tanpa mengadakan banyak perubahan
dalam perayaan suci. Memang, Misale 1570 itu hampir tidak berbeda dengan Misale
sebelumnya, terbitan tahun 1474. Misale itu pun mengikuti dengan setia Misale
dari zaman Paus Innocentius III. Lagi pula, berdasarkan naskah yang terdapat
dalam perpustakaan Vatikan, memang diadakan beberapa perbaikan teks dalam
Misale Pius V. Namun naskah-naskah itu tidak memungkinkan bahwa penyelidikan
terhadap “pengarang-pengarang kuno dan ternama“ waktu itu menghasilkan sesuatu
yang melampaui komentar-komentar liturgi dari abad pertengahan.
8. Sebaliknya, dewasa
ini, “tradisi para Bapa suci” yang dicita-citakan oleh peyusun Misale Pius V
itu, telah diketemukan berkat tulisan para sarjana yang tak terbilang
banyaknya. Sebab pada tahun 1571 untuk pertama kalinya diterbitkan Sacramentarium
Gregorianum. Kemudian berulang kali dicetak juga edisi kritis Sacramentarium
Romanum dan Ambrosianum. Juga diterbitkan buku-buku liturgis kuno
dari Hispania dan Gallia yang memuat amat banyak doa dengan nilai
rohani yang tinggi, yang sampai zaman Trente belum diketahui.
Lagi pula, tradisi
abad-abad pertama, yaitu tradisi sebelum terbentuknya Ritus Timur dan Ritus
Barat, telah dikenal dengan lebih baik pada zaman kita, karena begitu banyak
dokumen liturgi yang diketemukan.
Di samping itu, karena
kemajuan ilmu patristik, teologi tentang misteri Ekaristi mengalami pengaruh
dari ajaran para bapa Gereja, terutama bapa-bapa yang terkenal pada zaman kuno,
seperti S.Ireneus, S.Ambrosius, S. Sirilus dari Yerusalem, dan S. Yohanes
Krisostomus.
9.Dari sebab itu, mengikuti
“tradisi para Bapa suci” tidak berarti bahwa asal apa yang diwariskan para
leluhur yang paling dekat dengan kita itu dipelihara, tetapi juga bahwa seluruh
sejarah Gereja ditinjau dan dipertimbangkan, termasuk semua cara dan bentuk
ibadat yang pernah dipakai untuk mengungkapkan iman yang satu dan sama, kendati
bentuk-bentuk ibadat begitu berbeda satu sama lain karena terdapat di
daerah-daerah Semit, Yunani, dan Latin. Tinjauan yang lebih luas dan mendalam
ini menyadarkan kita bagaimana Roh Kudus menganugerahkan kesetiaan yang luar
biasa kepada umat Allah untuk menjaga harta warisan iman yang tak berubah, meskipun
doa dan ritus masing-masing begitu berbeda.
Penyesuaian
dengan Keadaan Baru
10. Jadi, Misale
baru ini memberikan kesaksian tentang adanya tata doa Gereja Roma dan
memelihara harta warisan iman yang diwartakan oleh konsili-konsili yang
terakhir. Akan tetapi, disamping itu, Misale baru ini merupakan suatu tahap
penting dalam perkembangan liturgi.
Para bapa Konsili
Vatikan II memang mengulangi rumusan-rumusan dogmatik Trente, namum mereka
berbicara pada zaman yang telah sangat berubah. Maka dari itu, mereka dapat
mengemukakan saran dan petunjuk di bidang pastoral yang empat abad yang lalu
tidak terpikirkan.
11.Konsili Trente sudah menjunjung tinggi segi kateketis dalam
perayaan Ekaristi. Meskipun demikian, Trente belum dapat menarik segala
konsekuensi yang praktis. Misalnya pada waktu itu banyak orang menuntut agar
dalam kurban Misa boleh digunakan bahasa umat setempat. Namun karena tuntutan
situasi Gereja pada zaman itu, Konsili Trente merasa wajib untuk menegaskan
kembali ajaran gereja, bahwa kurban Misa itu
pertama-tama adalah tindakan Kristus sendiri, sehingga hasil Misa yang
sesungguhnya tidak tergantung dari partisipasi umat beriman.Ini
dirumuskan sebagai berikut: “Meskipun Misa
mengandung banyak pengajaran untuk umat, namun tidak disetujui oleh Konsili, bahwa
Misa dirayakan dalam bahasa umat setempat.”28 Bahkan dianggap
terkutuklah siapa saja yang “menolak kebiasaan dalam Gereja Roma untuk
mengucapkan Kanon dan kata-kata konsekrasi dengan suara lembut, atau yang
berpendapat bahwa Misa harus dirayakan dalam bahasa umat setempat.” Akan tetapi,
kalau di satu pihak dilarang menggunakan bahasa umat setempat, maka di lain
pihak para pastor diperintahkan untuk mengimbangi kekurangan itu dengan
katekese yang sesuai: “Supaya domba-domba Kristus jangan sampai kelaparan, …. maka
Konsili memerintahkan para gembala umat beriman dan semua yang bertanggung
jawab atas umat beriman, agar dalam Misa, mereka sendiri atau lewat orang lain,
menjelaskan teks-teks yang dibacakan, dan menguraikan misteri kurban mahakudus
ini, lebih-lebih pada hari-hari Minggu dan pesta.”30
12. Konsili Vatikan II berhimpun dengan
maksud untuk menyesuaikan Gereja dengan tuntutan tugas kerasulannya pada zaman
ini. Maka dari itu, Konsili Vatikan II, seperti halnya Konsili Trente, sungguh-sungguh
menyadari segi kateketis dan pastoral dalam liturgi.31 Jadi, meskipun
setiap orang katolik tahu bahwa liturgi dalam bahasa latin itu sah dan
bermanfaat, namun diakui juga bahwa “pemakaian
bahasa umat setempat seringkali berguna bagi umat, ” sehingga penggunaan
bahasa umat setempat diizinkan.32
Izin ini di mana-mana disambut dengan begitu gembira, sehingga, di bawah
bimbingan para uskup dan Takhta Apostolik sendiri, dewasa ini semua perayaan
liturgi yang dihadiri umat boleh diselenggarakan dalam bahasa umat setempat, agar
dengan demikian misteri yang dirayakan, dipahami dengan lebih jelas.
13. Penggunaan bahasa umat setempat dalam liturgi, betapapun
pentingnya, hanyalah merupakan alat, yaitu untuk mengungkapkan dengan jelas dan
secara kateketis misteri yang dirayakan. Maka dari itu, Konsili Vatikan
II menegaskan kembali beberapa keputusan Trente yang belum ditaati di semua
tempat. Misalnya saja diharuskan adanya homili pada hari-hari Minggu dan pesta,
33 dan diizinkan agar di antara ritus-ritus kudus disisipkan
penjelasan-penjelasan singkat.34
Terutama satu harapan, yang
juga dikemukan oleh bapa-bapa dalam konsili Trente, telah dilaksanakan oleh
Konsili Vatikan II, yaitu, agar umat beriman berpartisipasi dalam Misa dengan
lebih sempurna dan “tidak hanya berkomuni secara rohani, tetapi juga secara
sakramental.”35 Mengenai hal ini dinasihatkan oleh Konsili Vatikan
II, “agar umat beriman berpartisipasi lebih sempurna di dalam Ekaristi, yakni:
sesudah imam menyambut Tubuh dan Darah Tuhan, umat beriman pun hendaknya ikut
menyambut dari kurban yang sama.”36
14. Terdorong oleh
semangat pastoral yang sama, Konsili Vatikan II telah berhasil meninjau kembali
penetapan Konsili Trente tentang komuni-dua-rupa. Sebab dewasa ini tidak
dipersoalkan lagi ajaran bahwa komuni-roti saja sudah merupakan komuni penuh.
Namun Konsili mengizinkan komuni-dua-rupa pada kesempatan-kesempatan tertentu, supaya
dengan demikian lambang sakramen menjadi tampak lebih jelas dan misteri
Ekaristi dipahami secara lebih mendalam oleh umat beriman yang merayakannya.37
15. Dengan
demikian, sebagai pengajar kebenaran Gereja tetap setia dalam tugasnya untuk
menjaga “yang lama”, yakni harta warisan tradisi; sekaligus Gereja menunaikan
tugas lainnya, yakni mempertimbangkan dan mempergunakan“yang baru” dengan
bijaksana (bdk. Mat 13:52).
Sebagian dari Misale
Romawi baru itu lebih mengarahkan doa-doa Gereja kepada keperluan zaman kita.
Hal ini berlaku terutama dalam Misa-Misa
Ritual dan Misa untuk Pelbagai
Keperluan dan Kesempatan. Dalam
rumus-rumus itu secara indah yang lama dipadukan dengan yang baru. Maka di samping
banyak rumus diambil alih secara utuh dari warisan Gereja yang sangat kuno, sebagaimana
terbukti juga dalam terbitan-terbitan Misale Romawi sebelumnya, ada
rumusan-rumusan lain yang disesuaikan dengan keadaan zaman sekarang. Ada lagi
yang diciptakan baru, sering dengan meminjam pikiran dan perkataan dari
dokumen-dokumenKonsili yang lalu; misalnya doa-doa untuk Gereja, doa untuk kaum
awam, doa untuk menguduskan pekerjaan, doa untuk keluarga semua bangsa dan
untuk pelbagai keperluan khas zaman kita.
Gereja kini sangat
terbuka terhadap dunia dan menyadari kedudukan dunia secara baru. Maka sudah
sewajarnyalah bila dalam menggunakan rumus-rumus dari tradisi yang sangat kuno,
kalimat-kalimatnya kadang kala diubah, supaya
lebih sesuai dengan bahasa teologi modern
serta lebih tepat mencerminkan sikap Gereja masa
kini. Misalnya saja sejumlah teks yang mengandung penilaian tentang
harta dunia dan berkaitan dengan pemakaiannya telah diubah; demikian pula
ungkapan-ungkapan mengenai tata cara tobat yang berasal dari zaman lain dalam
sejarah Gereja.
Dengan demikian
kaidah-kaidah liturgi Konsili Trente dalam beberapa hal
telah dilengkapi dan disempurnakan oleh kaidah-kaidah Konsili Vatikan II. Maka,
kini umat beriman diantar lebih dekat kepada liturgi kudus. Itulah buah dari
segala usaha yang digalakkan selama empat abad terakhir, tetapi terutama pada
abad kita, berkat studi liturgi yang direstui dan dimajukan oleh S. Pius X dan
para penggantinya.
BAB I
MAKNA DAN MARTABAT
PERAYAAN EKARISTI
PERAYAAN EKARISTI
16. Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama
umat Allah yang tersusun secara hirarkis. Baik bagi Gereja Universal dan
Gereja Partikular, maupun bagi setiap orang beriman, Ekaristi merupakan pusat
seluruh kehidupan kristen.38 Sebab dalam perayaan Ekaristi terletak puncak Karya Allah menguduskan dunia, dan puncak
karya manusia memuliakan Bapa lewat Kristus Putra Allah, dalam Roh Kudus.39
Kecuali itu, perayaan Ekaristi merupakan pengenangan
misteri penebusan sepanjang tahun. Dengan demikian, boleh dikatakan
misteri penebusan tersebut dihadirkan untuk umat.40 Segala perayaan
ibadat lainnya, juga pekerjaan sehari-hari dalam kehidupan kristen, berkaitan
erat dengan perayaan Ekaristi: bersumber dari padanya dan tertuju kepadanya.41
17. Oleh karena itu, sungguh
penting untuk mengatur perayaan Ekaristi atau Perjamuan Tuhan tersebut
sedemikian rupa sehingga para pelayan dan umat beriman lainnya, dapat
berpartisipasi dalam perayaan itu menurut tugas dan peran masing-masing, serta
dapat memetik buah-hasil Ekaristi sepenuh-penuhnya.42Itulah yang
dikehendaki Kristus ketika menetapkan kurban ekaristi Tubuh dan Darah-Nya.
Dengan maksud itu pula Ia mempercayakan misteri ini kepada Gereja, mempelai-Nya
yang terkasih, sebagai kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya.43
18. Untuk mencapai
tujuan tersebut, hendaknya Ekaristi dirayakan sesuai dengan keadaan umat
setempat. Seluruh perayaan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga umat yang hadir dapat berpartisipasi
secara sadar, aktif, dan penuh, yakni berpartisipasi dengan jiwa dan raganya, serta
dikobarkan dengan iman, harapan, dan kasih. Itulah yang diharapkan Gereja dan
dituntut oleh hakikat perayaan Ekaristi sendiri. Umat kristen mempunyai hak dan
kewajiban untuk beribadat secara demikian berkat pembaptisan mereka.44
19. Kehadiran dan partisipasi aktif umat beriman mengungkapkan
dengan lebih jelas bahwa pada hakikatnya perayaan Ekaristi adalah perayaan
umat.45Namun kadang-kadang umat tidak dapat hadir.
Meskipun demikian, perayaan
Ekaristi tetap mengandung daya penebusan dan nilai luhur bagi mereka. Sebab
Kristus dan Gerejalah yang menyelenggarakan perayaan Ekaristi; di dalamnya imam
memenuhi tugas utamanya dan selalu bertindak demi keselamatan umat.
Oleh karena itu, dianjurkan
agar imam juga merayakan kurban Ekaristi harian, bilamana mungkin.46
20. Seperti halnya
dengan semua liturgi, Perayaan Ekaristi pun dilaksanakan dengan menggunakan tanda-tanda inderawi. Lewat tanda-tanda itu iman
umat diungkapkan, dipupuk, dan diperkuat.47 Dari sebab itu, sungguh
penting untuk memanfaatkan semua unsur dan bentuk perayaan yang disediakan oleh
Gereja. Hal itu memungkinkan umat berpartisipasi secara lebih aktif dan memetik
manfaat lebih besar bagi kepentingan rohaninya. Semua itu dilaksanakan dengan
memperhatikan kekhususan umat dan tempat.
21. Tujuan pedoman ini ialah:
memberikan petunjuk umum untuk menata perayaan Ekaristi secara tepat dan
menyediakan pedoman untuk mengatur masing-masing bentuk perayaan.48
22. Perayaan Ekaristi
dalam Gereja partikular amatlah penting. Di sini, uskup diosesan, sebagai
penyalur utama misteri-misteri Allah dalam gereja partikular yang dipercayakan
kepada reksa pastoralnya, berperan sebagai pengatur, penggerak, dan pemelihara
seluruh kehidupan liturgis.49
Dalam perayaan-
perayaan yang dipimpin oleh uskup, khususnya
dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin uskup dengan partisipasi para imam, diakon,
serta umat, ditampakkan misteri Gereja. Oleh karena itu, perayaan Misa agung
seperti ini harus dijadikan contoh untuk seluruh keuskupan.
Maka, uskup harus berusaha agar
para imam, diakon, dan umat beriman kristen selalu berusaha semakin memahami
makna ritus dengan teks-teks liturgis. Dengan demikian, mereka dibimbing untuk
merayakan Ekaristi secara aktif dan menghasilkan buah. Menyadari maksud ini, uskup
hendaknya juga sungguh peduli untuk meningkatkan mutu perayaan-perayaan
tersebut. Dalam upaya peningkatan mutu ini, keindahan tata ruang liturgi, musik,
dan seni hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin.
23. Selanjutnya, supaya
perayaan seperti itu sungguh-sungguh makin selaras dengan semangat dan
ketentuan-ketentuan liturgi kudus, dan agar dampak pastoralnya semakin
meningkat, maka sejumlah penyesuaian dan penyerasian sesebut secara rinci dalam
buku Pedoman Umum Misale Romawi dan Tata Perayaan Ekaristi ini.
24. Untuk sebagian besar,
penyerasian-penyerasian itu terbatas pada pemilihan ritus atau teks, yakni
pemilihan nyanyian, bacaan, doa, ajakan, dan tata gerak yang lebih sesuai
dengan kebutuhan, kesiapan, dan kekhasan jemaat. Pemilihan-pemilihan seperti
itu dipercayakan kepada imam yang memimpin perayaan Ekaristi. Namun, imam harus ingat bahwa
dia adalah pelayan liturgi kudus, dan bahwa ia sendiri tidak diizinkan menambah, mengurangi, atau
mengubah sesuatu dalam perayaan Misa atas kemauannya sendiri.50
25. Di samping itu, sesuai
dengan Konstitusi Liturgi51 (bdk. juga No. 387, 388-393 di bawah), sejumlah
penyerasian menjadi wewenang uskup diosesan atau Konferensi Uskup; semua itu
ditunjukan pada tempatnya dalam Misale.
26. Akhirnya, perubahan
lain dan penyerasian yang lebih mendalam, yakni yang berkaitan erat dengan
tradisi dan kekhasan bangsa dan wilayah tertentu, hendaknya dilaksanakan sesuai
dengan maksud KL no. 40. Dalam hal ini, hendaknya dipatuhi juga apa yang
digariskan dalam InstruksiLiturgi Romawi
dan Inkulturasi52 dan juga
no. 395-399 di bawah.
BAB II
SUSUNAN,
UNSUR-UNSUR, DAN
BAGIAN-BAGIAN MISA
BAGIAN-BAGIAN MISA
I. Susunan Umum Misa
27. Dalam Misa atau “Perjamuan malam Tuhan”, umat
Allah dihimpun di bawah pimpinan imam yang bertindak selaku pribadi Kristus.Mereka
dihimpun untuk mengenang Tuhan atau merayakan kurban Ekaristi.53Mengenai himpunan umat seperti itulah janji
Kristus pertama-tama berlaku, “Di mana dua atau tiga orang berhimpun dalam
nama-Ku, di situ aku ada ditengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Sebab di dalam
perayaan Misa kurban salib dilestarikan;54di
situ Kristus benar-benar hadir, baik dalam jemaat yang berhimpun dalam nama-Nya,
dalam pribadi pelayan ibadat, dan dalam sabda-Nya, maupun secara hakiki dan
lestari dalam rupa roti dan anggur ekaristis.55
28. Misa terdiri atas dua bagian, yakni
Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya berhubungan begitu erat satu sama
lain, sehingga merupakan satu tindak ibadat.56
Sebab dalam Misa Sabda Allah dihidangkan untuk menjadi pengajaran bagi
orang-orang beriman, dan Tubuh Kristus dihidangkan untuk menjadi makanan bagi
mereka.57 Di samping itu, ada Ritus
Pembuka danRitus Penutup.
II. Aneka Unsur Misa
Pewartaan dan Penjabaran Sabda Allah
29. Bila Alkitab dibacakan dalam gereja, Allah
sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus sendiri mewartakan kabar gembira,
sebab Ia hadir dalam sabda itu.
Oleh karena itu, pembacaan Sabda Allah
merupakan unsur yang sangat penting dalam liturgi. Umat wajib mendengarkannya
dengan penuh hormat. Memang, Sabda Allh ditujukan kepada semua orang dari
segala zaman dan dapat mereka pahami. Namun sabda itu akan dipahami secara
lebih penuh dan lebih berhasil guna bila dijabarkan secara konkret. Ini
dilakukan dalam homili, yang merupakan bagian dari perayaan liturgis.58
Doa dan tugas-tugas Imam lainnya
30. Di antara doa-doa yang dibawakan oleh
imam, Doa Syukur Agung menduduki tempat utama. Doa itu merupakan puncak seluruh
ibadat. Di samping itu, ada doa pembuka, doa persiapan persembahan, dan doa
komuni. Doa-doa itu disampaikan oleh imam kepada Allah atas nama seluruh umat
kudus dan semua yang hadir, dan melalui dia Kristus sendiri memimpin himpunan
umat.59 Oleh karena itu, doa-doa tersebut
disebut “doa presidensial“ (doa pemimpin).
31. Sebagai pemimpin jemaat, imam berwenang
menyampaikan sejumlah ajakan yang tercantum dalam tata perayaan yang
bersangkutan. Sesuai ketentuan rubrik, pemimpin boleh menyesuaikannya supaya
lebih selaras dengan daya tangkap umat beriman, Tetapi imam hendaknya selalu
memperhatikan intisari ajakan yang diberikan dalam buku liturgis dan
mengungkapkannya secara singkat. Begitu pula, wewenang imam pemimpinlah untuk
mewartakan Sabda Allah dan memberikan berkat terakhir. Kecuali itu, imam dapat
memberikan pengantar sangat singkat pada (1) pada Ritus Pembuka, yaitu sesudah
salam dan sebelum ritus tobat; (2) pada Liturgi Sabda sebelum bacaan – bacaan;
(3) pada Liturgi Ekaristi sebelum prefasi, tetapi tidak pernah dalam Doa Syukur
Agung sendiri; dan (4) pada Ritus Penutup sebelum pengutusan.
32. Seturut hakikatnya, doa-doa “presidensial”
harus dibawakan dengan suara lantang dan ucapan yang jelas, supaya mudah di
tangkap oleh jemaat. Sebaliknya jemaat wajib mendengarkannya dengan penuh
perhatian.60 Oleh karena itu, sementara
imam membawakan doa tak boleh di bawakan doa lain atau nyanyian. Juga tidak
boleh dimainkan organ atau alat musik lainnya.
33. Sebagai pemimpin, imam melambungkan
doa-doa atas nama Gereja dan atas nama jemaat yang berhimpun. Tatapi
kadang-kadang ia berdoa juga untuk dirinya sendiri, supaya dapat melaksanakan
tugasnya dengan khidmat dan penuh perhatian. Doa-doa pribadi semacam itu, yakni
doa sebelum pemakluman Injil, doa pada persiapan persembahan, dan doa sebelum
serta sesudah komuni imam, dia ucapakan dalam hati.
Rumus-rumus Lain dalam Perayaan
34. Seturut hakikatnya, Misa merupakan
perayaan “jemaat”.61 Oleh karena itu, sangat
pentinglah dialog antara pemimpin dan umat beriman yang berhimpun; begitu pula
aklamasi-aklamasi sangat besar artinya.62
Semua itu bukan hanya tanda lahiriah perayaan bersama, melainkan juga sarana
untuk membina dan memperdalam kebersatuan anatara imam dan umat.
35. Aklamasi dan jawaban-jawaban umat beriman
terhadap salam dan doa-doa imam menciptakan tingkat partisipasi aktif yang
harus ditunjukan jemaat dalam setiap bentuk Misa. Dengan demikian, tindakan
seluruh jemaat dapat diungkapkan secara jelas dan ditingkatkan.63
36. Bagian-bagian lain dalam perayaan
Ekaristi yang sangat berguna untuk memupuk partisipasi umat beriman yang
berhimpun terutama ialah: pernyataan tobat, syahadat, doa umat, dan doa Bapa
Kami. Maka doa-doa tersebut dibawakan oleh seluruh jemaat yang hadir.
37. Akhirnya, masih ada teks-teks lain:
a. sebagian merupakan ritus atau kegiatan
tersendiri, seperti Kemuliaan, mazmur tanggapan, bait pengantar Injil
(dengan atau tanpa alleluyah), Kudus, aklamasi anamnesis, madah syukur
sesudah komuni;
b.Sebagian lagi mengiringi ritus lain, seperti
nyanyian pembuka, nyanyian persiapan persembahan, nyanyian pemecahan roti (Anak
domba Allah), dan nyanyian komuni.
Cara
membawakan Aneka Teks
38. Semua teks
hendaknya dibawakan dengan suara lantang dan ucapan yang jelas. Ketentuan ini
berlaku bagi imam dan diakon, maupun bagi lektor dan seluruh umat. Namun
masing-masing teks, entah itu bacaan, doa, kata-kata pengantar, aklamasi, atau
nyanyian, harus dibawakan sesuai dengan maksud dan tujuannya; juga harus sesuai
dengan bentuk perayaan dan kemeriahannya. Di samping itu, harus pula
diperhatikan sifat bahasa dan ciri khas bangsa yang bersangkutan
Oleh karena itu, seturut
rubrik dan kaidah-kaidah berikut, istilah “diucapkan” atau “dibawakan” dapat
diartikan juga sebagai “dilagukan” atau “didaras”, asal asas-asas yang
diuraikan di atas dipatuhi.
Makna
Nyanyian
39. Rasul Paulus
menganjurkan kepada himpunan umat yang menantikan kedatangan Tuhan, supaya mereka
melagukan mazmur, madah, dan lagu-lagu rohani (lih. Kol 3:16). Orang bernyanyi
karena hatinya gembira (lih.Kis 2:46). Dengan tepat Agustinus berkata, “Orang
yang penuh cinta suka bernyanyi”64 Ada juga peribahasa kuno, “yang
bernyanyi dengan baik berdoa dua kali.”
40. Karena alasan itu, dan
dengan mempertimbangkan kekhasan bangsa dan kemampuan jemaat liturgis yang
bersangkutan, penggunaan nyanyian dalam perayaan Misa hendaknya dijungjung
tinggi. Memang, tidak selalu perlu melagukan semua teks yang dimaksudkan
sebagai nyanyian, misalnya dalam misa harian. Tetapi, hendaknya sungguh
diupayakan agar dalam perayaan liturgi pada hari Minggu dan hari-hari raya
wajib nyanyian-nyanyian yang ditentukan untuk pelayan dan umat selalu
dilagukan.
Untuk menentukan
teks-teks mana yang akan dilagukan, hendaknya didahulukan yang lebih penting, yakni:
teks-teks yang dilagukan oleh imam atau diakon atau lektor dengan jawaban oleh
umat, atau teks yang dilagukan oleh imam dan umat bersama-sama.65
41. Meskipun semua
nyanyian sama, nyanyian gregorian yang merupakan ciri khas liturgi Romawi, hendaknya
diberi tempat utama. Semua jenis musik ibadat lainnya, khususnya nyanyian
polifoni, sama sekali tidak dilarang, asal saja selaras dengan jiwa perayaan
liturgi dan dapat menunjang partisipasi seluruh umat beriman.66
Dewasa ini, makin sering terjadi himpunan jemaat yang terdiri atas
bermacam-macam bangsa. Maka sangat diharapjan agar umat mahir melagukan
bersama-sama sekurang-kurangnya beberapa bagian ordinarium Misa dalam
Bahasa Latin, terutama Credo dan Pater noster dengan lagu yang
sederhana.67
Tata
Gerak dan Sikap Tubuh
42. Tata gerak dan
sikap tubuh imam, diakon, para pelayan, dan jemaat haruslah dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga: (1) seluruh perayaan memancarkan keindahan dan
sekaligus kesederhanaan yang anggun; (2) makna aneka bagian perayaan dipahami
secara tepat dan penuh; dan (3) partisipasi seluruh jemaat ditingkatkan.68
Oleh karena itu, ketentuan hukum liturgi dan tradisi Ritus Romawiserta
kesejahteraan rohani umat Allah harus lebih diutamakan daripada selera pribadi
dan pilihan yang serampangan.
Sikap tubuh yang
seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan
Liturgi Kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap
batin yang sama pula.69
43. Umat hendaknya berdiri:
a. dari awal nyanyian
pembuka, atau selama perarakan masuk menujualtar sampai dengan doa pembuka selesai;
b. pada waktu melagukan
bait pengantar Injil (dengan atau tanpa alleluya);
c. pada waktu Injil dimaklumkan;
d. selama syahadat;
e. selama doa umat;
f. dari ajakan Berdoalah,
Saudara sebelum doa persiapan
persembahan sampai akhir perayaan Ekaristi, kecuali pada saat-saat yang disebut
di bawah ini.
Umat hendaknya duduk:
a. selama bacaan-bacaan
sebelum Injil dan selama mazmur tanggapan;
b. selama homili;
c. selama persiapan
persembahan;
d. selama saat hening
sesudah komuni.
Umat berlutut
pada saat konsekrasi, kecuali kalau ada masalah kesehatan atau tempat ibadat
tidak mengijinkan, entah karena banyaknya umat yang hadir, entah karena
sebab-sebab lain. Mereka yang tidak berlutut pada saat konsekrasi hendaknya
membungkuk khidmat pada saat imam berlutut sesudah konsekrasi.
Akan tetapi, sesuai
dengan ketentuan hukum, Konferensi Uskup boleh menyerasikan tata gerak dan
sikap tubuh dalam tata Tata Perayaan Ekaristi dengan ciri khas dan tradisi
sehat bangsa setempat.70 Namun, hendaknya Konferensi Uskup menjamin
bahwa penyerasian itu selaras dengan makna dan ciri khas bagian perayaan
Ekaristi yang bersangkutan. Kalau umat sudah terbiasa berlutut sejak sesudah Kudus
sampai dengan akhir Doa Syukur Agung, kebiasaan ini seyogyanya
dipertahankan.
Demi keseragaman tata
gerak dan sikap tubuh selama perayaan, umat hendaknya mengikuti petunjuk-petunjuk
yang diberikan oleh diakon, pelayan awam, atau imam, selaras dengan petunjuk
buku-buku liturgis.
44. Istilah tata gerak
mencakup juga: (1) tindakan dan perarakan imam bersama diakon dan para pelayan
menuju altar; (2) perarakan diakon yang membawa Kitab Injil menuju mimbar
sebelum pemakluman Injil; (3) perarakan umat beriman yang mengantar bahan
persembahan dan maju untuk menyambut komuni. Hendaknya tata gerak ini
dilaksanakan dengan anggun, sesuai dengan kaidah masing-masing, dan diiringi
dengan nyanyian yang serasi.
Saat
Hening
45. Beberapa kali dalam
Misa hendaknya diadakan saat hening, Saat hening juga merupakan bagian perayaan,71
tetapi arti dan maksudnya berbeda-beda menurut makna bagian yang bersangkutan.
Sebelum pernyataan tobat umat mawas diri, dan sesudah ajakan untuk doa pembuka
umat berdoa dalam hati. Sesudah bacaan dan homili umat merenungkan sebentar
amanat yang telah didengar. Sesudah komuni umat memuji Tuhan dan berdoa dalam
hati.
Bahkan sebelum perayaan
Ekaristi, dianjurkan agar keheningan dilaksanakan dalam gereja, di sakristi, dan
di area sekitar gereja, sehingga seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk
melaksanakan ibadat dengan cara yang khidmat dan tepat.
III.Bagian-bagian
Misa
A.Ritus Pembuka
46. Ritus Pembuka
meliputi bagian-bagian yang mendahului Liturgi Sabda, yaitu perarakan masuk, salam,
kata pengantar, pernyataan tobat, Tuhan Kasihanilah, Kemuliaan, dan doa
pembuka; semua bagian ini memiliki ciri khas sebagai pembuka, pengantar, dan
persiapan.
Tujuan semua bagian itu
ialah mempersatukan umat yang berhimpun dan mempersiapkan mereka, supaya dapat
mendengarkan sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan
layak.
Seturut kaidah
buku-buku liturgis, Ritus Pembuka dihilangkan atau dilaksanakan secara khusus, kalau
Misa di dahului perayaan lain.
Perarakan
Masuk
47. Setelah umat
berkumpul, imam bersama dengan diakon dan para pelayan berarak menuju altar.
Sementara itu di mulai nyanyian pembuka. Tujuan nyanyian tersebut ialah:
membuka Misa, membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk ke dalam
misteri masa liturgi atau pesta yang dirayakan, dan mengiringi perarakan imam
beserta pembantu-pembantunya.
48. Nyanyian pembuka
dibawakan silih-berganti oleh paduan suara dan umat atau bersama-sama oleh
penyanyi dan umat. Dapat juga dilagukan seluruhnya oleh umat atau oleh paduan
suara saja. Nyanyian tersebut dapat berupa mazmur dengan antifonnya yang di
ambil dari Graduale Romanum atau dari Graduale Simplex. Tetapi
boleh juga digunakan nyanyian lain yang sesuai dengan sifat perayaan, sifat
pesta, dan suasana masa liturgi, asal teksnya disahkan oleh Konferensi Uskup.72
Bila tidak ada nyanyian
pembuka, maka antifon pembuka yang terdapat dalam Misale dibawakan oleh seluruh
umat bersama-sama atau oleh beberapa orang dari mereka, ataupun oleh seorang
pembaca. Dapat juga imam sendiri membacakannya sesudah salam; bahkan imam boleh
mengubah antifon pembuka menjadi kata pengantar (bdk. no. 31).
Penghormatan
Altar dan Salam Kepada Umat
49. Setibanya di panti
imam, imam, diakon, dan para pelayan menghormati altar dengan membungkuk
khidmat.
Kemudian, sebagai tanda
penghormatan, imam dan diakon mencium altar; sesuai dengan tingkat perayaan, imam
dapat juga mendupai salib dan altar.
50. Seusai nyanyian
pembuka, imam, sambil berdiri di depan tempat duduk, bersam-sama dengan seluruh
umat membuat tanda salib. Kemudian imam menyampaikan salam kepada umat untuk
menunjukan bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah mereka. Salam tersebut dengan
jawaban dari pihak umat memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul.
Setelah imam
menyampaikan salam kepada umat, imam, atau diakon, atau pelayan lain dapat
memberikan pengantar sangat singkat kepada umat tentang Misa yang akan
dirayakan.
Pernyataan
Tobat
51. Kemudian, imam
mengajak umat untuk menyatakan tobat. Sesudah hening sejenak, seluruh umat
menyatakan tobat dengan rumus pengakuan umum. Sesudah itu, imam memberikan absolusi.Tetapi
absolusi ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti absolusi dalam Sakramen
Tobat.
Pada hari Minggu, khususnya
selama Masa Paskah, Pernyataan Tobat dapat diganti dengan pemberkatan dan
perecikan dengan air suci untuk mengenang pembaptisan.73
Tuhan Kasihanilah
52. Pernyataan tobat
selalu disambung dengan Tuhan Kasihanilah, kecuali kalau seruan Tuhan
Kasihanilah telah tercantum dalam pernyataan tobat. Sifat Tuhan
Kasihanilah ialah berseru kepada Tuhan dan memohon belaskasihan-Nya. Oleh
karena itu, Tuhan Kasihanilah biasanya dilagukan oleh seluruh umat, artinya:
silih-berganti oleh umat dan paduan suara atau solis.
Pada umumnya, masing-masing
seruan Tuhan Kasihanilah diulang satu kali. Akan tetapi, berhubung
dengan bahasa setempat, dengan lagu ataupun sifat pesta, Tuhan Kasihanilah
itu boleh diulang-ulang lebih banyak. Kalau Tuhan Kasihanilah dibawakan
sebagai bagian pernyataan tobat, setiap aklamasi didahului ayat yang sesuai.
Kemuliaan
53. Kemuliaan
adalah madah yang sangat dihormati dari zaman kristen kuno. Lewat madah ini
Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anakdomba
Allah, serta memohon belaskasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh di ganti dengan
teks lain. Kemuliaan di buka oleh imam atau, lebih cocok, oleh solis
atau oleh kor, kemudian dilanjutkan oleh seluruh umat bersama-sama, atau oleh
umat dan paduan suara bersahut-sahutan, atau hanya oleh kor. Kalau tidak
dilagukan, madah Kemuliaan dilafalkan oleh seluruh umat bersama-sama
atau oleh dua kelompok umat secara bersahut-sahutan.
Kemuliaan dilagukan atau
diucapkan pada hari-hari raya dan pesta, pada perayaan-perayaan meriah, dan
pada hari Minggu di luar Masa Adven dan Prapaskah.
Doa Pembuka
54. Kemudian, imam
mengajak umat untuk berdoa. Lalu semua yang hadir bersama dengan imam hening
sejenak untuk menyadari kehadiran Tuhan, dan dalam hati mengungkapkan doanya
masing-masing. Kemudian, imam membawakan doa pembuka yang lazim disebut “collecta”,
yang mengungkapkan inti perayaan liturgi hari yang bersangkutan. Selaras dengan
tradisi tua Gereja, doa pembuka diarahkan kepada Allah bapa, dengan
pengantaraan Putra, dalam Roh Kudus, 74 dan diakhiri dengan penutup trinitaris
atau penutup panjang sebagai berikut :
Kalau doa diarahkan
kepada Bapa :
Dengan pengantaraan
Yesus Kristus Putra-Mu,
Tuhan kami,
yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan Roh Kudus
hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa.
Tuhan kami,
yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan Roh Kudus
hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa.
Kalau doa diarahkan
kepada Bapa, tetapi pada akhir doa disebut juga Putra:
Sebab Dialah Tuhan, pengantara
kami,
yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan Roh Kudus,
hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa.
yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan Roh Kudus,
hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa.
Kalau doa diarahkan
kepada Putra:
Sebab Engkaulah Tuhan, pengantara
kami,
Yang bersama dengan Bapa,
Dalam persatuan Roh Kudus,
Hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa.
Yang bersama dengan Bapa,
Dalam persatuan Roh Kudus,
Hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa.
Umat memadukan hati
dalam doa pembuka, dan menjadikannya doa mereka sendiri dengan aklamasi: Amin.
Dalam setiap Misa hanya
ada satu doa pembuka.
B.Liturgi
Sabda
55. Bacaan-bacaan dari Alkitab dan
nyanyian-nyanyian tanggapannya merupakan bagian pokok dari Liturgi Sabda, sedangkan
homili, syahadat, dan doa umat memperdalam
Liturgi Sabda dan menutupnya. Sebab dalam bacaan, yang diuraikan dalam homili, Allah
sendiri bersabda kepada umat-Nya.75 Di situ Allah menyingkapkan
misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makna rohani. Lewat
sabda-Nya, Kristus sendiri hadir di tengah-tengah umat beriman.76
Sabda Allah itu diresapkan oleh umat dalam keheningan dan nyanyian, dan diimani
dalam syahadat. Setelah dikuatkan dengan sabda, umat memanjatkan
permohonan-permohonan dalam doa umat untuk keperluan seluruh Gereja dan
keselamatan seluruh dunia.
Saat Hening
56. Liturgi Sabda
haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung.
Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu
permenungan harus sungguh dihindari. Selama LiturgiSabda, Sangat cocok
disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun.
Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan
dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat
dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.
Bacaaan
– bacaan dari Alkitab
57. Dalam bacaan-bacaan
dari Alkitab, sabda Allah dihidangkan kepada umat beriman, dan khazanah harta
Alkitab dibuka bagi mereka.77Maka, kaidah penataan bacaan Alkitab
hendaknya dipatuhi, agar tampak jelas kesatuan Perjanjian Lama – Perjanjian
Baru dengan sejarah keselamatan. Tidak diizinkan mengganti bacaan dan mazmur
tanggapan, yang berisi Sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari
Alkitab.78
58. Dalam Misa umat, bacaan-bacaan
selalu dimaklumkan dari mimbar.
59. Menurut tradisi, pembacaan
itu bukanlah tugas pemimpin perayaan, melainkan tugas pelayan yang terkait.
Oleh karena itu, bacaan-bacaan hendaknya dibawakan oleh lektor, sedangkan Injil
dimaklumkan oleh diakon atau imam lain yang tidak memimpin perayaan. Akan
tetapi, kalau tidak ada diakon atau imam lain, maka Injil dimaklumkan oleh imam
selebran sendiri. Juga kalau lektor tidak hadir, bacaan-bacaan sebelum Injil
pun dapat dibawakan oleh imam selebran sendiri.
Sesudah setiap bacaan, petugas,
siapapun dia, melagukan atau melafalkan aklamasi yang ditanggapi oleh jemaat.
Dengan tanggapan itu, jemaat menghormati sabda Allah yang telah mereka sambut
dengan penuh iman dan rasa syukur.
60. Pembacaan Injil
merupakan puncak Liturgi Sabda. Liturgi sendiri mengajarkan bahwa pemakluman
Injil harus dilaksanakan dengan cara yang sangat hormat. Ini jelas dari aturan
liturgi, sebab bacaan Injil lebih mulia daripada bacaan-bacaan lain.
Penghormatan itu diungkapkan sebagai berikut: (1) diakon yang ditugaskan
memaklumkan Injil mempersiapkan diri dengan berdoa atau minta berkat kepada
imam selebran; (2) umat beriman, lewat aklamasi-aklamasi, mengakui dan
mengimani kehadiran Kristus yang bersabda kepada umat dalam pembacaan Injil;
selain itu umat berdiri selama mendengarkan Injil; (3) Kitab Injil sendiri
diberi penghormatan yang sangat khusus.
Mazmur
Tanggapan
61. Sesudah bacaan
pertama menyusul mazmur tanggapan, yang merupakan unsur pokok dalam Liturgi
Sabda. Mazmur tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting
karena menopang permenungan atas sabda Allah.
Mazmur tanggapan
hendaknya sesuai dengan bacaan yang bersangkutan, dan biasanya diambil dari
Buku Bacaan Misa (Lectionarium).
Dianjurkan bahwa mazmur
tanggapan dilagukan, 79sekurang-kurangnya bagian ulangan yang
dibawakan oleh umat. Pemazmur melagukan ayat-ayat mazmur dari mimbar atau
tempat lain yang cocok. Seluruh jemaat tetap duduk dan mendengarkan; dan sesuai
ketentuan, umat ambil bagian dengan melagukan ulangan, kecuali kalau seluruh
mazmur dilagukan sebagai satu nyanyian utuh tanpa ulangan. Akan tetapi, untuk
memudahkan umat berpartisipasi dalam mazmur tanggapan, disediakan juga sejumlah
mazmur dengan ulangan yang dapat di pakai pada masa liturgi atau pesta orang
kudus. Bila dilagukan, mazmur tersebut dapat dipergunakan sebagai pengganti
teks yang tersedia dalam Buku Bacaan Misa (Lectionarium).
Kalau tidak dilagukan, hendaknya mazmur tanggapan didaras sedemikian rupa
sehingga membantu permenungan sabda Allah.
Mazmur yang ditentukan
dalam Buku Bacaan Misa dapat juga diganti dengan mazmur berikut: graduale yang
diambil dari buku Graduale Romanum, atau mazmur tanggapan atau mzmur
alleluya yang diambil dari buku Graduale Simplex dalam bentuk seperti
yang tersaji dalam buku-buku tersebut.
Bait Pengantar
Injil
62. Sesudah bacaan yang
langsung mendahului Injil, dilagukan bait pengantar Injil, dengan atau tanpa
alleluya, seturut ketentuan rubrik, dan sesuai dengan masa liturgi yang sedang
berlangsung. Aklamasi ini merupakan ritus atau kegiatan tersendiri. Dengan
Aklamasi ini jemaat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda
kepada mereka dalam Injil, dan sekaligus menyatakan iman. Seluruh jemaat
berdiri dan melagukan bait pengantar Injil, dipandu oleh paduan suara atau
solis.
a.Di luar Masa
Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil dengan alleluya. Ayat-ayat diambil
dari Buku Bacaan Misa atau dari Buku Graduale.80
b. Dalam Masa
Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil tanpa alleluya sebagaimana ditentukan
dalam Buku Bacaan Misa. Dapat juga dilagukan mazmur lain atau tractus
sebagaimana tersaji dalam Graduale.
63. Jika sebelum Injil
hanya ada satu bacaan, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut :
a. Di luar Masa Prapaskah,
sesudah bacaan pertama dapat dilagukan nyanyian mazmur alleluya atau mazmur
tanggapan disusul bait pengantar Injil dengan alleluya.
b. Dalam masa Prapaskah, sesudah
bacaan pertama dapat dilagukan mazmur tanggapan dan bait pengantar Injil tanpa
alleluya atau mazmur tanggapan saja.
c. Kalau tidak dilagukan, bait
pengantar Injil dengan atau tanpa alleluya dapat dihilangkan.
64. Sekuensia dilagukan sesudah alleluya. Madah ini fakultatif, kecuali pada
Hari Minggu Paskah dan Pentakosta.
Homili
65. Homili merupakan
bagian liturgi dan sangat dianjurkan, 80 Sebab homili itu penting untuk memupuk
semangat hidup kristen. Homili itu haruslah merupakan penjelasan tentang bacaan
dari Alkitab, ataupun penjelasan tentang teks lain yang diambil dari ordinarium
atau proprium Misa hari itu, yang bertalian dengan misteri yang
dirayakan, atau yang bersangkutan dengan keperluan khusus umat yang hadir.82
66. Pada umumnya yang
memberikan homili ialah imam pemimpin perayaan. Ia dapat menyerahkan tugas ini
kepada salah seorang imam konselebran, atau kadang-kadang, tergantung situasi, kepada
diakon, tetapi tidak pernah kepada seorang awam.83 Dalam
kesempatan-kesempatan tertentu atau karena alasan khusus, tugas homili bahkan
dapat diberikan kepada seorang uskup atau imam yang hadir dalam perayaan
Ekaristi teteapi tidak ikut berkonselebrasi.
Pada hari Minggu dan
pesta-pesta wajib homili harus diadakan dalam semua Misa yang dihadiri oleh
umat, dan hanya boleh ditiadakan kalau ada alasan berat. Sangat dianjurkan, supaya
homili juga diberikan pada hari-hari lain, terutama pada hari-hari biasa dalam
Masa Adven, Prapaskah, dan Paskah. Begitu pula pada pesta dan
kesempatan-kesempatan lainnya yang dirayakan dengan dihadiri oleh banyak umat.84
Sangat tepat kalau
sesudah homili diadakan saat hening sejenak.
Pernyataan
Iman
67. Maksud pernyataan
iman atau syahadat dalam perayaan Ekaristi ialah agar seluruh umat yang
berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan
dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumus
yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui
pokok-pokok misteri iman sebelum mereka merayakannya dalam Liturgi Ekaristi.
68. Pernyataan iman
tersebut dilagukan atau diucapkan oleh imam bersama dengan umat pada hari
Minggu dan hari raya Syahadat dapat diucapkan juga pada perayaan-perayaan
khusus yangmeriah.
Kalau dilagukan, syahadat
diangkat oleh imam atau, lebih serasi, oleh solis atau kor. Selanjutnya
Syahadat dilagukan entah oleh seluruh jemaat bersama-sama, entahsilih berganti
antara umat dan kor.
Kalau tidak dilagukan, syahadat
dibuka oleh imam, selanjutnya didaras oleh seluruh jemaat bersama-sama atau
silih berganti antara dua kelompok jemaat.
Doa
Umat
69. Dalam doa umat, jemaat
menanggapi sabda Allah yang telah mereka terima dengan penuh iman. Lewat doa
umat ini mereka memohon keselamatan semua orang, dan dengan demikian
mengamalkan tugas imamat yang mereka peroleh dalam pembaptisan. Sungguh baik
kalau dalam setiap Misa umat dipanjatkan permohonan-permohonan untuk
kepentingan Gereja kudus, untuk para pejabat pemerintah, untuk orang-orang yang
sedang menderita, untuk semua orang, dan untuk keselamatan seluruh dunia.85
70. Pada umumnya urutan
ujud-ujud dalam doa umat sebagai berikut :
a.untuk keperluan
Gereja;
b.untuk para penguasa
negara dan keselamatan seluruh dunia;
c.untuk orang-orang
yang sedang menderita karena berbagai kesulitan;
d.untuk umat setempat;
Akan tetapi, ada
perayaan khusus seperti misalnya pada perayaan Sakramen Krisma, pernikahan, atau
pemakaman, ujud-ujud dapat lebih dikaitkan dengan peristiwa khusus tersebut.
71. Imam selebranlah
yang memimpin doa umat dari tempat duduknya. Secara singkat ia sendiri membukanya
dengan mengajak umat berdoa, dan menutupnya dengan doa. Ujud-ujud yang
dimaklumkan hendaknya dipertimbangkan dengan matang, digubah secara bebas
tetapi sungguh cermat, singkat, dan mengungkapkan doa seluruh umat.
Menurut ketentuan, ujud-ujud
doa umat dibawakan dari mimbar atau tempat lain yang serasi, entah oleh diakon,
solis, lektor, entah oleh seorang beriman awam lainnya.86
Selama doa umat, jemaat
berdiri dan mengungkapkan doa mereka entah lewat permohonan yang diserukan
bersama-sama sesudah tiap-tiap ujud, entah dengan berdoa dalam hati.
C.Liturgi
Ekaristi
72. Dalam perjamuan
malam terakhir, Kristusmenetapkan kurban dan perjamuan Paskah yang terus
menerus menghadirkan kurban salib dalam Gereja. Hal ini terjadi setiap kali
imam, atau nama Kristus Tuhan, melakukan perayaan yang sama seperti yang
dilakukan oleh Tuhan sendiri dan Dia wariskan kepada murid-murid-Nya sebagai
kenangan akan Dia.87
Dalam perjamuan itu, Kristus
mengambil roti dan piala berisi anggur, dan mengucap syukur; Ia memecah-mecah
roti, dan memberikan roti serta anggur kepada murid-murid-Nya seraya berkata, “Terimalah
ini, makanlah dan minumlah; inilah Tubuh-ku; inilah piala darah-Ku.Lakukanlah
ini untuk mengenangkan Daku.”Oleh karena itu, Liturgi Ekaristi disusun oleh
Gereja sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kata-kata dan tindakan Kristus
tersebut:
1. Waktu persiapan
persembahan, roti dan anggur serta air dibawa ke altar; itulah bahan-bahan
yang sama yang juga digunakan Kristus.
2. Dalam Doa Syukur
Agung dilambungkan syukur kepada Allah Bapa atas seluruh karya penyelamatan,
dan kepada-Nya dipersembahkan roti dan anggur yang menjadi Tubuh dan Darah
Kristus.
3. Melalui pemecahanroti dan komuni, umat beriman, meskipun
banyak, disatukan karena menyambut Tubuh dan Darah Kristus yang satu, sama
seperti dahulu para rasul menerimanya dari tangan Kristus sendiri.
Persiapan
Persembahan
73. Pada awal Liturgi
Ekaristi, bahan persembahan, yang nantinya menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dibawa
ke altar.
Pertama-tama disiapkan altar atau meja
Tuhan, yang merupakan pusat seluruh Liturgi Ekaristi.88 Pada altar
ditata korporale, purifikatorium, Misale, dan piala, kecuali kalau piala
disiapkan di meja – samping.
Lalu bahan persembahan dibawa ke
altar. Alangkah baiknya kalau umatlah yang membawa roti dan anggur, lalu
diterima oleh imam atau diakon dan diletakkan di atas altar. Meskipun sekarang
roti dan anggur tidak disediakan sendiri oleh umat seperti pada zaman dulu, namun
ritus mengantar persembahan ini tetap mengandung arti dan nilai rohani yang
sama.
Pada saat ini diterima
juga uang atau bahan persembahan lain untuk orang miskin atau untuk Gereja, yang
diantar oleh umat beriman atau yang dikumpulkan di dalam gereja. Semua ini
tidak diletakkan di atas altar, melainkan di suatu tempat lain yang pantas.
74. Perarakan mengantar
bahan persembahan ke altar sebaiknya diiringi dengan nyanyian persiapan
persembahan (bdk. no. 37, b). Nyanyian itu berlangsung sekurang-kurangnya
sampai bahan persembahan tertata di atas altar. Untuk nyanyian persiapan
persembahan berlaku petunjuk yang sama seperti nyanyian pembuka, (bdk. no. 48)
di atas. Kalau tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian.
75. Roti dan anggur
disiapkan di altar oleh imam sambil mengucapkan rumus-rumus yang telah
ditentukan. Imam dapat mendupai bahan persembahan yang telah disiapkan di atas
altar; kemudian imam juga mendupai salib dan altar sendiri. Pendupaan itu
melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik ke hadirat Allah seperti
kumpulan asap dupa. Sesudah itu, imam dan umat pun dapat didupai oleh diakon
atau pelayan lain; imam didupai karena pelayan kudus yang ia sandang, umat
didupai karena martabat luhur yang mereka peroleh lewat pembaptisan.
76. Setelah itu imam
membasuh tangannya di sisi altar. Ritus ini melambangkan bahwa ia menginginkan
hati yang bersih.
Doa
Persiapan Persembahan
77. Bila bahan
persembahan itu sudah di tata di altar dan semua acara yang mengiringinya sudah
dilaksanakan, maka imam mengundang jemaat berdoa. Lalu bagian persiapan diakhiri
oleh imam dengan doa persiapan persembahan yang sekaligus mengantar kepada doa
persiapan persembahan yang sekaligus mengantar kepada Doa Syukur Agung.
Dalam Misa hanya ada
satu doa persiapan persembahan. Doa persiapan persembahan selalu diakhiri dengan
penutup singkat, yaitu:
Dengan pengantaraan
Kristus, Tuhan kami.
Kalau Putra di sebut
pada akhir doa:
Yanghidup dan berkuasa,
kini dan sepanjang masa.
Doa
Syukur Agung
78. Pusat dan puncak
seluruh perayaan sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan
pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan
berdoa dan bersyukur. Dengan demikian seluruh umat yang hadir diikutsertakan
dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam
Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar
seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya
Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban.
79. Bagian-bagian yang
paling penting dalam Doa Syukur Agung ialah :
a. Ucapan Syukur, terutama dinyatakan
dalam prefasi. Atas nama seluruh jemaat, imam memuji Allah Bapa dan bersyukur
kepada-Nya atas seluruh karya penyelamatan atau atas alasan tertentu. Pada
pesta atau masa liturgi tertentu salah satu segi dalam karya penyelamatan itu
dapat lebih ditonjolkan.
b. Aklamasi. Seluruh jemaat, berpadu
dengan para penghuni surga, melagukan Kudus. Sebagai bagian utuh dari
Doa Syukur Agung, aklamasi ini dilambungkan oleh seluruh jemaat bersama imam.
c. Epiklesis. Dalam doa-doa khusus
ini Gereja memohon kuasa Roh Kudu, dan berdoa supaya bahan persembahan yang
disampaikan oleh umat dikuduskan menjadi Tubuh dan Darah Kristus; juga supaya
kurban murni itu menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan menyambutnya
dalam komuni.
d. Kisah Institusi dan Konsekrasi.
Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri diulangi, dan dengan
demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh Kristus sendiri dalam
perjamuan malam terakhir. Di situ Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya
dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para rasul untuk dimakan
dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu
terus-menerus.
e. Anamnesis. Dalam bagian ini Gereja
memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para rasul, “Lakukanlah
ini untuk mengenangkan Daku!” Maka Gereja mengenangkan
Kristus, terutama sengsara-Nya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia, dan
kenaikan-Nya ke surga.
f. Persembahan. Dalam perayaan-kenangan
ini, Gereja, terutama Gereja yang sekarang sedang berkumpul, mempersembahkan
kurban murni kepada Allah Bapa dalam Roh Kudus. Maksud Gereja ialah, supaya
dalam mempersembahkan kurban murni ini umat beriman belajar juga mempersembahkan
diri sendiri.89 Maka melalui Kristus, Sang pengantara, dari hari ke
hari umat beriman akan semakin sempurna bersatu dengan Allah dan dengan sesama
umat, hingga akhirnya Allah menjadi segala-galanya dalam semua.90
g. Permohonan. Dalam
permohonan-permohonan ini tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam
persekutuan dengan seluruh Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di
bumi; dan juga jelas bahwa kurban Ekaristi diadakan bagi kesejahteraan seluruh
Gereja dan semua anggotanya, baik yang hidup maupun yang telah mati, karena
semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang
diperoleh lewat Tubuh dab Darah Kristus.
h. Doksologi Penutup. Dalam doksologi ini
diungkapkan pujian kepada Allah, yang dikukuhkan dan ditutup oleh jemaat dengan
aklamasi Amin agung.
Ritus
Komuni
80. Perayaan Ekaristi
adalah perjamuan Paskah. Maka, seperti diamanatkan Kristus, umat beriman yang
mempersiapkan hati dengan baik, hendaknya menyambut Tubuh dan Darah Kristus
sebagai makanan dan rohani. Inilah maksud pemecahan roti dan ritus-ritus lain
yang menyiapkan dan mengantar umat untuk komuni.
Bapa
Kami
81. Dalam doa Tuhan, Bapa
Kami, umat beriman mohon rezeki sehari-hari. Bagi umat kristen rezeki
sehari-hari ini terutama adalah roti Ekaristi. Umat juga memohon pengampunan
dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada umat yang kudus. Imam mengajak
jemaat untuk berdoa, dan seluruh umat beriman membawakan Bapa Kami bersama-sama
dengan imam. Kemudian imam sendirian mengucapkan embolisme, yang
diakhiri oleh jemaat dengan doksologi. Embolisme itu menguraikan isi permohonan
terakhir91 dalam Bapa Kami dan memohon agar seluruh umat
dibebaskan dari segala kejahatan.
Baik ajakan imam dan Bapa
Kami, maupun embolisme dan doksologi tersebut dilagukan atau didaras dengan
suara yang jelas.
Ritus
Damai
82. Kemudian diadakan
ritus damai. Pada bagian ini Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja
sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman, menyatakan
persekutuan jemaat dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan dalam
Tubuh Kristus.
Cara memberikan
salam-damai ditentukan oleh Konferensi Uskup sesuai dengan kekhasan dan
kebiasaan masing-masing bangsa. Akan tetapi, seyogyanyasetiap orang memberikan
salam-damai hanya kepada orang-orang yang ada di dekatnya dan dengan cara yang
pantas.
Pemecahan
Roti
83. Imam memecah-mecah
roti Ekaristi. Karena tata gerak Kristus dalam perjamuan malam terakhir ini, pada
zaman para rasul seluruh perayaan Ekaristi disebut “pemecahan roti”. Pemecahan
roti menandakan bahwa umat beriman yang banyak itu menjadi satu (1Kor 10:17)
karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni Kristus sendiri, yang wafat
dan bangkit demi keselamatan dunia. Pemecahan roti dimulai sesudah salam-damai,
dan dilaksanakan dengan khidmat. Ritus ini hendaknya tidak diulur-ulur secara
tidak perlu atau dilaksanakan secara serampangan sehingga kehilangan maknanya.
Ritus ini dilaksanakan hanya oleh imam dan diakon.
Sementara imam
memecah-mecah roti dan memasukkan sepotong kecil dari roti itu ke dalam piala
berisi anggur, dilagukan Anak Domba Allah, seturut ketentuan, oleh
paduan suara atau solis dengan jawaban oleh umat. Kalau tidak dilagukan, Anakdomba
Allah didaras dengan suara lantang. Karena fungsinya mengiringi pemecahan roti,
nyanyian ini boleh diulang-ulang seperlunya sampai pemecahan roti selesai.
Pengulangan terakhir ditutup dengan seruan: berilah kami damai.
Komuni
84. Imam menyiapkan
diri dengan berdoa dalam hati, supaya Tubuh dan Darah Kristus yang ia sambut
sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya. Hal yang sama dilakukan oleh
umat beriman dengan berdoa sendiri-sendiri dalam hati.
Kemudian imam memegang
roti Ekaristi di atas patena atau piala dan memperlihatkannya kepada umat serta
mengundang mereka untuk ikut makan dalam perjamuan Kristus. Kemudian imam
bersama dengan umat menyatakan ketidakpantasannya dengan kata-kata yang dikutip
dari Injil.
85. Sangat dianjurkan, agar
umat, sebagaimana diwajibkan untuk imam sendiri, menyambut Tubuh Tuhan dari
hosti-hosti yang dikuduskan dalam Misa yang sedang dirayakan. Pada
kesempatan-kesempatan tertentu umat hendaknya juga menerima roti dan anggur
kudus (bdk. no. 283). Dengan demikian menjadi lebih jelas, bahwa umat
berpartisipasi dalam kurban yang sedang dirayakan.92
86. Sementara imam
menyambut Tubuh dan Darah Kristus, nyanyian komuni dimulai. Maksud nyanyian ini
ialah: (1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan
persatuan secara lahir dalam nyanyian bersama, (2) menunjukan kegembiraan hati,
dan (3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Nyanyian itu
berlangsung terus selama umat menyambut, 93 dan berhenti kalau
dianggap cukup. Jika sesudah komuni masih ada nyanyian, maka nyanyian komuni
harus diakhiri pada waktunya.
Haruslah diupayakan
agar para penyanyi pun dapat menyambut komuni dengan tenang.
87. Untuk nyanyian
komuni dapat diambil antifon komuni dari Graduale Romanum dengan atau tanpa
ayat mazmur; dapat juga diambil dari antifon komuni beserta ayat-ayat mazmurnya
dari Graduale Simplex. Nyanyian lain yang telah disetujui oleh
Konferensi Uskup boleh digunakan juga. Nyanyian itu dapat dibawakan oleh paduan
suara sendiri, atau oleh paduan suara/ solis bersama dengan jemaat.
Kalau tidak ada
nyanyian komuni, maka antifon komuni yang terdapat dalam Misale dapat dibacakan
oleh umat beriman atau oleh beberapa orang dari mereka, atau oleh lektor. Atau,
dapat juga dibacakan oleh imam sendiri sesudah ia menyambut Tubuh dan Darah
Kristus, sebelum membagikannya kepada umat beriman.
88. Sesudah pembagian
Tubuh dan Darah Kristus selesai, sebaiknya imam dan umat beriman berdoa sejenak
dalam keheningan. Dapat juga dilagukan madah syukur atau nyanyian pujian, atau
didoakan mazmur, oleh seluruh jemaat.
89. Untuk
menyempurnakan permohonan umat Allah, dan sekaligus menutup seluruh ritus
komuni, imam memanjatkan doa komuni. Dalam doa ini imam mohon, agar misteri
yang sudah dirayakan itu menghasilkan buah.
Dalam Misa hanya ada
satu doa komuni, yang selalu diakhiri dengan penutup singkat, yaitu:
Kalau
doa diarahkan kepada Bapa:
Dengan pengantaraan
Kristus, Tuhan kami.
Kalau
doa diarahkan kepada Bapa, tetapi pada akhir doa disebut Putra:
Yang hidup dan berkuasa,
kini dan sepanjang masa.
Kalau
doa diarahkan kepada Putra:
Sebab Engkaulah yang
hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.
Jemaat menjadikan doa
penutup ini doa mereka sendiri lewat aklamasi Amin.
Ritus
Penutup
90. Ritus Penutup
terdiri atas :
a. amanat singkat, kalau
diperlukan;
b. salam dan berkat imam, yang
pada hari-hari dan kesempatan tertentu disemarakkan dengan berkat meriah atau
dengan doa untuk jemaat;
c. pengutusan jemaat oleh
diakon atau imam;
d. penghormatan altar:
imam dan diakon mencium altar;
e. kemudian mereka bersama
para pelayan yang lain membungkuk khidmat ke arah altar.
BAB III
TUGAS DAN PELAYANAN
DALAM MISA
DALAM MISA
91. Perayaan Ekaristi
adalah tindakan Kristus dan Gereja sebagai “sakramen kesatuan, ” yakni umat
kudus yang berhimpun dan diatur di bawah para uskup. Oleh karena itu, perayaan
Ekaristi berkaitan dengan seluruh Tubuh Gereja, mengungkapkan dan mempengaruhinya.
Setiap orang yang turut merayakan Ekaristi mempunyai hak dan kewajiban untuk
berpartisipasi secara aktif, masing-masing menurut cara yang sesuai dengan
kedudukan dan tugasnya.94 Dengan cara ini, umat kristen, ”bangsa
terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, umat milik Allah sendiri”, mengungkapkan
keterpaduan dan tatanan hirarkisnya.95Jadi semua orang entah pelayan
tertahbis, entah umat beriman lainnya, hendaknya melakukan tugas yang menjadi
bagiannya, tidak lebih dan tidak kurang.96
I.
Tugas-tugas Pelayan Tertahbis
92. Setiap perayaan
Ekaristi yang sah diselenggarakan di bawah pimpinan uskup. Uskup dapat
memimpinnya sendiri, atau mewakilkannya kepada para pembantunya, yakni
imam-imam.97
Kalau uskup hadir dalam
suatu Ekaristi yang dirayakan bersama dengan umat, paling tepat ia sendiri yang
memimpin Ekaristi itu, sementara para imam mendampinginya sebagai konselebran.
Maksud konselebrasi ini bukanlah untuk menanbah kemeriahan lahiriah perayaan, melainkan
untuk memperlihatkan dengan lebih jelas misteri Gereja, yakni sebagai sakramen
kesatuan.98
Kalau uskup tidak
memimpin sendiri perayaan Ekaristi, tetapi menugaskan seorang imam lain, hendaknya
ia sendiri memimpin bagian Liturgi Sabda, dan pada akhir Misa memberikan
berkat. Dalam hal ini ia hendaknya mengenakan salib dada, stola, dan pluviale
di atas alba.99
93. Dalam himpunan
jemaat, imam, berkat tahbisannya, juga mempunyai kuasa untuk mempersembahkan
kurban selaku pribadi Kristus.100Maka dari itu, imam mengetuai
jemaat yang berhimpun, memimpinnya dalam doa, mewartakan kabar keselamatan, dan
mengajak jemaat agar bersama dengannya mempersembahkan kurban kepada Allah Bapa
dengan pengantaraan Kristus dalam Roh Kudus. Di samping itu, Ia membagikan roti
kehidupan kepada saudara-saudara seiman dan menyambutnya bersama dengan mereka.
Maka, bila imam merayakan Ekaristi wajiblah ia melayani Allah dan jemaat dengan
pantas dan rendah hati. Seluruh sikapnya dan juga caranya membawakan sabda
ilahi, harus menunjukan kepada umat bahwa Kristus benar-benar hadir di tengah
mereka.
94. Di antara para
pelayan ibadat, diakon, karena tahbisan kudus yang ia terima, menduduki urutan
pertama sesudah imam. Sebab, sejak zaman para rasul, jabatan diakon sangat
dihormati dalam Gereja.101 Dalam Misa, tugas khusus diakon ialah
membantu imam, membacakan injil, kadang-kadang menyampaikan homili, membawakan
ujud-ujud doa umat, menyiapkan altar dan bahan persembahan, dan melayani komuni
untuk umat, terutama komuni-anggur. Kadang-kadang pula ia memberikan
petunjuk-petunjuk mengenai sikap tubuh dan tata gerak umat.
II.Tugas-tugas
Umat Allah
95. Umat beriman yang
merayakan Misa merupakan umat kudus, umat yang dipilih Allah dan dianugerahi
martabat imam dan raja. Mereka berkumpul untuk mengucap syukur dan
mempersembahkan kurban murni kepada Allah tidak hanya dengan perantaraan tangan
imam, melainkan juga bersama dengan imam; mereka pun belajar mempersembahkan
diri.102 Hendaknya mereka berusaha untuk menyatakan hal itu baik
dalam sikap takwa yang mendalam, maupun dalam tindakan cinta kasih terhadap
saudara-saudara yang mengikuti perayaan yang sama.
Oleh karena itu, mereka
hendaknya menjauhkan segala sikap mementingkan diri sendiri dan menghindarkan
perpecahan. Mereka harus sadar, bahwa mereka semua mempunyai satu Bapa di surga,
sehingga seluruh umat itu bersaudara satu sama lain.
96. Hendaknya mereka
merupakan satu tubuh dalam mendengarkan sabda Allah maupun dalam berdoa dan
bernyanyi. Terutama mereka harus merupakan satu tubuh dalam mempersembahkan
kurban dan dalam menyambut hidangan dari meja Tuhan. Kesatuan itu tampil indah,
baik bila semua mengambil sikap tubuh yang sama, maupun bila mereka
melaksanakan tata gerak yang sama.
97. Hendaknya umat
beriman dengan senang hati melayani umat Allah, bila diminta untuk melakukan
pelayanan atau tugas khusus dalam perayaan.
III.Pelayanan-pelayanan
Khusus
Pelayanan
Akolit dan Lektor yang Dilantik
98. Akolit
dilantik untuk melayani altar dan membantu imam serta diakon. Tugasnya yang
utama ialah menyiapkan altar dan bejana-bejana kudus. Kalau diperlukan, ia
boleh membagikan komuni
kepada umat sebagai pelayan
tak-lazim.103
Dalam melayani altar, akolit
memiliki tugas-tugas khusus (bdk. no. 187-193), yang harus ia laksanakan
sendiri.
99. Lektor
dilantik untuk mewartakan bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil. Dapat juga
ia membawakan ujud-ujud doa umat dan, kalau tidak ada pemazmur, ia dapat juga
membawakan mazmur tangggapan.
Dalam perayaan Ekaristi,
ia harus menjalankan sendiri tugas khusus itu (bdk. no. 194-198), biarpun pada
saat itu hadir juga pelayan-pelayan tertahbis.
Tugas-tugas
lain
100. Kalau akolit yang
telah dilantik tidak hadir, pelayan awam dapat diberi tugas melayani altar dan
membantu imam serta diakon. Mereka dapat membawa salib, lilin, pedupaan, roti, anggur,
dan air. Mereka juga dapat diberi tugas membagikan komuni sebagai pelayan
tak-lazim.104
101. Kalau lektor yang
telah dilantik tidak hadir, umat awam lainnya dapat diberi tugas memaklumkan
bacaan-bacaan dari Alkitab. Mereka harus sungguh-sungguh terampil dan disiapkan
secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan
bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka
rasa cinta yang hangat terhadap alkitab.105
102. Pemazmur
bertugas membawakan mazmur atau kidung-kidung dari Alkitab diantara
bacaan-bacaan. Supaya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, ia harus menguasai
cara melagukan mazmur, dan harus mempunyai suara yang lantang serta ucapan yang
jelas.
103. Paduan suara
atau kor melaksanakan tugas liturgi tersendiri ditengah umat beriman.
Dengan memperhatikan aneka ragam nyanyian, paduan suara harus melaksanakan tugasnya secara tepat untuk menopang partisipasi aktif umat beriman dalam menyanyi.106Semua yang ditentukan untuk paduan suara juga berlaku untuk para pelayan musik yang lain, khususnya organis.
Dengan memperhatikan aneka ragam nyanyian, paduan suara harus melaksanakan tugasnya secara tepat untuk menopang partisipasi aktif umat beriman dalam menyanyi.106Semua yang ditentukan untuk paduan suara juga berlaku untuk para pelayan musik yang lain, khususnya organis.
104. Tepat sekali kalau
ada seorang solis atau seorang dirigen untuk memimpin dan menopang nyanyian
jemaat.Kalau tidak ada paduan suara, solislah yang harus memimpin
nyanyian-nyanyian dan jemaat hendaknya ambil bagian sebagaimana mestinya.107
105. Pelayan-pelayan
berikut juga melaksanakan tugas liturgis :
a. Koster, yang dengan cermat
mengatur buku-buku liturgis, busana liturgis, dan hal-hal lain yang diperlukan
untuk perayaan Misa.
b. Komentator yang, kalau diperlukan,
memberikan penjelasan dan petunjuk singkat kepada umat beriman, supaya mereka
lebih siap merayakan Ekaristi dan memahaminya dengan lebih baik.
Petunjuk-petunjuk itu harus disiapkan dengan baik, dirumuskan dengan singkat
dan jelas. Dalam menjalankan tugas itu komentator berdiri di depan umat, ditempat
yang kelihatan tetapi tidak di mimbar.
c. Petugas kolekte yang mengumpulkan uang
kolekte dalam gereja.
d. Penyambut jemaat yang menyambut umat
beriman pada pintu gereja dan mengantarkan mereka ke tempat duduk. Selain itu
mereka dapat mengatur perarakan-perarakan.
106. Terutama untuk
gereja-gereja katedral atau gereja-gereja yang besar dianjurkan agar ditunjuk
seorang pelayan yang mumpuni atau seorang caeremoniarius (pemandu
ibadat) untuk mempersiapkan perayaan liturgi dengan baik, membagikan tugas
kepada masing-masing pelayan dan mengatur pelaksanaan perayaan, sehingga
berlangsung dengan indah, rapih dan khidmat.
107. Semua tugas
liturgis yang tidak merupakan tugas khusus imam atau diakon dan tidak termasuk
dalam tugas-tugas yang disebut pada nomor 100-105 diatas, dapat dipercayakan
kepada kaum awam yang dipilih oleh pastor paroki.108 Penyerahan
tugas dapat dilaksanakan lewat pemberkatan liturgis atau penugasan sementara.
Semua petugas ini hendaknya mematuhi ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh
uskup untuk petugas-petugas yang melayani imam di altar.
IV.Pembagian
Tugas dan Persiapan Perayaan
108. Semua tugas
presidensial hendaknya dilaksanakan oleh imam selebran yang satu dan sama, kecuali
untuk bagian-bagian tertentu dalam misa yang dihadiri uskup (bdk. no. 92di
atas).
109. Jika ada beberapa
orang yang dapat menjalankan pelayanan yang sama, maka pelayanan atau tugasitu
dapat dibagi dia antara mereka, hingga masing-masing melakukan sebagian.
Misalnya, kalau beberapa diakon hadir, yang satu dapat bernyanyi, yang lain
membantu imam pada altar. Jika ada beberapa bacaan, lebih baiklah bacaan-bacaan
itu di bagikan diantara para lektor. Hal yang sama berlaku untuk pelayanan atau
tugas-tugas yang lain. Akan tetapi, tidaklah tepat bahwa satu unsur perayaan
dibagi-bagi antar beberapa pelayan, misalnya satu bacaan dibawakan oleh dua
lektor secara bergantian, kecuali kalau bacaan itu adalah Kisah Sengsara Tuhan.
110. Jika dalam Misa
umat hanya ada seorang pelayan, dapat merangkap beberapa tugas.
111. Setiap perayaan
liturgi harus disiapkan sungguh-sungguh dengan semangat kerjasama antara semua yang
terkait, dengan memperhatikan ketentuan buku-buku liturgismengenai ritus, segi
pastoral, dan musik. Persiapan itu dipimpin oleh pastor kepala yang hendaknya
mendengarkan juga suara umat beriman mengenai hal-hal yang langsung menyangkut
mereka. Tetapi imam yang memimpin perayaan tetap mempunyai hak untuk mengatur
hal-hal yang memang merupakan wewenangnya.
BAB IV
PELBAGAI BENTUK
PERAYAAN MISA
112. Dalam liturgi
Gereja partikular, yang tertinggi tingkatnya ialah Misa yang dipimpin oleh
uskup, didampingi oleh para imamnya, para diakon, dan pelayan-pelayan awam, 109
dengan partisipasi penuh dan aktif dari umat kudus Allah, sebab dalam perayaan
seperti ini Gereja terungkap secara amat jelas.
Dalam Misa yang
dipimpin oleh uskup, atau yang ia hadiri tetapi tidak memimpinnya, hendaknya
dipatuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam Caeremoniale
Episcoporum.110
113. Yang juga sangat
penting ialah Misa yang dirayakan bersama dengan umat, terutama umat paroki.
Sebab dalam Misa itu terwujudlah gereja universal pada tempat dan waktu
tertentu. Ini terutama berlaku bagi Misa paroki pada hari Minggu.111
114. Selanjutnya, di
antara Misa-misa yang dirayakan oleh kelompok-kelompok khusus, yang terpenting
ialah Misa konventual yang merupakan bagian dari Ibadat Harian; demikian pula
Misa komunitas dalam biara. Meskipun Misa-misa itu tidak mempunyai bentuk
khusus, namun sangat wajarlah bila Misa itu dirayakan dengan nyanyian, dan
terutama dilaksanakan dengan partisipasi penuh dari para warga komunitaas, entah
mereka biarawan entah kanunik. Dalam perayaan itu hendaknya masing-masing orang
melakukan tugas sesuai dengan tahbisan atau pelayanan yang telah diterimanya.
Dari sebab itu, seyogyanya semua imam ikut berkonselebrasi, 112
kecuali kalau mereka terikat kewajiban untuk memimpin Misa sendiri demi
kepentingan umat beriman. Akan tetapi, para imam anggota komunitas tetap boleh
berkonselebrasi dalam Misa konventual atau Misa komunitas, meskipun pada hari
yang sama mereka harus memimpin Misa demi kepentingan pastoral umat beriman.
Sebab sangat dianjurkan bahwa para imam yang hadir dalam perayaan Ekaristi, kecuali
kalau ada alasan yang masuk akal, seturut ketentuan melaksanakan tugas khusus
tarekat dan karenanya berpartisipasi sebagai konselebran, dengan mengenakan
busana liturgis.
I. MISA
UMAT
115. Misa umat ialah
Misa yang dirayakan dengan partisipasi umat beriman. Terutama pada hari-hari
Minggu dan hari-hari raya wajib, hendaknya Misa umat diselenggarakan dengan
nyanyian dan dengan pelayan-pelayan yang diperlukan.113 Namun Misa
umat dapat juga dilaksanakan tanpa nyanyian dan dengan hanya satu pelayan.
116. Kalau diakon hadir
dalam perayaan Misa, hendaknya ia melaksanakan tugas-tugas khasnya. Di samping
itu, sangat diharapkan bahwa seturut ketentuan, imam yang memimpin perayaan
Misa dibantu oleh akolit, lektor, dan penyanyi. Namun tata perayaan yang
diuraikan di bawah ini memungkinkan pula pengikutsertaan lebih banyak pelayan.
Hal-hal
yang Harus Disiapkan.
117. Altar harus
ditutup dengan sekurang-kurangnya satu helai kain altar berwarna putih. Pada
altar atau di dekatnya dipasang sekurang-kurangnya dua lilin bernyala; tetapi
boleh juga empat, bahkan enam, khususnya pada hari Minggu dan hari raya wajib.
Bila uskup diosesan memimpin Misa di keuskupannya, dipasang tujuh lilin. Di
samping itu, hendaknya ada sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib yang
dipajang pada altar atau di dekatnya. Boleh juga lilin dan salib yang dihias
dengan sosok Kristus tersalib itu dibawa dalam perarakan masuk. Kitab Injil (Evangeliarium), bukan Buku Bacaan Misa (Lectionarium), dapat diletakkan pada
altar, kecuali kalau kitab itu dibawa dalam perarakan masuk.
118. Begitu pula
hendaknya disiapkan:
a. di tempat duduk
imam: Misale dan, bila diperlukan, buku nyanyian;
b. di mimbar: Buku
Bacaan Misa (Lectionarium);
c. di meja samping: (1)
piala, korporale, purifikatorium dan bila diperlukan, palla; (2) patena dan, kalau
diperlukan sibori-sibori ; (3) hosti untuk komuni imam selebran, diakon, para
pelayan, dan umat; (4) ampul berisi air dan ampul berisi anggur, kecuali kalau
barang-barang ini diantarkan oleh umat waktu perarakan persembahan; (5) bejana
air suci, kalau ada pemberkatan dan perecikan dengan air suci; (6) patena untuk
komuni umat; (7) perlengkapan untuk membasuh tangan.
Sangat dianjurkan agar
piala ditutup dengan kain; warnanya dapat putih atau sesuai dengan warna
liturgi hari yang bersangkutan.
119. Di sakristi
hendaknya disiapkan busana liturgis (bdk. no. 337-341) untuk imam, diakon, dan
pelayan-pelayan lain sesuai dengan bentuk perayaan :
a. untuk imam: alba, stola,
dan kasula;
b. untuk diakon: albam
stola, dan dalmatik. Namun dalmatik juga dapat ditiadakan, jika tidak
diperlukan atau jika perayaannya tidak begitu meriah;
c. untuk pelayan lainnya:
alba atau busana lain yang sudah disahkan.114
Semua petugas yang
memakai alba, juga menggunakan singel dan amik, kecuali kalau bentuk alba tidak
memerlukannya.
Kalau ada perarakan
masuk, hal-hal berikut juga perlu disiapkan: (1) Kitab Injil (Evangeliarium) ; (2) pada hari Minggu
dan hari raya: pedupaan dan wadah dupa (kalau dipakai pedupaan); (3) salib dan
lilin bernyala untuk dibawa dalam perarakan.
A. Misa
Umat Tanpa Diakon
Ritus
Pembuka
120. Setelah jemaat
berkumpul, imam dan para pelayan, dengan mengenakan busana liturgis
masing-masing, berarak menuju altar. Urutannya sebagai berikut :
a. Pelayan yang membawa
pedupaan berasap, bila dipakai dupa.
b. Pelayan-pelayan yang
membawa lilin bernyala, mengapit akolit atau pelayan lain yang membawa salib.
c. Para akolit dan
pelayan-pelayan yang lain.
d. Lektor; dapat membawa
Kitab Injil (Evangeliarium), bukan
Buku Bacaan Misa(Lectionarium) yang sedikit
diangkat.
e. Imam yang memimpin
perayaan Misa.
Kalau dipakai dupa, sebelum
perarakan mulai, imam membubuhkan dupa ke dalam pedupaan dan memberkatinya
dengan tanda salib tanpa mengatakan apa-apa.
121. Pada waktu
perarakan menuju altar, dilagukan nyanyian pembuka (bdk. no. 47-48)
122. Setibanya di depan
altar, imam dan para pelayan membungkuk khidmat.
Kalau dalam perarakan
ini dibawa salib, maka salib itu dipajang di dekat altar sehingga berfungsi
sebagai salib altar, dan hanya salib itulah yang harus digunakan; kalau ada
salib lain, lebih baik salib perarakan ini dipajang di tempat lain (diluar
panti imam). Lilin-lilin yang dibawa oleh para pelayan, ditempatkan di dekat
altar.
123. Imam menuju altar
dan menciumnya sebagai tanda penghormatan. Kalau dianggap perlu, imam lalu
mendupai salib dan berkeliling mendupai altar.
124. Kemudian, imam
pergi ke tempat duduk. Semua tetap berdiri, dan bila nyanyian pembuka selesai, imam
bersama dengan seluruh umat membuat tanda salib sementara imam berkata: Dalam (Demi) nama Bapa, dan Putra, dan Roh
Kudus, dan umat menjawab: Amin
Lalu imam memberi salam
kepada umat. Ia menghadap ke arah umat, membuka tangan dan mengucapkan salah
satu rumus salam yang tersedia. Kemudian imam atau seorang pelayan lain dapat
menyampaikan kata pengantar amat singkat tentang Misa yang dirayakannya.
125. Kemudian menyusul
pernyataan tobat. Sesudah itu, dilagukan atau diucapkan Tuhan Kasihanilah sesuai dengan petunjuk rubrik (bdk. no. 52).
126. Seturut ketentuan,
kemudian dilagukan atau diucapkan Kemuliaan
(bdk. no. 53).
127. Lalu, sambil
membuka tangan imam mengajak umat: Marilah
kita berdoa, lalu langsung mengatupkan tangan. Semua hadirin bersama dengan
imam berdoa sejenak dalam hati. Setelah itu imam merentangkan tangan dan
membawakan doa pembuka (kolekta), yang ditutup oleh umat dengan seruan: Amin.
Liturgi
sabda
128. Sesudah doa
pembuka (kolekta), semua duduk. Imam dapat menyampaikan pengantar amat singkat
agar umat mendengarkan sabda Tuhan dengan baik. Kemudian, lektor pergi ke
mimbar dan mewartakan bacaan pertama dari Buku Bacaan Misa yang sudah tersedia
di sana sejak sebelum misa. Umat mendengarkannya. Sesudah bacaan, lektor
berseru: Demikianlah sabda Tuhan, dan umat menjawab dengan seruan: Syukur
kepada Allah.
Tepat sekali bila
sesudah bacaan diadakan saat hening sejenak, supaya umat dapat merenungkan
sebentar apa yang telah mereka dengar.
129. Sesudah bacaan, pemazmur
atau lektor sendiri membawakan ayat-ayat mazmur tanggapan. Umat menanggapi
dengan menyerukan / melagukan ulangan.
130. Kalau sebelum
Injil masih ada bacaan kedua, lektor mewartakannya dari mimbar. Umat
mendengarkannya dan, sesudah bacaan, memberi tanggapan dengan seruan seperti di
atas (no. 128). Tepat sekali bila sesudah bacaan diadakan saat hening sejenak.
131. Kemudian, semua
berdiri dan melagukan bait pengantar Injil dengan atau tanpa alleluya sesuai
dengan masa liturgi (bdk. no. 62-64).
132.Selama dilagukan
bait pengantar Injil, jika dipakai dupa, imam mengisi pedupaan dan
memberkatinya. Kemudian, imam mangatupkan tangan, membungkuk khidmat ke arah
altar sambil berdoa dalam hati: Sucikanlah hati dan budiku…
133. Jika Kitab Injil
terletak di atas altar, sekarang imam mengambilnya dan membawanya ke mimbar, dengan
sedikit diangkat. Waktu pergi ke mimbar imam didahului oleh putra altar yang
dapat membawa pedupaan dan lilin bernyala. Semua yang hadir menghadap ke arah
mimbar, dan dengan demikian menunjukkan penghormatan khusus kepada Injil
Kristus.
134. Di mimbar itu, imam
membuka Kitab Injil dan sambil membuka tangan berkata: Tuhan sertamu, lalu
mengatupkan tangan. Umat menjawab: Dan sertamu juga. Kemudian imam
berkata: Inilah Injil Yesus Kristus…Dengan ibu jari imam membuat tanda
salib pada Injil yang akan diwartakan, lalu pada dahi, mulut, dan dadanya. Hal
yang sama juga dilakukan oleh umat. Umat menyerukan aklamasi: Dimuliakanlah
Tuhan. Bila dipakai dupa (bdk. no. 277-278), imam mendupai Kitab Injil.
Sesudah itu imam mewartakan Injil, dan sesudah pewartaan, ia melagukan atau
menyerukan aklamasi: Demikianlah sabda Tuhan, yang dijawab umat dengan
seruan: Terpujilah Kristus. Sesudah
itu imam mencium Kitab Injil sambil berdoa dalam hati: Ya Tuhan, karena
pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami.
135. Kalau tidak ada
lektor, imam sendiri membawakan dari mimbar semua bacaan, dan jika perlu juga
mazmur tanggapan serta bait pengantar Injil. Kalau dipakai dupa, dimimbar pula
ia mengisi pedupaan dan memberkatinya lalu berdoa: Sucikanlah hati dan
budiku…sambil membungkuk khidmat.
136. Sambil berdiri di
dekat tempat duduk atau di mimbar atau kalau dianggap baik, ditempat lain yang
serasi, imam menyampaikan homili. Sesudah homili, dapat dilaksanakan saat
hening sejenak.
137. Syahadat dilagukan
atau didaras oleh imam bersama-sama dengan umat (bdk. no. 68) sambil berdiri.
Pada kata-kata Ia dikandung dari Roh Kudus…menjadi manusia seluruh
umat membungkuk khidmat; tetapi pada hari Raya Kabar Sukacita dan pada Hari
Raya Natal semua berlutut.
138. Kemudian menyusul
doa umat yang dipimpin oleh imam dari tempat duduknya. Dengan tangan terkatup, imam
mengajak umat mengambil bagian didalamnya. Ujud-ujud doa umat dimaklumkan oleh
diakon, solis, lektor atau pelayan yang lain, dari mimbar atau dari tempat lain
yang cocok. Umat berpartisipasi dalam doa yang aklamasi sesudah tiap-tiap ujud.
Sambil merentangkan tangan, imam mengakhiri rangkaian ujud-ujud itu dengan doa.
Liturgi
Ekaristi
139. Setelah doa umat
selesai, semua duduk dan kalau ada perarakan persembahan, nyanyian persiapan
persembahan dimulai (bdk. no. 74).
Akolit atau pelayan
awam lain menata korporale, purifikatorium, piala, palla dan Misale pada altar.
140. Dianjurkan agar umat beriman berpartisipasi dalam persiapan
persembahan dengan mengantar roti dan anggur untuk perayaan Ekaristi dan
persembahan lain untuk keperluan Gereja dan orang-orang miskin. Bahan
persembahan umat beriman diterima oleh imam dibantu akolit atau pelayan-pelayan
lain. Roti dan anggur untuk Ekaristi diterima oleh imam selebran lalu
diletakkan pada altar, sedangkan bahan persembahan lain diletakkan di tempat
yang cocok (bdk. no. 73).
141. Di altar, imam
menerima patena dengan roti dari pelayan yang membantunya, lalu dengan kedua
belah tangan mengangkatnya sedikit diatas altar sambil mengucapkan dalam hati
doa: Terpujilah Engkau. Setelah itu patena dengan roti diletakkan diatas
korporale.
142. Kemudian, imam
pergi ke sisi altar. Putra altar menyampaikan ampul berisi anggur, lalu imam
menuangkan anggur ke dalam piala. Kemudian putra altar menyampaikan ampul
berisi air, lalu imam menuangkan sedikit air ke dalam piala sambil berkata
dalam hati: sebagaimana dilambangkan….Setelah kembali ke tengah dengan
kedua tangan imam mengambil piala, mengangkatnya sedikit di atas altar sambil
berdoa dengan suara lembut: Terpujilah Engkau. Lalu piala diletakkan di
atas korporale, dan bila dianggap perlu ditutup dengan palla.115
Tetapi, kalau tidak ada
nyanyian persiapan persembahan, dan alat musik pun tidak dimainkan, waktu
mengangkat roti dan anggur imam boleh mengucapkan rumus Terpujilah Engkau dengan suara lantang, dan umat menanggapinya
dengan aklamasi: Terpujilah Allahselama-lamanya.
143. Setelah piala
diletakkan di atas altar, imam membungkuk khidmat dan berdoa dalam hati: Dengan
rendah hati dan tulus, ……
144. Bila dipakai dupa,
imam lalu mengisi pedupaan, dan mendupai bahan persembahan, salib, dan altar.
Kemudian, seorang pelayan mendupai imam dari sisi altar. Akhirnya pelayan yang
sama mendupai umat.
145. Sesudah doa Dengan rendah hati dan tulus…..atau
sesudah pendupaan, imam membasuh tangan pada sisi altar. Waktu air dituangkan
atas tangannya oleh seorang pelayan, imam berdoa dalam hati Ya Tuhan, bersihkanlah.
146. Kemudian imam
kembali ketengah, dan menghadap kearah umat. Sambil membuka tangan ia mengajak
umat berdoa: Berdoalah, saudara-saudara… Umat berdiri dan menanggapi
ajakan imam dengan berdoa: Semoga persembahan ini. Sesudah itusambil
merentangkan tangan imam membawakan doa persiapan persembahan yang ditutup oleh
umat dengan seruan Amin.
147.Kemudian imam
membuka Doa Syukur Agung. Sesuai petunjuk rubrik, imam memilih salah satu Doa
Syukur Agung yang terdapat dalam Misale Romawi, atau yang disahkan oleh Takhta
Suci. Sedari hakikatnya, Doa Syukur Agung dibawakan hanya oleh imam, berkat
kuasa tahbisan yang ia terima. Umat memadukan diri dengan imam lewat iman dan
doa batin, serta lewat bagian-bagian Doa Syukur Agung yang ditentukan bagi
mereka. Bagian-bagian ini meliputi jawaban-jawaban dalam dialog pembuka prefasi,
Kudus, aklamasi anamnesis, Aklamasi Amin
meriah pada akhir doksologi penutup, juga lewat aklamasi-aklamasi lain
yangdisahkan oleh Konferensi Uskup dan diketahui oleh Takhta Suci.
Sangatlah tepat kalau
imam melagukan bagian-bagian Doa Syukur Agung yang dilengkapi dengan lagu.
148.Sambil membuka
tangan imam memulai Doa Syukur Agung dengan bernyanyi atau berkata: Tuhan sertamu.Umat menjawab: Dan
sertamu juga. Selanjutnya waktu mengucapkan Arahkanlah hatimu…imam
mengangkat tangan. Umat menjawab: Sudah kami arahkan. Kemudian sambil
merentangkan tangan imam melanjutkan: Marilah
bersyukur ….Umat menjawab: Sudah
layak dan sepantasnya. Kemudian sambil tetap merentangkan tangan imam
membawakan prefasi. Pada akhir prefasi imam mengatupkan tangan lalu bersama
dengan semua yang hadir melagukan atau mengucapkan Sanctus (Kudus) (bdk.
no. 79b).
149.Imam melanjutkan
Doa Syukur Agung dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat pada
masing-masing Doa Syukur Agung.
Bila seorang uskup
memimpin perayaan Ekaristi di wilayah keuskupannya, sesudah kata-kata Bapa
Suci…atau yang senada, ia menambahkan: Saya, hamba-Mu yang hina ini. Tetapi,
kalau ia memimpin perayaan Ekaristi diluar keuskupannya, sesudah kata-kata Bapa
Suci…atau yang senada, ia menambahkan saya, hamba-Mu yang hina ini, dan
saudara saya…, uskup Gereja…ini.
Dalam setiap perayaan
Ekaristi, uskup diosesan atau pejabat Gereja yang menurut hukum sederajat
dengannya harus disebut sebagai berikut: Bapa Suci.., uskup kami… (atau
Vikaris, Prelat, Prefek, Abbas kami…).
Dalam Doa Syukur Agung
boleh juga disebut uskup koajutor dan uskup pembantu, tetapi tidak uskup luar
keuskupan yang kebetulan hadir dalam perayaan Ekaristi. Kalau harus disebut
beberapa nama, penyebutannya dilakukan secara kolektif: Uskup kami…dan para
uskup pembantunya.
Semua rumusan itu
hendaknya digubah dengan saksama supaya cocok untuk masing-masing Doa Syukur
Agung.
150. Bila dianggap
perlu, sesaat sebelum konsekrasi, putra altar dapat membunyikan bel sebagai tanda bagi umat. Demikian pula sesuai
dengan kebiasaan setempat, pelayan dapat membunyikan bel pada saat hosti dan
piala diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing. Kalau dipakai
pedupaan seorang pelayan mendupai roti/piala pada saat diperlihatkan kepada
umat sesudah konsekrasi masing-masing.
151.Sesudah konsekrari,
setelah imam berkata Agunglah misteri iman kita, umat melagukan atau
melambungkan salah satu aklamasi anamnesis yang dipilih dari rumus-rumus yang
tersedia.
Pada akhir Doa Syukur
Agung, imam mengambil piala dan patena dengan hosti diatasnya dan mengangkatnya
sambil melagukan atau mengucapkan doksologi Dengan pengantaraan Kristus, Umat
menanggapi doksologi ini dengan aklamasi Amin. Kemudian imam meletakkan
piala dan patena diatas korporale.
152. Sesudah Doa Syukur
Agung selesai, dengan tangan terkatup imam mengucapkan pengantar doa Bapa Kami. Kemudian, sambil merentangkan
tangan imam melambungkan doa Bapa Kami bersama
dengan umat.
153. Sesudah Bapa
kami, sambil merentangkan tangan, imam membawakan embolisme sendirian.
Umat menanggapinya dengan aklamasi Sebab Engkaulah raja.
154. Kemudian, sambil
merentangkan tangan, dengan suara lantang imam mengucapkan doa Tuhan Yesus
Kristus bersabda …… Sesudah itu, imam menghadap ke arah umat, dan
mengucapkan salam-damai. (Semoga) Damai Tuhan....., sambil membuka
tangan, lalu mengatupkannya lagi. Umat menjawab: Sekarang dan selama-lamanya.
Kemudian, kalau perlu, imam menambahkan: Marilah kita saling menyampaikan
salam-damai.
Imam dapat memberikan
salam-damai kepada para pelayan, tetapi tidak meninggalkan panti imam, sehingga
jalannya perayaan tidak terganggu. Demikian juga kalau, karena alasan yang kuat,
ia ingin memberikan salam-damai kepada beberapa anggota jemaat. Pada saat yang
sama, sesuai dengan keputusan Konferensi Uskup, semua saling menyatakan
salam-damai, persekutuan, dan kasih. Sementara menyampaikan salam-damai, umat
berkata Damai Tuhan, dan dijawab Amin
155. Kemudian, imam
mengambil hosti kudus, memecah-mecahnya diatas patena, dan memasukkan sepotong
kecil di dalam piala sambil berdoa dalam hati: Semoga Tubuh dan Darah…...Sementara
itu, paduan suara dan seluruh umat melagukan Anakdomba Allah (bdk. no. 83).
156. Lalu, sambil
mengatupkan tangan, imam berdoa dalam hati: Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah
yang hidup…..atau: Ya Tuhan Yesus Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu…..
157. Sesudah doa itu
imam berlutut, lalu mengambil hosti kudus, mengangkatnya sedikit di atas patena
atau di atas piala, dan sambil menghadap ke arah umat ia berkata: Inilah
AnakdombaAllah….Bersama dengan umat ia lalu melanjutkan: Ya Tuhan, saya
tidak pantas….
158. Sambil menghadap
ke arah altar imam lalu berdoa dalam hati: Semoga TubuhKristus selalu
melindungi aku, dan dengan khidmat ia menyambut Tubuh Kristus. Kemudian ia
mengambil piala, berdoa dalam hati: Semoga Darah Kristus selalu melindungi
aku, dan dengan khidmat menyambut Darah Kristus.
159. Ketika imam
menyambut Tubuh Kristus, dimulailah nyanyian komuni (bdk. no. 86).
160. Sesudah itu imam
menganbil patena atau sibori dan menuju tempat umat akan menyambut Tubuh (dan
Darah) Kristus.
Umat tidak
diperkenankan mengambil sendiri roti kudus atau piala, apalagi saling memberikannya
antarmereka. Umat menyambut entah sambil berlutut entah sambil berdiri, sesuai
ketentuan Konferensi Uskup. Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan
agar sebelum menyambut Tubuh (dan Darah) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat
yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah-kaidah mengenai komuni.
161. Kalau komuni
dibagikan hanya dalam rupa roti, imam mengangkat sedikit dan menunjukkan hosti
kepada masing-masing orang yang menyambut sambil berkata: Tubuh Kristus.
Masing-masing orang menjawab: Amin, lalu
menyambutnya entah dengan lidah entah dengan tangan. Begitu diterima, hosti
hendaknya langsung dimakan.
Kalau komuni
diterimakan dalam rupa roti dan anggur, hendaknya diperhatikan
petunjuk-petunjuk di bawah (bdk. no. 284-287).
162. Imam-imam lain
yang kebetulan hadir dalam perayaan Ekaristi dapat membantu melayani komuni
umat. Kalau imam-imam seperti itu tidak ada, padahal jumlah umat yang menyambut
besar sekali, imam dapat memanggil pelayan komuni
tak-lazim untuk membantu, yakni: akolit yang dilantik secara liturgis
atau juga anggota jemaat yang sudah dilantik secara liturgis untuk tugas ini.116Dalam
keadaan darurat, imam dapat menugaskan anggota jemaat yang pantas hanya untuk
kesempatan yang bersangkutan.
Pelayan-pelayan seperti ini hendaknya tidak menghampiri altar
sebelum imam menyambut Tubuh dan Darah Tuhan. Mereka selalu menerima dari
tangan imam bejana kudus yang berisi Tubuh atau Darah Kristus untuk dibagikan
kepada umat beriman.
163. Sesudah pelayan
komuni selesai, imam kembali ke altar. Kalau kebetulan anggur kudus masih
tersisa, imam langsung meminumnya sampai habis. Tetapi, kalau hosti kudus masih
tersisa, imam dapat memakannya atau menyimpannya dalam tabernakel.
Imam kembali ke altar
dan mengumpulkan remah-remah hosti, kalau ada, lalu pergi ke sisi altar atau ke
meja-samping dan membersihkan patena atau sibori di atas piala. Akhirnya, imam
membersihkan piala sambil berdoa dalam hati: Ya Tuhan, semoga anugerah-Mu
yang tadi kamisambut…., dan mengeringkannya dengan purifikatorium. Kalau
bejana-bejana dibersihkan di altar, maka kemudian dibawa oleh putra altar ke
meja samping. Tetapi boleh juga bejana-bejana itu, terutama kalau jumlahnya
banyak, dibiarkan di altar atau di meja-samping; semua ditutup rapi dan
diletakkan di atas korporale. Baru sesudah Misa, bila umat sudah pulang, bejana-bejana
itu dibersihkan oleh akolit.
164. Setelah
bejana-bejana dibersihkan, imam pergi ke tempat duduk, dan diadakan saat hening
selama beberapa saat atau dilambungkan mazmur, madah, atau kidung pujian lain (bdk.
no. 88).
165. Kemudian, sambil
berdiri di depan tempat duduk atau di belakang altar, imam menghadap ke arah
umat dan sambil membuka tangan berkata: Marilah kita berdoa, lalu
mengatupkan tangan. Semua berdoa sejenak dalam hati, kecuali kalau saat hening
sudah dilaksanakan langsung sesudah komuni. Lalu, sambil merentangkan tangan
imam mengucapkan doa komuni, dan, pada akhir doa, umat menyerukan aklamasi Amin.
Ritus
Penutup
166. Pengumuman untuk
umat, kalau ada, dibacakan sesudah doa komuni.
167. Kemudian sambil
membuka tangan imam memberi salam kepada umat: Tuhan sertamu, dan umat
menjawab: Dan sertamu juga. Imam kembali mengatupkan tangan, lalu
langsung menempelkan tangan kiri pada dada, mengangkat tangan kanan dan berkata:
Semoga saudara sekalian diberkati oleh Allah yang mahakuasa, dan sambil memberkati umat ia meneruskan: Bapa,
dan Putra dan Roh Kudus. Umat menjawab: Amin.
Pada hari dan
kesempatan tertentu rumus berkat itu didahului oleh rumus berkat meriah atau
doa untuk jemaat sebagaimana terdapat dalam Lampiran Misale atau pada rumus
Misa yang bersangkutan.
Seorang uskup memberkati umat dengan rumus khusus sambil membuat tiga kali tanda salib atas umat.
Seorang uskup memberkati umat dengan rumus khusus sambil membuat tiga kali tanda salib atas umat.
168. Langsung sesudah
berkat, imam mengatupkan tangan dan berkata: Perayaan Ekaristi sudah
selesai. Umat menjawab: Syukur kepada Allah. Kemudian imam
melanjutkan: Pergilah! Saudara diutus, dan umat menjawab: Amin.
169. Akhirnya sesuai
ketentuan imam menghormati altar dengan menciumnya dan setelah membungkuk
khidmat bersama para pelayan awam, ia meninggalkan ruang ibadat.
170. Kalau langsung
sesudah Misa diadakan perayaan liturgi lain, maka Ritus penutup, yaitu salam, berkat,
dan pengutusan umat ditiadakan.
B. Misa
Umat dengan Diakon
171. Kalau diakon
membantu dalam perayaan Ekaristi hendaknya ia mengenakan busana liturgis diakon
dan melaksanakan tugasnya sebagai berikut:
a. membantu dan
mendampingi imam;
b. membantu di altar:
melayani piala dan Misale;
c. memaklumkan injil dan
dengan arahan dari imam, menyampaikan homili (bdk. no. 66)
d. memandu umat beriman
dengan petunjuk-petujuk yang jelas dan memaklumkan ujud-ujud doa umat;
e. membantu imam
membagikan Tubuh dan Darah Kristus, dan membersihkan serta merapikan kembali
bejana-bejana kudus;
f. mengambil alih tugas
pelayan-pelayan lain, kalau mereka berhalangan.
Ritus
Pembuka
172. Dalam perarakan
masuk, sambil membawa Kitab Injil (Evangeliarium) yang sedikit diangkat,
diakon berjalan di depan imam atau disampingnya.
173. Setibanya didepan
altar, kalau membawa Kitab Injil, diakon tidak ikut memberi penghormatan tetapi
langsung ke altar untuk menempatkan Kitab Injil diatas altar. Sesudah itu, bersama
dengan imam, ia mencium altar.
Akan tetapi, kalau
tidak membawa Kitab Injil, diakon membungkuk khidmat ke arah altar bersama imam,
dan bersama dia pula mencium altar.
Bila dalam perayaan
Ekaristi ini dipakai dupa, maka diakon membantu imam mengisi pedupaan dan
mendampinginya mendupai salib serta altar.
174. Sesudah itu, bersama
dengan imam diakon menuju tempat duduk. Ia duduk disamping imam dan membantu
dia, kalau diperlukan.
Liturgi
Sabda
175. Kalau dalam
perayaan Ekaristi dipakai dupa, waktu bait pengantar Injil dilagukan, diakon
membantu imam mengisi pedupaan. Kemudian ia membungkuk khidmat di depan imam
dan meminta berkat dengan kata-kata: Bapa, mohon berkat. Imam
memberkatinya sambil berkata: Semoga Tuhan menyertai saudara…Diakon
membuat tanda salib dan menjawab: Amin. Sesudah itu diakon membungkuk ke
arah altar, mengambil Kitab Injil dari altar, lalu pergi ke mimbar sambil
membawa Kitab Injil yang sedikit diangkat. Para putra altar yang membawa
pedupaan serta lilin bernyala berjalan di depan diakon. Sesampainya di mimbar, diakon,
sambil membuka tangan memberi salam kepada umat sambil berkata: Tuhan
sertamu. Kemudian sambil berkata: Inilah Injil Yesus Kristus …., diakon
membuat tanda salib dengan ibu jari pada Injil yang akan diwartakan, lalu pada
dahi, mulut dan dadanya. Lalu ia mendupai Kitab Injil dan mewartakan Injil.
Sesudah pembacaan, diakon menyerukan aklamasi Demikianlah sabda Tuhan, dan
semua menjawab: Terpujilah Kristus. Lalu ia mencium Kitab Injil sambil
berkata dalam hati Tuhan, karena pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami.
Kemudian ia kembali ketempat duduk di samping imam selebran.
Kalau yang memimpin
Ekaristi seorang uskup, diakon membawa Kitab Injil kepadanya untuk dicium, atau
diakon sendiri menciumnya sambil berkata dalam hati: Tuhan, karena pewartaan
Injil ini, hapuskanlah dosa kami. Dalam perayaan meriah, kalau dianggap
baik, uskup dapat memberkati umat dengan Kitab Injil.
Akhirnya, diakon
membawa Kitab Injil ke meja samping atau ke tempat lain yang anggun dan serasi.
176. Kalau lektor yang
terampil dan terlantik tidak hadir, diakon dapat juga membawakan bacaan-bacaan sebelum
Injil.
177. Sesudah doa umat
dibuka oleh imam, diakon membawakan ujud-ujud doa umat dari mimbar, sesuai
dengan ketentuan.
Liturgi Ekaristi
178. Sesudah doa umat
selesai, waktu persiapan persembahan, imam tetap duduk di kursinya. Diakon
menyiapkan altar dibantu oleh akolit; tetapi pengaturan bejana-bejana kudus
dilaksanakan oleh diakon sendiri. Waktu imam menerima bahan persembahan umat, diakon
juga membantunya. Kemudian ia menyerahkan kepada imam patena dengan roti yang
akan dikonsekrasikan. Sesudah itu diakon menuangkan anggur dan sedikit air ke
dalam piala, sambil berkata dalam hati: Sebagaimana dilambangkan…, lalu
menyerahkannya kepada imam. Namun dapat juga diakon menyiapkan piala, yaitu
mengisinya dengan anggur dan air, pada meja samping. Bila dipakai dupa, diakon
mendampingi imam waktu mendupai bahan persembahan, salib dan altar. Kemudian ia
atau akolit mendupai imam dan umat.
179. Selama Doa Syukur Agung diakon berdiri di samping imam,
sedikit dibelakangnya, sehingga kalau perlu ia dapat membantu melayani piala
dan Misale.
Mulai
dari epiklesis sampai saat imam memperlihatkan piala kepada umat sesudah
konsekrasi, seturut ketentuan, diakon berlutut. Kalau ada beberapa
diakon, pada saat konsekrasi, salah satu dapat mengisi pedupaan dan mendupai hosti
serta piala pada saat diperlihatkan kepada umat.
180. Waktu doksologi
pada akhir Doa Syukur Agung diakon berdiri
disamping imam. Ia mengangkat piala, sementara imam mengangkat patena dengan
hosti, sampai umat selesai melambungkan aklamasi Amin meriah.
181. Sesudah salam
damai: (Semoga) Damai Tuhan kita Yesus Kristus…yang dijawab umat: Sekarang
dan selama-lamanya, diakon dapat mengajak umat untuk saling memberi salam
damai. Ia menghadap ke arah umat dan dengan tangan terkatup berkata: Marilah
kita saling memberikan salam damai. Diakon menerima salam damai dari imam
dan dapat meneruskannya kepada pelayan-pelayan lain yang ada di dekatnya.
182. Sesudah imam
menyambut Tubuh dan Darah Kristus, diakon menyambut Tubuh dan Darah Kristus
dari tangan imam sendiri. Setelah itu diakon membantu imam melayani komuni
untuk umat. Kalau umat menyambut Tubuh dan Darah Kristus, maka diakon melayani
komuni Darah Kristus, dan begitu komuni selesai dengan hormat diakon
menghabiskan Darah Kristus yang tersisa. Dalam hal ini, ia dapat dibantu oleh
diakon dan imam-imam lain.
183. Sesudah umat
menyambut Tubuh (dan Darah) Kristus, diakon dan imam kembali ke altar. Diakon
mengumpulkan remah-remah hosti yang masih tersisa. Lalu ia membawa piala dan
bejana-bejana kudus lainnya ke meja samping. Disana, ia membersihkan
bejana-bejana kudus iu dan merapikannya kembali seperti biasa. Sementara itu
imam pergi ke tempat duduknya. Boleh juga bejana-bejana yang harus dibersihkan
itu ditinggalkan di meja samping diatas korporale, ditutup dengan sehelai kain.
Baru sesudah Misa selesai, semua itu dibersihkan oleh diakon.
Ritus
Penutup
184. Sesudah doa komuni,
diakon membacakan pengumuman-pengumuman singkatuntuk umat, kecuali kalau imam
sendiri ingin melakukan hal itu.
185. Kalau digunakan rumus
berkat meriah atau doa untuk jemaat, lebih dulu diakon berkata kepada umat: Membungkuklah untuk menerima berkat. Sesudah imam
memberikan berkat, diakon menghadap ke arah umat dan, sambil mengatupkan tangan,
berkata: perayaan Ekaristi sudah selesai. Umat menjawab: Syukur
kepada Allah. Kemudian, diakon mengutus umat dengan berkata: Pergilah! Saudara diutus. Dan umat menjawab: Amin.
186. Kemudian, bersama
dengan imam, diakon menghormati altar dengan menciumnya. Sesudah itu, diakon
dan imam membungkuk khidmat, lalu mereka berarak meninggalkan ruang ibadat
dengan urutan seperti waktu berarak masuk.
C.
Tugas Akolit
187. Tugas akolit
beraneka ragam; bisa terjadi bahwa beberapa dari antaranya harus dilaksanakan
pada saat yang sama. Maka baiklah tugas-tugas itu dibagikan diantara sejumlah
akolit. Tetapi, kalau hanya ada satu akolit, maka tugas pelayanan yang paling
penting harus dia laksanakan sendiri, sedangkan tugas-tugas lain diserahkan
kepada beberapa pelayan lain.
Ritus
Pembuka
188. Dalam perarakan
masuk menuju altar, akolit dapat membawa salib, diapit dua pelayan yang membawa
lilin bernyala. Sesampai di altar, ia memajang salib di dekat altar sedemikian
rupa sehingga salib itu menjadi salib altar; kalau tidak, ia memajang salib di
tempat lain yang pantas. Kemudian ia pergi ke tempat duduknya di panti imam.
189. Selama seluruh
perayaan, akolit harus siap melayani imam atau diakon, kapan pun diperlukan, yakni
memegang buku atau membantu mereka dalam hal-hal lain yang diperlukan. Karena
itu, akolit sebaiknya mengambil tempat yang memungkinkan ia dengan lancar
melayani imam / diakon baik waktu mereka ada di tempat duduk maupun waktu ada
di altar.
Liturgi Ekaristi
190. Bila tidak ada
diakon, sesudah doa umat akolit mengatur korporale, purifikatorium, piala, dan
Misale di atas altar, sementara imam tetap duduk di tempatnya. Lalu, kalau
perlu, ia membantu imam menerima bahan persembahan umat dan membawa roti serta
anggur ke altar untuk diserahkan kepada imam. Kalau diadakan pendupaan, akolit
membuka pedupaan bagi imam dan mendampingi dia ketika mendupai bahan
persembahan, salib, dan altar. Kemudian, akolit mendupai imam dan umat.
191. Kalau perlu, selaku
pelayan tak-lazim, akolit
yang dilantik secara liturgis dapat membantu imam melayani komuni untuk
umat.118Bilamana komuni dilaksanakan dalam dua rupa, akolit
menyerahkan piala kepada masing-masing penyambut, atau memegang piala kalau
komuni-dua-rupa itu dilakukan dengan mencelupkan roti ke dalam piala.
192. Seusai komuni, akolit
membantu imam atau diakon membersihkan serta merapikan kembali piala, patena, dan
bejana-bejana kudus lainnya. Akan tetapi, kalau tidak ada diakon, ia membawa
bejana itu ke meja-samping dan membersihkan serta menatanya kembali di situ.
193. Sesudah perayaan
Misa selesai, akolit dan para pelayan lain kembali ke sakristi bersama diakon
dan imam; mereka berarak dengan urutan seperti waktu berarak masuk.
D. Tugas
Lektor
Ritus Pembuka
194. Dalam perarakan
menuju altar, bila tidak ada diakon, lektor dapat membawa Kitab Injil (Evangeliarium)
yang sedikit diangkat. Dalam hal seperti ini, lektor berjalan didepan imam;
kalau tidak membawa Kitab Injil, ia berjalan bersama para pelayan yang lain.
195. Sesampai di depan
altar, lektor membungkuk khidmat bersama para pelayan yang lain. Seorang lektor
yang membawa Kitab Injil langsung menuju altar dan meletakkan Kitab Injil di
atasnya. Lalu ia pergi ke tempat duduknya di panti imam bersama para pelayan
yang lain.
Liturgi
Sabda
196. Lektor memaklumkan
bacaan-bacaan sebelum Injil dari mimbar. Kalau tidak ada pemazmur, lektor boleh
juga membawakan mazmur tanggapan sesudah saat hening yang menyusul bacaan
pertama.
197. Kalau tidak ada
diakon, lektor boleh membawakan ujud-ujud doa umat, sesudah imam membukanya.
198. Kalau tidak ada
nyanyian pembuka dan nyanyian komuni, lektor dapat membawakan antifon pembuka
dan antifon komuni yang tertera dalam Misale pada saat yang sesuai, kecuali
kalau antifon-antifon itu didaras oleh umat (bdk. no. 48, 87).
II.
MISA KONSELEBRASI
199. Konselebrasi
mengungkapkan dengan tepat kesatuan imamat, kesatuan kurban, dan kesatuan
seluruh umat Allah. Tata liturgi sendiri menetapkan agar Misa konselebrasi
dilaksanakan pada tahbisan uskup dan tahbisan imam, pada pemberkatan abas, dan
pada Misa Krisma, Selain itu, asal saja kesejahteraan umat beriman tidak
dirugikan, Misa konselebrasi dianjurkan pada kesempatan-kesempatan berikut :
a. pada Misa sore
mengenang perjamuan malam Tuhan pada Kamis Putih;
b. pada Misa selama
konsili, sidang para uskup, dan sinode;
c. pada Misa konventual
dan Misa utama di gereja-gereja serta kapel;
d. pada Misa selama
pertemuan para imam, baik diosesan maupun biarawan.119
Akan tetapi, setiap
imam diizinkan untuk memimpin perayaan Misa sendiri, asal tidak bersamaan waktu
dan tempatnya dengan Misa konselebrasi yang sedang dirayakan.Tetapi pada Kamis
Putih petang dan Malam Paska, imam tidak diizinkan memimpin Misa sendirian.
200. Para imam tamu
hendaknya diterima dengan senang hati untuk ikut berkonselebrasi, asal saja
status imamat mereka tidak diragukan.
201. Bila ada banyak
imam, bila perlu atau demi manfaat pastoral, dapat juga diselenggarakan
beberapa kali Misa konselebrasi pada hari yang sama. Tetapi Misa-misa itu
hendaknya tidak dirayakan pada waktu dan dalam ruang yang sama.120
202. Sesuai dengan
kaidah hukum, uskup berwenang mengatur tata cara Misa konselebrasi di semua
gereja dan kapel dalam wilayah keuskupannya.
203. Misa konselebrasi
yang dirayakan oleh para imam bersama dengan uskupnya harus dijunjung tinggi, terutama
pada hari-hari raya sepanjang tahun liturgi, pada misa tahbisan uskup baru
untuk diosis setempat atau uskup koajutor atau uskup pembantunya, pada Misa
Krisma, pada Misa sore mengenang Perjamuan Malam Tuhan pada Kamis Putih, pada
perayaan pendiri Gereja setempat atau pelindung keuskupan, pada ulang tahun
uskup, dan pada kesempatan sinode atau kunjungan pastoral uskup.
Demikian pula
dianjurkan Misa konselebrasi dilaksanakan setiap kali imam-imam berkumpul
bersama dengan uskupnya, entah waktu retret, entah pada pertemuan-pertemuan
lain. Sebab dalam Misa konselebrasi semacam itu tampaklah dengan lebih jelas
maksud Misa konselebrasi, yaitu kesatuan imamat dan kesatuan Gereja.121
204. Dengan alasan
istimewa, pada kesempatan-kesempatan tertentu, bila suatu perayaan atau suatu
pesta mempunyai arti penting, diperbolehkan merayakan Misa atau Misa
konselebrasi lebih dari satu kali sehari, yaitu :
a. Pada hari Kamis dalam
Pekan Suci, Imam yang sudah merayakan Misa atau berkonselebrasi dalam Misa
Krisma pagi hari, boleh merayakan Ekaristi atau ikut berkonselebrasi dalm Misa
sore mengenang Perjamuan Malam Tuhan.
b. Pada Hari Raya Paskah, imam
yang telah merayakan Misa atau ikut berkonselebrasi dalam Misa Malam Paskah, boleh
merayakan Misa atau ikut berkonselebrasi pada Misa hari Minggu Paskah.
c. Pada Hari Raya Natal semua imam boleh merayakan Misa atau ikut
berkonselebrasi tiga kali, asal masing-masing Misa dirayakan pada waktunya.
d. Pada Peringatan Arwah Semua Orang
Beriman, semua imam boleh tiga kali merayakan Misa atau ikut
berkonselebrasi asal Misa itu dirayakan pada waktu yang berbeda, dan
kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Misa kedua dan Misa ketiga dipatuhi.122
e. Imam yang ikut Misa
konselebrasi dengan uskup atau wakilnya dalam sinode atau pada kunjungan
pastoral, atau ikut konselebrasi pada pertemuan antar imam, boleh merayakan
Misa lagi untuk kepentingan umat beriman. Kaidah yang sama berlaku juga untuk
pertemuan tarekat-tarekat religius.
205. Misa konselebrasi,
apapun bentuknya, diatur menurut kaidah yang sudah lazim (bdk. no. 112-198).
Tetapi harap diperhatikan beberapa hal yang dipertahankan atau diubah
sebagaimana disebut di bawah ini.
206. Sama sekali tidak
diperbolehkan, seorang imam menggabungkan diri dalam Misa konselebrasi yang
sudah dimulai atau meninggalkan Misa konselebrasi sebelum selesai.
207. Untuk Misa
konselebrasi, di panti imam hendaknya disiapkan tempat duduk dan teks / buku
untuk para imam konselebran, sedangkan di meja-samping disiapkan satu piala
dengan ukuran yang cukup memadai atau beberapa piala.
208. Jika dalam Misa
konselebrasi tak ada diakon, tugas-tugas khusus diakon diambil alih oleh
beberapa imam konselebran.
Kalau para pelayan lain juga tidak hadir, tugas-tugas mereka
dapat diserahkan kepada anggota jemaat yang layak; kalau tidak, tugas-tugas
itu diambil alih oleh beberapa imam konselebran.
209. Imam-imam
konselebran mengenakan busana liturgis di sakristi atau di suatu tempat lain.
Pakaiannya sama dengan pakaian untuk Misa yang dirayakan oleh satu imam. Tetapi
kalau ada alasan wajar, misalnya bila jumlah imam besar dan jumlah busana
liturgis kurang, maka cukuplah selebran utama mengenakan kasula, sedangkan
imam-imam lain hanya mengenakan alba dengan stola
di atasnya.
Ritus
Pembuka
210. Bila segala
sesuatu sudah siap, maka seperti biasanya diadakan perarakan masuk menuju
altar. Para imam konselebran berjalan di depan selebran utama.
211. Setibanya di depan
altar, para konselebran dan selebran utama membungkuk khidmat, kemudian
semua menghormati altar dengan menciumnya, lalu pergi ke tempat duduk
masing-masing. Bila tata cara menyarankan dipakai dupa, selebran utama lebih
dulu mendupai salib dan altar, baru kemudian pergi ke tempat duduk.
Liturgi
Sabda
212. Selama liturgi
sabda para konselebran tetap tinggal pada tempat masing-masing; mereka duduk
atau berdiri mengikuti selebran utama.
Bila Misa konselebran
dipimpin uskup dan tidak ada diakon, Injil dimaklumkan oleh salah seorang imam
konselebran. Dalam hal ini, sebelum memaklumkan Injil, ia lebih dulu minta
berkat dari uskup. Akan tetapi, hal ini tidak dilakukan kalau selebran utama
itu seorang imam.
213. Homili biasanya
disampaikan oleh selebran utama atau oleh salah seorang konselebran.
Liturgi
Ekaristi
214. Persiapan
Persembahan (bdk. no. 139-145) dilakukan oleh selebran utama. Para konselebran
tetap duduk pada tempatnya.
215. Sesudah selebran
utama memanjatkan doa persiapan persembahan, para konselebran mendekat ke altar
dan berdiri di sekelilingnya. Tetapi harus diusahakan agar mereka tidak
menghambat jalannya perayaan; juga tidak menghalangi pandangan jemaat beriman
agar mereka dapat menyaksikan dengan jelas kegiatan kudus yang dilaksanakan di
altar. Hendaknya mereka tidak menghalangi jalan diakon kalau ia harus
menghampiri altar untuk melaksanakan tugasnya.
Meskipun dalam suatu
Misa konselebrasi hadir banyak imam, diakon tetap melaksanakan pelayanannya di
altar, yakni pelayanan yang menyangkut piala dan Misale. Tetapi sedapat mungkin
diakon berdiri sedikit di belakang para konselebran.
Cara Membawakan Doa Syukur Agung
216. Prefasi dilagukan atau diucapkan hanya
oleh selebran utama. Kudus dilagukan atau diucapkan oleh semua imam
konselebran, bersama dengan umat dan paduan suara.
217. Sesudah Kudus, Doa
Syukur Agung diteruskan oleh para imam konselebran dengan cara seperti
diterangkan di bawah. Kalau tidak ada petunjuk khusus, maka hanya selebran
utama melakukan tata gerak yang disarankan dalam Doa Syukur Agung.
218. Dalam
bagian-bagian yang diucapkan oleh semua konselebran bersama-sama, terutama
kata-kata konsekrasi, yang memang harus diucapkan oleh semua, hendaknya para
konselebran memakai suara lembut, supaya suara selebran utama terdengar dengan
jelas. Dengan demikian umat dapat mengikuti doa-doa itu tanpa kesulitan.
A. Doa Syukur Agung I atau Kanon Romawi
219. Dalam Doa Syukur
Agung I atau Kanon Romawi, doa Maka ya Bapa yangmaharahim, …...diucapkan
hanya oleh selebran utama sambil merentangkan tangan.
220. Doa untuk orang
yang masih hidup Ingatlah, ya
Tuhan, ….dan doa Dalam persatuandengan
seluruh Gereja…., seyogyanya masing-masing dibawakan oleh seorang
konselebran. Ia harus mengucapkannya sendirian dengan suara lantang, sambil
merentangkan tangan.
221. Doa Maka kani
mohon, ya Tuhan… diucapkan hanya oleh selebran utama sambil merentangkan
tangan.
222. Dari doa Ya
Tuhan, kami mohon…sampai dengan Allah yang mahakuasa, utuslahmalaikat-Mu…
selebran utama melakukan tata gerak yang disarankan sementara semua konselebran
mengucapkan doa bersama-sama dengan cara sebagai berikut :
a. Waktu mengucapkan doa YaTuhan kami mohon….
semua imam mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke bawah) ke arah
persembahan.
b. Waktu mengucapkan Pada hari sebelum
menderita dan Demikian pula…para konselebran mengatupkan tangan.
c. Bila dianggap baik, waktu mengucapkan
kata-kata Tuhan {Inilah Tubuh-Ku …/ Inilah Darah-Ku }, para konselebran
mengulurkan tangan kanan (dengan telapak keatas) ke arah roti dan piala. Waktu hosti dan piala
diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya dengan membungkuk
khidmat.
d. Waktu mengucapkan doa Olehkarena itu, ya Tuhan…
dan Sudilah memandang persembahan ini …semua imam merentangkan tangan.
e. Waktu mengucapkan doa Allah yang mahakuasa, utuslah
malaikat-Mu …sampai pada kata-kata:….yang mengambil bagian dalam perjamuan
altar ini … para konselebran mengatupkan tangan sambil membungkuk. Kemudian, mereka
tegak kembali, dan pada kata-kata: dipenuhi dengan rahmat dan berkat surgawi
mereka membuat tanda salib
pada diri sendiri.
223. Doa untuk orang
yang sudah meninggal Ingatlah juga ya Tuhan…seyogyanya diserahkan kepada
seorang konselebran yang mengucapkannya sendirian dengan suara lantang sambil
merentangkan tangan.
224. Waktu mengucapkan
doa Perkenankanlah juga kami, hamba-hamba-Mu yangberdosa ini semua
konselebran menepuk dada.
225. Dengan
pengantaraan Dia Engkau menciptakan … diucapkan oleh selebran utama
sendirian.
B. Doa Syukur Agung II
226. Dalam Doa Syukur
Agung II, Sungguh kuduslah Engkau ya Bapa…. diucapkan hanya oleh
selebran utama sambil merentangkan tangan.
227. Doa-doa dari Maka
kami mohon:….sampai dengan Kini kami ikut ambil bagian …. diucapkan
oleh semua konselebran bersama-sama dengan cara yang berikut :
a. Waktu mengucapkan Kami mohon:....semua imam
mengulurkan tangan kanan
(dengan telapak ke bawah) ke arah persembahan.
(dengan telapak ke bawah) ke arah persembahan.
b. Waktu mengucapkan Sebab pada malam Ia
diserahkan, …dan Demikian pula, mengakhiri perjamuan, semua imam
mengatupkan tangan.
c. Bila dirasa baik, waktu mengucapkan kata-kata
Tuhan { Inilah Tubuh-Ku …./ InilahDarah-Ku }, para konselebran
mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke atas) ke arah roti dan piala. Waktu
hosti dan piala diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya
dengan membungkuk khidmat.
d. Waktu mengucapkan doa Dengan mengenangkan..dan
Kinikami ikut ambil bagian… semua imam merentangkan tangan.
228. Doa untuk orang
yang masih hidup Bapa, perhatikanlah Gereja-Mu…serta doa untuk
orang-orang yang telah meninggal Selamatkanlah hamba-Mu…seyogyanya
masing-masing diserahkan kepada seorang konselebran, yang mengucapkannya
sendirian dengan suara lantang sambil merentangkan tangan.
C. Doa Syukur Agung III
229. Dalam Doa Syukur
Agung III, Sungguh kuduslah Engkau, ya Bapa… diucapkan hanya oleh
selebran utama sambil merentangkan tangan.
230. Doa-doa dari Maka
sudilah, ya Bapa…sampai dengan Kami mohon, terimalahpersembahan
Gereja-Mu ini …diucapkan oleh semua imam bersama-sama dengan cara sebagai
berikut :
a. Waktu mengucapkan Maka sudilah, ya Bapa….semua
imam mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke bawah) ke arah persembahan.
b. Waktu mengucapkan Sebab pada malam
dikhianati dan Demikian pula, mengakhiriperjamuan.... semua imam
mengatupkan tangan.
c. Bila dirasa baik, waktu mengucapkan kata-kata
Tuhan {Inilah Tubuh-Ku …./ InilahDarah-Ku}, para konselebran mengulurkan
tangan kanan (dengan telapak ke atas) ke arah roti dan piala. Waktu hosti dan
piala diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya dengan
membungkuk khidmat.
d. Waktu mengucapkan doa Bapa, kami mengenang
Yesus Kristus, …. dan Kami
mohon, terimalah persembahan Gereja-Mu ini … semua imam merentangkan
tangan.
231. Doa-doa permohonan
Semoga kami disempurnakan oleh-Nya, …dan Ya Bapa, semoga berkat kurban pendamai ini….seyogyanya
masing-masing diserahkan kepada seorang konselebran, yang mengucapkannya
sendirian dengan suara lantang sambil merentangkan tangan.
D. Doa Syukur Agung IV
232. Dalam Doa Syukur
Agung IV, doa Kami memuji Engkau, ya Bapa yang kudus…sampai dengan
kata-kata ….Roh Kudus itu … menyucikan dunia... diucapkan hanya oleh
selebran utama sambil merentangkan tangan.
233. Doa-doa dari Dari
sebab itu kami mohon, ya Bapa, …sampai dengan Ya Bapa, sudilah memandang
kurban ini … diucapkan oleh semua imam bersama-sama, dengan cara sebagai
berikut:
a. Waktu mengucapkan Dari sebab itu kami mohon,
ya Bapa…, semua konselebran mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke
bawah) ke arah persembahan.
b. Waktu mengucapkan Sebab ketika tiba saatnya,
Putra-Mu …dan Demikian pula Yesusmengangkat piala…semua imam
mengatupkan tangan.
c. Bila dirasa baik, waktu mengucapkan kata-kata
Tuhan { Inilah Tubuh-Ku …./ InilahDarah-Ku }, para konselebran
mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke atas) ke arah roti dan piala. Waktu
hosti dan piala diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya
dengan membungkuk khidmat.
d. Waktu mengucapkan doa Bapa yang kudus …
dan Ya Bapa, sudilah memandangkurban ini…. semua imam merentangkan
tangan.
234. Doa-doa permohonan
Kami mohon, ya Bapa…dan Perhatikan pula semua … seyogyanya
masing-masing diserahkan kepada seorang konselebran, yang mengucapkannya
sendirian dengan suara lantang sambil merentangkan tangan.
235. Untuk Doa Syukur
Agung lain yang disahkan Takhta Suci hendaknya dipatuhi kaidah-kaidah yang
ditetapkan untuk masing-masing Doa Syukur Agung.
236. Doksologi yang
menutup Doa Syukur Agung diucapkan bersama-sama hanya oleh selebran utama dan
semua konselebran, tetapi tidak oleh umat.
Ritus
Komuni
237. Kemudian, sambil
mengatupkan tangan, selebran utama mengajak umat untuk membawakan doa Bapa
Kami; sesudah itu, sambil merentangkan tangan ia melambungkan Bapa Kami
bersama para konselebran, yang juga merentangkan tangan, dan bersama dengan
umat.
238. Doa embolisme
diucapkan oleh selebran utama sendirian sambil merentangkan tangan. Lalu para
konselebran bersama dengan umat menyambung dengan aklamasi Sebab Engkaulah
raja …
239. Kemudian diakon
atau, kalau tidak ada diakon, salah seorang konselebran mengajak umat saling
memberi salam-damai. Lalu semua yang hadir saling memberi salam-damai. Para
konselebran yang paling dekat dengan selebran utamamenerima salam-damai dari
dia sebelum diakon.
240. Selama pemecahan
roti, para diakon atau beberapa konselebran dapat membantu selebran utama
memecah-mecah hosti baik untuk para konselebran maupun untuk umat.
241. Sesudah memasukan
sepotong kecil hosti ke dalam piala, selebran utama berdoa sendirian dalam
hati: Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup…atau Ya Tuhan Yesus
Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu, …
242. Sesudah
menyelesaikan doa sebelum komuni, selebran utama berlutut, lalu mundur beberapa
langkah. Kemudian konselebran satu per satu maju ke tengah, berlutut dan dengan
khidmat mengambil Tubuh Kristus dari Altar. Hosti dipegang dengan tangan kanan yang
ditopang dengan tangan kiri. Lalu mereka kembali ke tempat masing-masing. Akan
tetapi, menurut cara lain, para konselebran dapat tetap tinggal pada tempat
masing-masing dan mengambil Tubuh Kristus dari patena yang disampaikan oleh
selebran utama atau konselebran lain kepada masing-masing konselebran atau yang
diedarkan dari konselebran yang satu kepada yang lain.
243. Kemudian selebran
utama mengambil hosti yang dikonsekrasikan dalam perayaan Misa yang
bersangkutan. Dengan menghadap ke arah umat, ia mengangkatnya sedikit di atas
patena atau di atas piala, sambil mengucapkan: Inilah Anakdomba Allah.….
bersama-sama dengan para konselebran dan umat, ia melanjutkan Ya Tuhan, saya
tidak pantas…..
244. Lalu selebran
utama dengan menghadap ke arah altar berdoa dalam hati Semoga Tubuh Kristus
selalu melindungi aku. Setelah itu ia menyambut Tubuh Kristus dengan
khidmat. Hal yang sama dilakukan oleh para konselebran. Sesudah itu diakon
menyambut Tubuh Kristus dari tangan selebran utama.
245. Darah Kristus
dapat disambut dengan bermacam-macam cara: Dapat diminum langsung dari piala, atau
dengan menggunakan pipa kecil atau sendok, ataupun dengan mencelupkan hosti ke
dalam piala.
246. Kalau komuni Darah
Kristus dilaksanakan dengan minum langsung dari piala, maka dapat diikuti salah
satu cara di bawah ini :
a. Selebran utama
mengambil pialadan berdoa dalam hati: Semoga Darah Kristus selalumelindungi
aku. Sesudah minum sedikit, piala diberikan kepada diakon atau seorang imam
konselebran. Kemudian selebran utama membagikan komuni kepada umat (bdk. no. 160-162).
Para konselebran menghampiri altar satu persatu, atau, kalau ada dua piala, berdua-dua,
berlutut, lalu menyambut Darah Kristus. Sesudah menyambut, mereka langsung
membersihkan bibir piala, lalu kembali ke tempat duduk.
b. Selebran utama tetap
berdiri pada tempatnya menghadap ke arah altar dan menyambut Darah Kristus.
Para konselebran juga tetap berdiri pada tempatnya masing-masing dan menerima
piala dari tangan diakon atau salah seorang konselebran. Piala juga dapat
diedarkan dari konselebran yang satu kepada yang lain. Setiap kali seorang
konselebran minum dari piala, hendaknya bibir piala itu dibersihkan, entah oleh
orang yang minum itu sendiri, entah oleh orang yang menyerahkannya. Sesudah
menyambut, masing-masing kembali ke tempat duduk.
247. Pada altar, diakon
dengan khidmat meminum seluruh Darah Kristus yang tersisa, kalau perlu, dibantu
oleh beberapa konselebran. Kemudian ia membawa piala itu ke meja-samping, dan
disana ia atau akolit yang sudah dilantik membersihkan serta merapikannya
kembali seperti biasa (bdk. no. 183).
248. Para konselebran
dapat juga menyambut Darah Kristus di altar langsung sesudah menyambut Tubuh
Kristus.
Kalau begitu, selebran
utama menyambut Tubuh dan Darah Kristus seperti dalam Ekaristi yang dipimpin
oleh satu imam (bdk. no. 158). Tetapi dalam menyambut Darah Kristus ia
mengikuti salah satu cara yang telah ditentukan untuk para konselebran.
Setelah selebran utama
menyambut, piala diletakkan di sisi altar di atas sebuah korporale. Para
konselebran satu per satu maju ke tengah, berlutut, lalu menyambut Tubuh
Kristus. Kemudian mereka pergi ke sisi altar dan menyambut Darah Kristus
menurut cara yang ditentukan untuk perayaan Ekaristi yang bersangkutan.
Komuni untuk diakon dan
pembersihan piala dilangsungkan seperti tersebut di atas.
249. Jika, dalam
konselebrasi, komuni-dua-rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam
piala, maka selebran utama menyambut Tubuh dan Darah Kristus seperti biasa.
Tetapi ia hendaknya memperhatikan, agar dalam piala itu ada cukup banyak anggur
untuk komuni para konselebran. Diakon atau salah seorang konselebran
meletakkanpiala di tengah atau di sisi altar di atas sebuah korporale. Patena
dengan hosti-hosti ditempatkan di samping piala.
Kemudian para konselebran
maju ke altar satu per satu, berlutut, lalu mengambil hosti dan mencelupkannya
sedikit ke dalam piala. Dengan tangan kiri mereka memegang patena di bawah
hosti, dan menyambut. Sesudah menyambut, mereka kembali ke tempat duduk
masing-masing.
Diakon juga menyambut
dengan mencelupkan hosti ke dalam piala. Salah seorang konselebran berkata: Tubuh
dan Darah Kristus. Diakon menjawab: Amin, lalu meyambut. Kemudian, diakon
minum seluruh Darah Kristus yang tersisa, kalau perlu dibantu oleh beberapa konselebran.
Lalu ia membawa piala itu ke meja-samping. Di sana ia atau akolit yang sudah
dilantik membersihkan dan mengeringkan piala itu, lalu merapikannya kembali
seperti biasa.
Ritus
Penutup
250. Semua hal lain
sampai akhir Misa biasanya dilaksanakan oleh selebran utama sendiri (bdk. 166-169).
Para konselebran tetap pada tempat masing-masing.
251. Sebelum
meninggalkan panti imam, semua konselebran membungkuk khidmat ke arah altar, tetapi,
seturut ketentuan, hanya selebran utama yang menghormati altar dengan
menciumnya.
III.
MISA DENGAN HANYA SATU PELAYAN
252. Untuk Misa yang
dirayakan oleh seorang imam dan dilayani hanya oleh seorang pelayan, diikuti
Tata Perayaan Ekaristi dengan jemaat (bdk. No. 120-169). Dalam hal ini pelayan
mengambil alih semua bagian umat.
253. Kalau pelayan itu
seorang diakon, ia melaksanakan semua peran khasnya (bdk. no. 171-186); di
samping itu, ia melaksanakan bagian-bagian lain, yakni bagian-bagian umat.
254. Misa hendaknya
tidak dirayakan tanpa seorang pelayanpun, atau tanpa dihadiri
sekurang-kurangnya oleh sejumlah kecil umat, kecuali kalau ada alasan yang
berat. Dalam hal seperti itu salam, kata pengantar, dan berkat pada akhir
Ekaristi ditiadakan.
255. Sebelum Misa, piala
disiapkan di meja-samping dekat altar atau di atas altar pada sisi kanan.
Misale ditempatkan di atas altar pada sisi kiri.
Ritus
Pembuka
256. Sesudahmembungkuk
khidmat ke arah altar, imam berdiri di depan altar, dan membuat tanda salib
sambil berkata: Dalam (Demi) nama Bapa…..Kemudian ia menghadap ke arah
pelayan dan memberi salam dengan salah satu teks salam yang tersedia. Kemudian
menyusul pernyataan tobat.
257. Sesudah itu, imam
menuju altar, dan menyatakan hormat dengan menciumnya; kemudian ia bergeser ke
sisi kiri altar, dan sambil berdiri di situ ia membaca teks-teks doa dari
Misale. Ia tetap di situ sampai doa umat selesai.
258. Imam membacakan
antifon pembuka dan mengucapkan Tuhan Kasihanilah dan Kemuliaan bila
diwajibkan.
259. Sambil membuka
tangan imam berkata: Marilah kita berdoa, lalu mengatupkan tangan.
Sesudah berdoa dalam hati sejenak, sambil merentangkan tangan ia mengucapkan
doa pembuka. Pada akhir doa pelayan menyerukan aklamasi Amin.
Liturgi
Sabda
260. Sedapat mungkin
bacaan-bacaan dimaklumkan dari mimbar atau tempat lain yang cocok.
261. Sesudah doa
pembuka, pelayan membacakan bacaan pertama, mazmur tanggapan, lalu juga bacaan
kedua, kalau ada, dan bait pengantar Injil.
262. Sesudah itu, imam
membungkukdan berdoa dalam hati: Sucikanlah hati dan budiku, ya Allah yang
mahakuasa…., lalu memaklumkan Injil. Mengakhiri pemakluman Injil, imam
berkata: Demikianlah sabda Tuhan, pelayan menjawab: Terpujilah
Kristus. Sesudah itu, imam menghormati Kitab Injil dengan menciumnya sambil
berdoa dalam hati: Tuhan, karena pewartaan Injil ini hapuskanlah dosa kami.
263. Kemudian, imam
bersama dengan pelayan mengucapkan syahadat, kalau diwajibkan.
264. Lalu menyusul doa
umat, yang dalam Misa seperti inipun boleh diucapkan. Ujud-ujud diucapkan oleh
imam, jawabannya oleh pelayan.
Liturgi
Ekaristi
265. Dalam Liturgi
Ekaristi, semuanya dilaksanakan seperti dalam Misa umat, kecuali hal-hal
berikut.
266. Sesudah aklamasi
pada akhir embolisme Bapa Kami, imam mengucapkan doa: Tuhan Yesus
Kristus bersabda…, yang disambung dengan salam-damai: (Semoga) Damai
Tuhan kita Yesus Kristus … pelayan menjawab: Sekarang dan selama-lamanya. Tergantung situasi, imam dapat
mengungkapkan salam-damai kepada pelayan.
267. Sambil mengucapkan
Anakdomba Allah bersama dengan
pelayan, imam memecah-mecah roti di atas patena. Sesudah itu imam memasukkan
sepotong kecil dari hosti itu ke dalam piala sambil berdoa dalam hati: Semoga
Sakramen Tubuh dan Darah…
268. Kemudian, imam
berdoa dalam hati: Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup…atau Ya Tuhan
Yesus Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu, …Lalu ia berlutut dan mengambil
hosti. Kalau pelayan menyambut, imam menghadap ke arah dia, mengangkat hosti
sedikit di atas patena sambil berkata: Inilah Anakdomba Allah…Lalu
mereka bersama-sama mengucapkan satu kali: Ya Tuhan, saya tidak pantas….
Sesudah itu, imam menyambut Tubuh Kristus dengan menghadap ke arah altar. Kalau
pelayan tidak menyambut, imam berlutut, mengambil hosti sambil berdoa satu kali
dalam hati dengan tetap menghadap ke arah altar:Ya Tuhan saya tidak
pantas....Kemudian, ia menyambut Tubuh Kristus. Sesudah itu, ia mengambil
piala dan berdoa Semoga Darah Kristus …, lalu menyambut Darah Kristus.
269. Sebelum memberikan
Tubuh (dan Darah) Kristus kepada pelayan, imam mengucapkan antifon komuni.
270. Imam membersihkan
piala pada sisi altar atau pada meja-samping. Kalau piala dibersihkan pada
altar, kemudian dapat dibawa oleh pelayan ke meja-samping atau dirapikan
kembali di atas altar.
271. Setelah piala
dibersihkan, imam hendaknya mengupayakan saat hening sejenak. Kemudian ia mengucapkan doa
komuni.
Ritus
Penutup
272. Ritus Penutup
dilangsungkan seperti dalam Misa yang dihadiri umat, tetapi pengutusan Pergilah!
Saudara diutus ..... dihilangkan.
Seturut ketentuan, imam
menghormati altar dengan menciumnya, dan sesudah membungkuk khidmat bersama
pelayan, ia meninggalkan ruang ibadat.
IV.
BEBERAPA KAIDAH UMUM UNTUK SEMUA BENTUK MISA
Penghormatan Altar dan Kitab Injil (Evangeliarium)
273. Sesuai dengan
tradisi liturgi, altar dan Kitab Injil dihormati dengan mencium. Akan tetapi, kalau
mencium tidak sesuai dengan tradisi atau kekhasan daerah setempat, Konferensi
Uskup berwenang menggantinya dengan cara penghormatan yang lain, dengan
persetujuan Takhta Apostolik.
Berlutut
dan Membungkuk
274. Berlutut, yakni tata
gerak yang dilakukan dengan menekuk lutut kanan sampai menyentuh lantai, merupakan
tanda sembah sujud. Oleh karena itu, berlutut dikhususkan untuk menghormati
Sakramen Mahakudus dan Salib Suci yang digunakan dalam Liturgi Jumat Agung
sampai sebelum memasuki Misa Malam Paskah.
Dalam Misa, hanya tiga
kali imam berlutut, yaitu pada saat konsekrasi sesudah memperlihatkan hosti dan
sesudah menunjukkan piala, dan sebelum imam menyanbut Tubuh Kristus.
Ketentuan-ketentuan khusus untuk Misa konselebrasi dipaparkan pada tempat yang
bersangkutan (bdk. no. 210-251).
Kalau di panti imam ada
tabernakel dengan Sakramen Mahakudus di dalamnya, maka imam, diakon dan
pelayan-pelayan lain selalu berlutut pada saat mereka tiba di depan altar dan
pada saat akan meninggalkan panti imam. Tetapi dalam Misa sendiri mereka tidak
perlu berlutut.
Di luar perayaan
Ekaristi, setiap kali lewat di depan Sakramen Mahakudus, orang berlutut, kecuali
kalau mereka sedang dalam perarakan.
Para pelayan yang
membawa salib perarakan atau lilin menundukkan kepala sebagai ganti berlutut.
275. Di samping
berlutut, ada juga tata gerak membungkuk dan menundukkan kepala. Keduanya merupakan tanda penghormatan kepada
orang atau barang yang merupakan representasi pribadi tertentu.
a. Menundukkan kepala
dilakukan waktu mengucapkan nama Tritunggal Mahakudus, nama Yesus, nama Santa
Perawan Maria, dan nama santo / santa yang diperingati dalam Misa yang
bersangkutan.
b. Membungkukkan badan
atau membungkuk khidmat dilakukan waktu (1) menghormati altar;(2)
sebelum memaklumkan Injil, waktu mengucapkan doa Sucikanlah hati dan budiku,
yaAllah yang mahakuasa…(3) dalam syahadat, waktu mengucapkan kata-kata Ia
dikandung dariRoh Kudus … dan Ia menjadi manusia;(4) dalam persiapan
persembahan, waktu mengucapkan doa Dengan rendah hati dan tulus;(5)
dalam Kanon Romawi pada kata-kata Allah yangmahakuasa, utuslah malaikat-Mu…Membungkuk
juga dilakukan oleh diakon waktu minta berkat kepada imam sebelum mewartakan
Injil. Kecuali itu, imam juga membungkuk sedikit waktu mengucapkan kata-kata
Tuhan pada saat konsekrasi: Terimalah …
Penggunaan
Dupa
276. Pendupaan
merupakan ungkapan hormatdan doa sebagaimana dijelaskan dalam Alkitab (bdk. 141:2;
Why 8:3).
Dalam setiap bentuk
Misa boleh digunakan dupa :
a. selama perarakan masuk;
b. pada permulaan Misa untuk
menghormati salib dan altar;
c. waktu perarakan dan
pewartaan Injil;
d. sesudah roti dan anggur
disiapkan di altar, bahan persembahan, salib, dan altar didupai; juga imam dan
jemaat.
e. waktu hosti dan piala
diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing.
277. Sesudah mengisi
pedupaan, imam memberkatinya dengan membuat tanda salib di atasnya, tanpa
mengatakan apa-apa.
Sebelum dan sesudah
pendupaan, petugas membungkuk khidmat ke arah orang atau barang yang didupai, kecuali
dalam pendupaan altar dan bahan persembahan untuk Ekaristi.
Pendupaan dilaksanakan dengan mengayunkan pedupaan ke depan dan ke
belakang. Pedupaan diayunkan tiga
kali untuk penghormatan: (a) Sakramen Mahakudus, relikui salib suci dan
patung Tuhan yang dipajang untuk dihormati secara publik; (b) bahan
persembahan; (c) salib altar, Kitab injil, lilin paskah, imam dan jemaat.
Pedupaan diayunkan dua kali untuk penghormatan:
relikui dan patung orang kudus yang dipajang untuk dihormati secara publik.
Semua ini didupai hanya pada awal perayaan Ekaristi sesudah pendupaan altar.
Altar didupai dengan
serangkaian ayunan tunggal sebagai berikut :
a. Kalau altar berdiri
sendiri, imam mendupai altar sambil mengelilinginya.
b. Kalau altar melekat
pada dinding, maka imam mendupai sambil berjalan ke sisi kanan lalu ke sisi
kirinya.
Kalau ada salib di atas
atau di dekat altar, maka salib itu didupai sebelum altar. Atau, imam mendupai
salib pada saat ia melintas di depannya.
Sebelum mendupai salib
dan altar, imam mendupai bahan persembahan dengan mengayunkan pedupaan tiga
kali atau dengan membuat tanda salib dengan pedupaan di atas bahan persembahan.
Pembersihan
Bejana-bejana
278. Kalau remah-remah
hosti melekat pada jari imam, misalnya sesudah hosti dibelah dua atau sesudah
komuni umat, hendaknya imam membersihkan jari di atas patena. Bila perlu ia
membasuh tangan. Remah-remah yang terletak di luar patena hendaknya
dikumpulkan.
279. Bejana-bejana
kudus dibersihkan oleh imam atau diakon atau akolit yang dilantik sesudah
komuni atau sesudah Misa, kalau mungkin, pada meja samping. Piala dibersihkan
dengan air atau dengan air dan anggur, yang kemudian diminum oleh petugas yang
bersangkutan. Kemudian, patena dan sibori biasanya dibersihkan dengan
purifikatorium.
Sesudah pembagian komuni,
hendaknya sungguh diperhatikan agar sisa Darah Kristus langsung diminum oleh
pelayan komuni yang bersangkutan pada altar.
280. Hosti atau bagian
hosti yang terjatuh harus dipungut dengan khidmat. Kalau ada Darah Kristus
tertumpah, hendaknya tempat itu dibersihkan dengan air. Air itu lalu dituangkan
ke dalam sakrarium 123 di sakristi.
Komuni-Dua-Rupa
281. Sebagai tanda, komuni
kudus mempunyai bentuk yang lebih penuh kalau disambut dalam rupa roti dan
anggur, sebab komuni-dua-rupa
itu melambangkan dengan lebih sempurna perjamuan ekaristi. Juga dinyatakan
dengan lebih jelas bahwa perjanjian yang baru dan kekal diikat dalam Darah
Tuhan. Kecuali itu, lewat komuni-dua-rupa tampak jelas juga hubungan antara
perjamuan ekaristi di dunia dan perjamuan eskatologis dalam kerajaan Bapa.124
282. Para gembala umat
beriman hendaknya berusaha, agar orang-orang beriman yang menyambut
komuni-dua-rupa atau yang tidak menyambut diingatkan akan ajaran katolik
tentang komuni kudus, sesuai dengan dokumen Konsoli Trente. Terutama hendaknya ditekankan, bahwa baik dalam komuni-roti
maupun dalam komuni-anggur seluruh sakramen dan seluruh Kristus disambut
seutuhnya. Jadi, orang yang komuni hanya dalam satu rupa, sama sekali tidak dirugikan karena
mengira tidak mendapat cukup rahmat yang perlu untuk keselamatan.125
Kecuali itu, hendaknya
diajarkan, bahwa Gereja mempunyai wewenang untuk mengatur cara merayakan
sakramen, asal tidak mengubah hakikat sakramen. Maka, Gereja dapat menetapkan
atau mengubah cara perayaan sakramen, sebagaimana dianggap perlu karena
tuntutan zaman dan keadaan setempat, dengan maksud agar sakramen dirayakan
dengan lebih hormat, dan umat beriman menerimanya dengan manfaat lebih besar.126Hendaknya
dianjurkan kepada umat beriman yang akan menyambut komuni-dua-rupa, agar mereka
lebih ingin dan lebih mantap ikut dalam perayaan itu, sebab dalam perayaan itu
dilambangkan dengan lebih sempurna perjamuan Ekaristi.
283. Kecuali dalam
hal-hal yang disebut dalam buku-buku rituale, komuni-dua-rupa diizinkan :
a. bagi para imam yang
tidak dapat merayakan Misa sendiri atau tidak dapat ikut dalam konselebrasi;
b. bagi para diakon dan
para pelayan lain, yang menjalankan tugasnya dalam Misa;
c. bagi para anggota
komunitas biara, dalam Misa konventual atau dalam apa yang disebut Misa
komunitas; bagi para seminaris, dan semua yang mengikuti retret, pertemuan
rohani atau pastoral.
Uskup setempat dapat
menentukan kaidah-kaidah komuni-dua-rupa untuk keuskupannya. Kaidah seperti itu
harus dipatuhi juga dalam kapel-kapel biara dan dalam perayaan dengan kelompok
kecil. Uskup diosesan juga berwenang memberikan izin kepada imam yang memimpin
Misa untuk melaksanakan komuni-dua-rupa kalau dianggapnya baik. Ini dapat
dilaksanakan asal umat beriman sudah diberi pengarahan dengan baik, dan tidak
ada bahaya pencemaran sakramen atau perayaan menjadi kacau balau karena jumlah
umat yang terlau besar atau karena alasan lain.
Akan tetapi, Konfernsi
Uskup dapat menentukan kaidah tentang tata cara komuni-dua-rupa untuk umat, dan
tentang kemungkinan memperluas izin untuk komuni-dua-rupa. Kaidah-kaidah ini
dapat dimaklumkan sesudah diketahui oleh Takhta Apostolik.
284. Kalau komuni dilaksanakan dalam
dua rupa:
a. Seturut ketentuan, piala
dilayani oleh diakon atau, kalau tidak ada diakon, oleh seorang imam. Dapat
juga piala dilayani oleh akolit yang dilantik secara liturgis atau oleh pelayan
komuni tak-lazim. Kalau terpaksa, piala juga dapat dilayani oleh anggota jemaat
yang diberi tugas hanya untuk kesempatan yang bersangkutan;
b. Seluruh sisa Darah
Kristus diminum pada altar oleh imam atau diakon atau akolit yang dilantikyang
pada waktu itu melayani piala dan kemudian membersihkan serta mengatur kembali
bejana-bejana kudus seperti biasa.
Komuni hendaknya dapat
diterimakan hanya dalam wujud roti kepada umat beriman yang barangkali
menginginkannya.
285. Yang harus
disiapkan untuk komuni-dua-rupa ialah :
a. Kalau komuni-anggur
dilaksanakan dengan minum langsung dari piala, hendaknya disiapkan beberapa
piala atau satu piala yang cukup besar. Tetapi, hendaknya diusahakan jangan
sampai Darah Kristus tersisa terlalu banyak;
b. Kalau komuni-anggur
dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam piala, hendaknya disiapkan hosti-hosti
yang tidak terlalu kecil dan tipis, tetapi lebih tebal dari pada biasanya, supaya
sesudah dicelupkan masih dapat diberikan dengan mudah kepada orang yang
menyambut.
286. Kalau Darah
Kristus disambut dengan minum dari piala, sesudah menyambut Tubuh Kristus, orang
yang menyambut menghadap petugas yang melayani piala, dan berdiri di depannya.
Pelayan berkata: Darah Kristus, penyambut menjawab: Amin. Lalu
pelayanmenyerahkan piala kepada penyambut. Penyambut memegang sendiri piala itu
dan minum darinya, lalu mengembalikan piala kepada pelayan. Kemudian, penyambut
kembali ke tempat duduk, dan sementara itu pelayan membersihkan bibir piala
dengan purifikatorium.
287. Kalau
komuni-dua-rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam anggur, tiap
penyambut, sambil memegang patena di bawah dagu, menghadap imam yang memegang
piala. Di samping imam berdiri pelayan yang memegang bejana kudus berisi hosti.
Imam mengambil hosti, mencelupkan sebagian ke dalam piala, memperlihatkannya
kepada penyambut sambil berkata: Tubuh dan Darah Kristus. Penyambut
menjawab: Amin, lalu menerima hosti dengan mulut, dan kemudian kembali
ke tempat duduk.
BAB V
TATA RUANG DAN
PERLENGKAPAN GEREJA
UNTUK PERAYAAN EKARISTI
PERLENGKAPAN GEREJA
UNTUK PERAYAAN EKARISTI
I.
Asas-asas Umum
288. Untuk merayakan
Ekaristi, umat Allah biasanya berhimpun dalam gereja. Kalau tidak ada gereja, atau
kalau gereja tidak memadai, mereka berhimpun di suatu tempat lain yang pantas
untuk misteri yang seagung itu. Maka dari itu, hendaknya ruang gereja atau
tempat lain itu sungguh-sungguh sesuai untuk perayaan kudus yang dilangsungkan
di dalamnya, dan sungguh-sungguh memungkinkan partisipasi umat beriman dalam
perayaan tersebut. Rumah ibadat dan segala perlengkapannya hendaknya sungguh
pantas, indah, serta merupakan tanda dan lambang alam surgawi.127
289. Dari sebab itu, Gereja
selalu mengharapkan sumbangan para seniman danmemberikan keleluasaan kepada
kesenian segala bangsa serta daerah.128Memang, Gereja berusaha
memelihara karya seni dari abad-abad yang lalu, 129dan menyesuaikan
seperlunya dengan tuntutan zaman, namun ia berusaha juga memajukan
bentuk-bentuk baru yang serasi dengan semangat zamannya.130
Oleh karena itu, dalam
mendidik para seniman dan dalam memilih karya-karya seni untuk gereja, hendaknya
dituntut yang sungguh bermutu. Sebab seni itu harus membantu memperdalam iman
dan kesucian, harus selaras dengan kebenaran yang mau diungkapkan dan mencapai
tujuan yang dimaksud.131
290. Semua gereja
hendaknya didedikasikan atau, sekurang-kurangnya, diberkati. Katedral dan
gereja-gereja paroki harus didedikasikan dengan ritus meriah.
291. Untuk mendirikan
gereja baru, atau memperbarui gereja lama, atau mengubah konstruksi gereja, hendaknya
lebih dulu diminta nasihat kepada Komisi Liturgi dan Komisi Kesenian keuskupan.
Uskup diosesan hendaknya memanfaatkan nasihat komisi-komisi tersebut, bila ia
harus memberikan petunjuk, mengesahkan rencana untuk bangunan baru, atau
mengambil keputusan lain di biadang ini.132
292. Hiasan gereja
hendaknya bermutu, anggun tetapi tetap sedehana. Bahan untuk hiasan hendaknya
asli. Seluruh perlengkapan gereja hendaknya mendukung pendidikan iman umat dan
martabat ruang ibadat.
293. Perancangan gereja
dan lingkungan sekitarnya hendaknya serasi dengan situasi setempat dan sesuai
pula dengan tuntutan zaman. Maka dari itu, tidak cukup kalau hanya
syarat-syarat mininal untuk perayaan ibadat dipenuhi. Hendaknya juga diusahakan
agar umat beriman, yang secara teratur berhimpun di situ, merasa nyaman.
294. Umat Allah yang
berhimpun untuk Misa mempunyai susunan organik dan hirarkis. Hal itu tampak
dalam bermacam-macam tugas dan aneka ragam tindakan yang dilakukan dalam
masing-masing bagian perayaan liturgi. Oleh karena itu, tata ruang gereja
haruslah disusun sedemikian rupa, sehingga mencerminkan susunan umat yang
berhimpun, memungkinkan pembagian tempat sesuai dengan susunan itu, dan
mempermudah pelaksanaan tugas masing-masing anggota jemaat.
Umat beriman dan paduan
suara hendaknya mendapat tempat yang memudahkan mereka berpartisipasi secara
aktif di dalam liturgi.133
Imam, diakon, dan
pelayan-pelayan lain hendaknya mengambil tempat di panti imam. Di sini pula
hendaknya disiapkan tempat duduk untuk para konselebran; tetapi, kalau jumlah
konselebran besar, hendaknya tempat duduk mereka diatur dibagian lain gereja, tetapi
masih dekat dengan altar.
Jadi, tata ruang gereja
harus menunjukkan susunan hirarkis umat dan keanekaragaman tugas-tugas.
Meskipun demikian, tata ruang gereja harus tetap mewujudkan kesatuan, supaya
dengan demikian tampaklah kesatuan seluruh umat kudus. Penataan dan keindahan
ruang serta semua perlengkapan gereja hendaknya menunjang suasana doa dan
mengantar umat kepada misteri-misteri kudus yang dirayakan di sini.
II.
Penataan Panti Imam untuk Perayaan Kudus
295. Panti imam adalah
tempat di mana altar dibangun, sabda Allah dimaklumkan, dan imam, diakon, serta
pelayan-pelayan lain melaksanakan tugasnya. Panti imam hendaknya sungguh
berbeda dari bagian gereja lainnya, entah karena lebih tinggi sedikit, entah
karena rancangan dan hiasannya. Panti imam hendaknya cukup luas, sehingga
perayaan kudus dapat dilaksanakan dengan semestinya dan kegiatan yang
dilaksanakan di sana dapat dilihat dengan jelas.134
Altar dan Hiasannya
296. Altar merupakan
tempat untuk menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda
sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa
umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan
itu. Kecuali itu, altar merupakan juga pusat ucapan syukur yang diselenggarakan
dalam Perayaan Ekaristi.
297. Bila perayaan
Ekaristi berlangsung di gereja atau di kapel, harus digunakan sebuah altar.
Bila perayaan Ekaristi berlangsung di luar gereja atau kapel, dapat digunakan
meja yang pantas. Tetapi meja itu hendaknya di tutup dengan kain altar dan
dilengkapi dengan korporale, salib, dan lilin.
298. Sangat diharapkan
agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini
secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup (IPtr 2:4;
bdk Ef 2:20). Tetapi di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan
liturgi, cukup dipasang altar geser.
Suatu altar disebut
altar permanen kalau dibangun melekat pada lantai sehingga tidak dapat
dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan.
299. Altar utama
hendaknya dibangun terpisah dari dinding gereja, sehingga para pelayan dapat
mengitarinya dengan mudah, dan imam, sedapat mungkin, memimpin perayaan
Ekaristi dengan menghadap ke arah jemaat. Di samping itu, altar hendaknya
dibangun pada tempat yang sungguh-sungguh menjadi pusat perhatian, sehingga
perhatian seluruh umat beriman dengan sendirinya terarah ke sana.135Seturut
ketentuan, altar utama harus berupa altar permanen dan didedikasikan.
300. Baik altar
permanen maupun altar geser didedikasikan menurut tata cara yang digariskan
dalam buku Pontificale Romanum; tetapi altar geser dapat juga hanya
diberkati.
301. Seturut tradisi
Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar
permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konferensi
Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh
bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari
bahan apapun, asal kuat dan bermutu.
Altar geser dapat
dibuat dari bahan apapun asal, menurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat,
dan selaras untuk digunakan dalam liturgi.
302. Hendaknya
dipertahankan tradisi Gereja untuk memasang relikui orang kudus, juga yang
bukan martir, di dalam atau dibawah altar yang akan didedikasikan. Namun harus
dijamin bahwa relikui itu asli.
303. Bila membangun
gereja baru, lebih baik dibangun hanya satu altar sehingga dalam himpunan
jemaat beriman altar tunggal itu sungguh menjadi tanda Kristus yang satu dan
Ekaristi Gereja yang satu.
Akan tetapi, dalam
gereja-gereja yang sudah ada, kalau tempat altar menyulitkan partisipasi umat
dan tidak dapat dipindah tanpa merusak nilai seninya, hendaklah dibangun altar
permanen baru. Altar baru ini hendaknya memiliki nilai seni yang sama dengan
altar lama, dan didedikasikan dengan semestinya. Hanya pada altar inilah
perayaan-perayaan liturgis dilaksanakan. Agar tidak mengganggu perhatian umat
ke altar baru, altar lama hendaknya tidak dihias secara berlebihan.
304. Untuk menghormati
perayaan-kenangan akan Tuhan serta perjamuan Tubuh dan Darah-Nya, pantaslah
altar ditutup dengan sehelai kain altar berwarna putih. Bentuk, ukuran, dan
hiasannya hendaknya cocok dengan altar itu.
305. Dalam menghias
altar hendaknya tidak berlebihan. Selama Masa Adven penghiasan altar dengan
bunga hendaknya mencerminkan ciri khas masa ini (masa penantian penuh sukacita),
tetapi tidak boleh mengungkapkan sepenuhnya sukacita kelahiran Tuhan. Selama
Masa Prapaskah altar tidak dihias dengan bunga, kecuali pada Minggu Laetare
(Minggu Prapaskah IV), hari raya dan pesta yang terjadi pada masa ini.
Hiasan bunga hendaknya
tidak berlebihan dan ditempatkan di sekitar altar, bukan di atasnya.
306. Di atas altar
hendaknya ditempatkan hanya barang-barang yang diperlukan untuk
perayaan Misa, yakni sebagai berikut :
perayaan Misa, yakni sebagai berikut :
a. dari awal perayaan
sampai pemakluman Injil: Kitab Injil;
b. dari persiapan
persembahan sampai pembersihan bejana-bejana: piala dengan patena, sibori, kalau
perlu; dan akhirnya korporale, purifikatorium, dan Misale.
Di samping itu, mike
yang diperlukan untuk memperkeras suara imam hendaknya diatur secara
cermat.
307. Lilin diperlukan
dalam setiap perayaan liturgi untuk menciptakan suasana khidmat dan untuk
menunjukkan tingkat kemeriahan perayaan (bdk. no. 117). Lilin itu seyogyanya
ditaruh di atas atau di sekitar altar, sesuai dengan bentuk altar dan tata
ruang panti imam. Semuanya harus ditata secara serasi, dan tidak boleh
menghalangi pandangan umat, sehingga mereka dapat melihat dengan jelas apa yang
terjadi di altar atau yang diletakkan di atasnya.
308. Juga di atas atau
di dekat altar hendaknya dipajang sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib.
Salib itu harus mudah dilihat oleh seluruh umat. Salib seperti itu akan
mengingatkan umat beriman akan sengsara Tuhan yang menyelamatkan. Maka, seyogyanya
salib itu tetap ada di dekat altar, juga di luar perayaan-perayaan liturgi.
Mimbar
309. Keagungan sabda
Allah menuntut agar dalam gereja ada tempat yang serasi untuk pewartaan sabda, yang
dengan sendirinya menjadi pusat perhatian umat selama Liturgi Sabda.136
Sebaiknya tempat pewartaan sabda
itu berupa mimbar (ambo) yang tetap, bukannya “standar” yang dapat
dipindah-pindahkan. Sesuai dengan bentuk dan ruang gereja masing-masing, hendaknya
mimbar itu ditempatkan sedemikian rupa, sehingga pembaca dapat dilihat dan
didengar dengan mudah oleh umat beriman.
Mimbar adalah tempat
untuk membawakan bacaan-bacaan dan mazmur tanggapan serta Pujian Paskah. Juga
homili dan doa umat dapat dibawakan dari mimbar. Untuk menjaga keagungan mimbar,
hendaknya hanya pelayan sabda yang melaksanakan tugas di sana.
Seyogyanya, sebelum
digunakan untuk keperluan liturgi, mimbar baru diberkati menurut tata cara yang
diuraikan dalam buku Rituale Romanum.137
Kursi
Imam Selebran dan Para Pelayan lain
310. Kursi imam
selebran harus melambangkan kedudukan imam sebagai pemimpin jemaat dan
mengungkapkan tugasnya sebagai pemimpin doa. Oleh karena itu, tempat yang
paling sesuai untuk kursi imam selebran ialah berhadapan dengan umat dan berada
pada ujung panti imam, kecuali kalau tata bangun gereja atau suatu sebab lain
tidak mengizinkannya; misalnya saja kalau dengan demikian jarak antara umat dan
imam terlalu jauh, sehingga mempersulit komunikasi; atau kalau tabernakel
dibangun di belakang altar persis di tengah garis belakang panti imam. Kursi
imam selebran sama sekali tidak boleh menyerupai takhta.138
Seyogyanya, sebelum
digunakan untuk keperluan liturgi, kursi imam selebran diberkati menurut tata
cara yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum.139
Demikian pula, di panti
imam hendaknya di pasang kursi-kursi lain baik untuk para imam konselebran
maupun untuk imam-imam yang berhimpun untuk Ibadat Harian tetapi tidak ikut
berkonselebrasi.
Kursi diakon hendaknya
ditempatkan di dekat imam selebran. Tempat duduk para petugas lain hendaknya
jelas berbeda dengan kursi klerus, dan diatur sedemikian rupa, sehingga semua
dapat menjalankan tugasnya dengan mudah.140
III.
Penataan Ruang Lain dalam Gereja
Tempat Umat Beriman
311. Tempat umat
beriman hendaknya diatur dengan sakama, sehingga mereka dapat berpartisipasi
dengan semestinya dalam perayaan-perayaan kudus, baik secara visual maupun
secara batin. Sebagaimana lazimnya, baiklah disediakan bangku atau tempat duduk
lain bagi mereka. Tetapi kebiasaan menyediakan tempat duduk istimewa bagi
orang-orang tertentu harus dihapus.141 Khususnya dalam gereja-gereja
yang dibangun baru, bangku atau tempat duduk lain itu hendaknya diatur
sedemikian rupa, sehingga umat dengan mudah dapat melaksanakan tata gerak yang
dituntut dalam aneka bagian perayaaan, dan tanpa hambatan dapat maju untuk
menyambut Tubuh dan Darah Kristus.
Hendaknya diusahakan, agar
umat tidak hanya dapat melihat imam, diakon, dan lektor tetapi juga, dengan
bantuan sarana teknologi modern, dapat mendengar mereka tanpa kesulitan.
Tempat
Paduan Suara dan Alat Musik
312. Paduan suara
merupakan bagian utuh dari umat yang berhimpun namun memiliki tugas yang
khusus. Oleh karena itu, dengan memperhatikan tata ruang gereja, paduan suara
hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga kedua ciri khas tersebut tampak
dengan jelas. Juga agar paduan suara dapat menjalankan tugasnya dengan mudah, dan
memungkinkan setiap anggota paduan suara berpartisipasi secara penuh dalam Misa,
yaitu berpartisipasi secara sakramental.142
313. Organ dan
alat-alat musik lain yang boleh digunakan dalam liturgi, hendaknya diatur pada
tempat yang cocok, sehingga dapat menopang nyanyian baik paduan suara maupun
umat, dan kalau dimainkan sendiri dapat didengar dengan baik oleh seluruh umat.
Seyogyanya, sebelum
digunakan khusus untuk liturgi, organ diberkati menurut tata cara yang
diuraikan dalam buku Rituale Romanum.143
Selama Masa Adven, organ
dan alat musik lainnya hendaknya dimainkan secara sederhana sehingga
mengungkapkan ciri khas masa ini; jadi, jangan terlalu meriah sehingga memberi
kesan bahwa Natal telah tiba.
Selama Masa Prapaskah, organ
dan alat musik lainnya hanya boleh dimainkan untuk menopang nyanyian, kecuali
pada Minggu Laetare (Minggu Prapaskah
IV) dan hari raya serta pesta yang terjadi dalam masa ini.
Tempat
Tabernakel
314. Sesuai dengan tata
bangun masing-masing gereja dan kebiasaan setempat, Sakramen Mahakudus
hendaknya disimpan dalam tabernakel yang dibangun di salah satu bagian gereja. Tempat tabernakel itu hendaknya
sungguh mencolok, indah, dan cocok untuk berdoa.144
Seturut ketentuan, hendaknya
hanya ada satu tabernakel dalam satu gereja. Tabernakel hendaknya dibangun
permanen, dibuat dari bahan yang kokoh, tidak mudah dibongkar, dan tidak tembus
pandang. Tabernakel hendaknya dilengkapi dengan kunci yang aman, sehingga setiap
bahaya pencemaran dapat dihindarkan.145 Seyogyanya, sebelum
dikhususkan untuk penggunaan liturgis, tabernakel diberkati seturut tata cara
yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum.146
315. Sangatlah sesuai
dengan makna simbolisnya, kalau tabernakel sebagai tempat menyimpan Sakramen
Mahakudus tidak diletakkan di atas altar di mana dirayakan Ekaristi.147
Oleh karena itu, sesuai
dengan kebijakan uskup diosesan, tabernakel lebih baik ditempatkan:
a. kalau di panti imam, terpisah
dari altar yang digunakan untuk merayakan Ekaristi, dalam bentuk dan tempat
yang serasi, tidak terkecuali pada altar lama yang tidak lagi digunakan untuk
merayakan Ekaristi (no. 303);
b. di kapel yang cocok untuk sembah sujud dan doa
pribadi umat beriman;148 dari segi tata bangun, kapel ini hendaknya
terhubung dengan gereja dan mudah dilihat oleh umat.
316. Selaras dengan
tradisi, di dekat tabernakel harus dipasang lampu khusus yang menggunakan bahan
bakar minyak atau lilin. Lampu ini bernyala terus-menerus sebagai tanda dan ungkapan
hormat akan kehadiran Kristus.149
317. Semua hal lain
yang berkaitan dengan penyimpanan Sakramen Mahakudus dan ditetapkan oleh hukum,
hendaknya selalu diperhatikan.150
Patung
Kudus
318. Dalam liturgi yang
dirayakan di dunia, Gereja mencicipi liturgi surgawi yang dirayakan di kota
suci Yerusalem. Gereja ibarat peziarah yang berjalan menuju Yerusalem baru, tempat
Kristus duduk disisi kanan Allah. Dengan menghormati para kudus, Gereja juga
berharap agar diperkenankan menikmati persekutuan dengan mereka dan ikut
merasakan kebahagiaan mereka.151
Maka, sesuai dengan
tradisi Gereja yang sudah sangat tua, ruang ibadat dilengkapi juga dengan
patung Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria, dan para kudus, agar dapat dihormati
oleh umat beriman.152 Di dalam gereja, patung-patung itu hendaknya
diatur sedemikian rupa sehingga dapat membantu umat beriman menghayati
misteri-misteri iman yang dirayakan di sana.Maka, harus diupayakan jangan
sampai jumlahnya berlebihan, dan patung-patung itu hendaknya diatur sedemikian rupa
sehingga tidak membelokkan perhatian uamt dari perayaan liturgi sendiri.153
Tidak boleh ada lebih
dari satu patung orang kudus yang sama. Pada umumnya, pemanfaatan patung dalam
tata ruang dan tata hias gereja, hendaknya sungguh mempertimbangkan keindahan
dan keagungan patung itu sendiri serta manfaatnya untuk kesalehan seluruh umat.
BAB VI
YANG DIPERLUKAN UNTUK
PERAYAAN MISA
PERAYAAN MISA
I. Roti
dan Anggur
319. Seturut teladan Kristus, Gereja
selalu menggunakan roti dan anggur dengan air untuk merayakan perjamuan malam
Tuhan.
320. Roti yang digunakan untuk
merayakan Ekaristi harus dari gandum, masih baru, dan menurutkebiasaan Gereja
Latin roti itu tidak beragi.
321. Mengingat
hakikatnya sebagai tanda, bahan untuk perayaan Ekaristi hendaknya
sungguh-sungguh kelihatan sebagai makanan. Oleh karena itu, hendaknya roti
Ekaristi, biarpun berbentuk hosti, dibuat sedemikian rupa, sehingga
sungguh-sungguh dapat dipecah-pecah oleh imam, dan bagian-bagian itu diberikan
juga setidaknya kepada beberapa orang beriman. Namun, hal ini tidak berarti
bahwa hosti-hosti kecil harus ditiadakan, sebab hosti-hosti kecil tetap berguna
karena banyaknya jumlah orang yang menyambut Tubuh Kristus atau karena alasan
pastoral lain. Di zaman para rasul perayaan Ekaristi disebut Pemecahan Roti, sebab
kegiatan pemecahan roti itu melambangkan dengan jelas dan nyata, bahwa semua
bersatu dalam satu roti. Selain itu dilambangkan juga cinta persaudaraan, sebab
roti yang satu dan sama itu dipecah-pecah dan dibagikan diantara
saudara-saudara seiman.
322. Anggur untuk perayaan
Ekaristi harus berasal dari buah pohon anggur (bdk. Luk 22:18). Anggur itu
harus asli dan murni,
yaitu tanpa campuran dengan bahan lain.
323. Hendaknya
diperhatikan secara khusus, agar roti dan anggur untuk perayaan Ekaristi itu
selalu dalam keadaan baik, artinya anggur jangan sampai menjadi masam, dan roti
jangan menjadi busuk atau sangat keras, sehingga sukar dipecah-pecahkan.
324. Jika seorang imam,
sesudah konsekrasi atau waktu komuni, mengetahui bahwa yang ada dalam piala itu
bukan anggur melainkan air, maka air itu harus dituangkan ke suatu wadah.
Kemudian, piala diisi dengan anggur dan air. Lalu imam mengulangi kata-kata
konsekrasi untuk anggur. Kata-kata konsekrasi untuk roti tidak perlu diulangi.
II.
Perabot Ibadat pada Umumnya
325. Seperti untuk
pembangunan gereja, demikian juga untuk perabot ibadat, Gereja menyambut baik
cita rasa seni setiap daerah. Gereja juga menerima penyerasian dengan tradisi
dan kekhasan masing-masing bangsa, asal saja sesuai dengan maksud dan fungsi
perabot ibadat itu di dalam liturgi.154Dalam hal inipun, hendaknya
diperhatikan kesederhanaan yang anggun, yang merupakan bagian utuh dari seni
sejati.
326. Mengenai bahan
untuk perabot ibadat, di samping bahan tradisional boleh juga digunakan bahan
lain, asal menurut penilaian zaman sekarang dianggap sebagai bahan yang luhur, tahan
lama, dan serasi untuk digunakan dalam liturgi. Konferensi Uskuplah yang
hendaknya menentukan kebijaksanaan dalam hal ini.
III.
Bejana Kudus
327. Diantara hal-hal yang
diperlukan untuk perayaan Ekaristi, bejana-bejana kudus harus dihormati secara
khusus, terutama patena dan piala, tempat roti dan anggur dipersembahkan, dikonsekrasikan,
dan disambut.
328. Bejana-bejana kudus hendaknya
dibuat dari logam mulia. Kalau bejana itu dibuat dari logam yang dapat
berkarat, atau yang lebih rendah dari emas, hendaklah bagian dalamnya dilapis
emas.
329. Atas keputusan
Konferensi Uskup, yang harus lebih dulu diketahui oleh Takhta Apostolik, bejana-bejana
kudus dapat juga dibuat dari bahan lain yang kuat dan yang menurut anggapan
umum setempat merupakan bahan bermutu, misalnya kayu eboni atau kayu keras lain, asal serasi untuk
digunakan dalam liturgi. Dalam hal ini, hendaknya lebih diutamakan bahan yang
tidak mudah pecah dan tidak mudah rusak. Hal ini berlaku untuk bejana-bejana
kudus tempat menyimpan atau menaruh hosti, seperti patena, sibori, piksis, monstrans,
dan lain-lainnya.
330. Piala dan bejana
lain yang digunakan untuk Darah Tuhan, hendaknya dibuat dari bahan yang kedap
air. Kaki piala boleh dibuat dari bahan lain yang kuat dan pantas.
331. Untuk konsekrasi
hosti, sebaiknya digunakan patena yang besar; dalam patena itu ditampung hosti
baik untuk imam dan diakon, maupun untuk para pelayan lain dan umat.
332. Para seniman yang
membuat bejana-bejana kudus boleh membuatnya menurut kekhasan budaya setempat.
Namun, hendaknya bejana-bejana itu serasi untuk digunakan dalam liturgi, dan
jelas-jelas berbeda dari bejana-bejana yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari.
333. Mengenai pemberkatan
bejana-bejana kudus hendaknya diperhatikan tata cara yang terdapat dalam
buku-buku liturgis.155
334. Kebiasaan
membangun sakrarium (sumur suci) di sakristi hendaknya
dipertahankan. Ke dalam sakrarium inilah dituangkan air bekas pencuci bejana
kudus dan kain-kain (bdk. no. 280).
IV.
Busana Liturgis
335. Gereja adalah
Tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama.
Dalam perayaan Ekaristi tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana
liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus
masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan
perayaan liturgis. Seyogyanya busana liturgis untuk imam, diakon, dan para
pelayan awam diberkati. 156
336. Busana liturgis
yang lazim dikenakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun tidak
tertahbis, ialah alba,
yang dikencangi dengan singel,
kecuali kalau bentuk alba itu memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak
menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka dikenakan amik sebelum alba. Kalau
pelayan mengenakan kasula
atau dalmatik, ia
harus mengenakan alba, tidak boleh menggantikan alba tersebut dengan superpli. Juga, sesuai dengan kaidah yang berlaku, tidak
boleh pelayan hanya mengenakan stola tanpa kasula atau dalmatik.
337. Busana khusus bagi
imam selebran dalam Misa ialah “kasula” atau planeta. Begitu pula dalam
perayaan liturgi lainnya yang langsung berhubungan dengan Misa, kecuali kalau
ada peraturan lain. Kasula dipakai di atas alba dan stola.
338. Busana khusus bagi
diakon ialah dalmatik yang dikenakan diatas alba dan stola. Tetapi, kalau tidak
perlu atau dalam perayaan liturgi yang kurang meriah, diakon tidak harus
mengenakan dalmatik.
339. Akolit, lektor, dan pelayan awam
lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup
untuk wilayah gerejawi yang bersangkutan.
340. Imam mengenakan stola yang dikalungkan
pada leher, dan ujungnya dibiarkan menggantung, tidak disilangkan.
Diakon mengenakan stola yang disampirkan pada bahu kiri dan ujungnya
disilangkan ke pinggang kanan.
341. Pluviale
dikenakan oleh imam dalam perarakan atau dalam perarakan atau dalam perayaan
liturgis lain seturut petunjuk khusus untuk perayaan yang bersangkutan.
342. Konferensi Uskup
dapat menentukan bentuk busana liturgis yang lebih sesuai dengan keperluan dan
adat wilayah setempat; Takhta Apostolik hendaknya diberitahu tentang
penyerasian itu. 157
343. Di samping
bahan-bahan tradisional Gereja, untuk busana liturgis, boleh digunakan
bahan-bahan produksi khas daerah; boleh juga digunakan bahan-bahan tiruan yang
selaras dengan martabat perayaan liturgis dan pelayan liturgi yang
mengenakannya. Konferensi Uskuplah yang hendaknya memutuskan hal itu.158
344. Busana liturgis
hendaknya tampak indah dan anggun bukan karena banyak dan mewahnya hiasan, melainkan
karena bahan dan bentuk potongannya. Hiasan pada busana liturgis yang berupa gambar atau lambang, hendaknya
sesuai dengan liturgi. Yang kurang sesuai hendaknya dihindarkan.
345. Keanekaragaman
warna busana liturgis dimaksudkan untuk mengungkapkan secara lahiriah dan
berhasil guna ciri khas misteri iman yang dirayakan; dalam kerangka tahun
liturgi, kebhinekaan warna busana liturgis juga dimaksudkan untuk mengungkapkan
makna tahap-tahap perkembangan dalam kehidupan kristen.
346. Warna-warna busana liturgis
hendaknya digunakan menurut kebiasaan yang sampai sekarang berlaku, yaitu :
a. Warna putih digunakan dalam
Ibadat Harian dan Misa pada Masa Paskah dan Natal, pada perayaan-perayaan Tuhan
Yesus (kecuali peringatan sengsara-Nya), begitu pula pada Pesta Santa Perawan
Maria, para malaikat, para kudus yang bukan martir, pada Hari Raya Semua Orang
Kudus (1 November) dan kelahiran Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni), pada Pesta
Santo Yohanes Pengarang Injil (27 Desember), Pesta Takhta Santo Petrus Rasul
(22 Februari) dan Pesta Bertobatnya Santo Paulus Rasul (25 Januari).
b. Warna merah digunakan pada hari
Minggu Palma memperingati Sengsara Tuhan dan pada hari Jumat Agung ; pada hari
Minggu Pentakosta, dalam perayaan-perayaan Sengsara Tuhan, pada pesta para
rasul dan pengarang Injil, dan pada perayaan-perayaan para martir.
c. Warna hijau digunakan dalam
Ibadat Harian dan Misa selama Masa Biasa sepanjang tahun.
d. Warna ungu digunakan dalam Masa
Adven dan Prapaskah. Tetapi dapat juga digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa
arwah.
e. Warna hitam dapat digunakan, kalau
memang sudah biasa, dalam Misa arwah.
Warna jingga dapat
digunakan, kalau memang sudah biasa, pada hari Minggu Gaudete(Minggu Adven III) dan hari Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV).
Konferensi Uskup dapat
menentukan perubahan-perubahan yang lebih serasi dengan keperluan dan kekhasan
bangsa setempat. Penyerasian-penyerasian itu hendaknya diberitahukan kepada
Takhta Apostolik.
347. Dalam perayaan
Misa Ritual digunakan warna liturgi yang ditentukan untuk perayaan yang
bersangkutan, atau putih, atau warna pesta; dalam Misa untuk pelbagai keperluan
digunakan warna liturgi yang sesuai dengan hari atau masa liturgi yang
bersangkutan, atau dengan warna ungu bila perayaan bertema tobat seperti
misalnya Misa di masa perang atau pertikaian, Misa di masa kelaparan, Misa
untuk memohon pengampunan dosa; Misa Votif dirayakan dengan warna yang cocok
dengan tema Misa yang bersangkutan, atau boleh juga dengan warna hari/masa
liturgi yang bersangkutan.
V. Hal
– hal Lain
348. Perabot-perabot
lain yang digunakan dalam liturgi atau dipakai dalam gedung gereja hendaknya
selalu pantas dan sesuai dengan tujuannya masing-masing. Ini juga berlaku untuk
bejana kudus dan busana liturgis yang bahan khususnya sudah dijelaskan di atas.159
349. Buku-buku liturgis,
khususnya Kitab Injil (Evangeliarium) dan Buku Bacaan Misa (Lectionarium)
yang dimaksudkan untuk pewartaan sabda Allah, harus diperhatikan secara
saksama, karena merupakan tanda dan simbol alam surgawi. Maka, buku-buku seperti
itu harus sungguh bermutu, anggun, dan indah, serta mendapat penghormatan
khusus.
350. Di samping itu, barang-barang
yang langsung terkait dengan altar dan perayaan Ekaristi, misalnya salib altar
dan salib perarakan, hendaknya sungguh diperhatikan.
351. Juga, untuk
hal-hal yang kurang pentingpun hendaknya diusahakan agar memiliki mutu seni, yang
memadukan kesederhanaan yang anggun dengan keindahan.
BAB VII
PEMILIHAN RUMUS MISA
DAN
BAGIAN-BAGIANNYA
BAGIAN-BAGIANNYA
352. Secara pastoral
perayaan liturgi akan lebih mengena, bila bacaan, doa, dan nyanyian dipilih
sesuai dengan keperluan, taraf pendidikan, dan kemampuan rohani umat yang
hadir. Oleh karena itu, hendaknya dimanfaatkan semua kemungkinan yang diberikan
dalam memilih, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Dalam merancang Misa, imam
hendaknya lebih mengutamakan kepentingan rohani umat Allah daripada keinginannya
sendiri. Rumus-rumus Misa hendaknya dipilih sesuai dengan pendapat dan
persetujuan para pembantu dan petugas dalam liturgi, termasuk saran umat
beriman mengenai bagian-bagian yang langsung menyangkut mereka.
Oleh karena ada banyak
kemungkinan untuk memilih bagian-bagian Misa, maka diakon, lektor, pemazmur, komentator, dan paduan
suara, sebelum perayaan masing-masing harus tahu rumus manakah yang akan mereka
bawakan, jangan sampai terjadi sesuatu tanpa persiapan. Sebab koordinasi yang
baik dan penyelenggaraan yang serasi akan sangat menolong umat untuk terlibat
dalam perayaan Ekaristi dan memetik manfaat yang lebih besar.
I.
Pemilihan Rumus Misa
353. Pada hari raya
imam wajib mengikuti penanggalan liturgi Gereja tempat ia merayakan Misa.
354. Pada hari-hari
Minggu, hari-hari biasa dalam Masa Adven, Natal, Prapaskah, dan Paskah, hari-hari
pesta dan peringatan wajib, hendaknya diindahkan petunjuk-petunjuk berikut:
a. Kalau Misa dirayakan
bersama dengan jemaat, hendaknya imam mengikuti penanggalan liturgi Gereja.
b. Kalau Misa dirayakan
tanpa jemaat, imam dapat mengikuti penanggalan liturgi Gereja atau
penanggalannya sendiri.
355. Pada hari-hari
peringatan fakultatif, aturannya sebagai berikut:
a. Pada hari-hari biasa
dalam Masa Adven yang jatuh pada 17-24 Desember, hari-hari selama oktafNatal
dan Masa Prapaskah (kecuali pada hari Rabu Abu dan hari-hari biasa selama Pekan
Suci), imam memakai rumus Misa hari biasa yang bersangkutan. Tetapi, kalau pada
hari-hari tersebut dalam penanggalan liturgi tercantum suatu peringatan, imam
boleh menggunakan doa pembukanya; hal ini tidak berlaku pada hari Rabu Abu atau
hari-hari biasa selama Pekan Suci. Pada hari-hari biasa selama Masa Paskah, dan
pada peringatan orang kudus dapat digunakan semua teks yang ditentukan untuk
peringatan yang bersangkutan.
b. Pada hari-hari biasa
dalam Misa Adven sebelum 17 Desember, dalam Masa Natal mulai 2 Januari, dan
pada hari-hari biasa dalam Masa Paskah, imam boleh memilih rumus Misa hari
biasa yang bersangkutan, rumus Misa orang kudus atau salah satu orang kudus
yang diperingati pada hari yang bersangkutan atau yang namanya tercantum dalam martirologium pada tanggal itu.
c. Pada hari-hari biasa
dalam Masa Biasa, rumus Misa boleh diambil dari hari biasa yang bersangkutan, dari
peringatan fakultatif, dari seorang kudus yang namanya tercantum dalam
martirologium pada tanggal itu, dari rumus Misa untuk pelbagai keperluan, atau
Misa votif.
Kalau merayakan Misa
umat, imam hendaknya mengutamakan kepentingan rohani umat. Janganlah ia memaksakan
kesukaannya sendiri kepada mereka. Terutama harap diusahakan agar bacaan
bersambung pada hari biasa tidak terlalu sering diputus-putus tanpa alasan yang
kuat. Sebab Gereja ingin menghidangkan kepada umat beriman makanan sabda Allah
dengan lebih berlimpah.160
Dengan dalih yang sama janganlah imam terlalu sering memakai
rumus Misa arwah. Sebab setiap Misa dirayakan demi keselamtan manusia baik yang
hidup maupun yang sudah meninggal. Lagipula dalam tiap Doa Syukur Agung sudah
tercantum juga doa untuk arwah.
Kalau suatu Peringatan
Fakultatif Santa Perawan Maria atau seorang kudus tertentu sangat digemari oleh
umat, hendaknya sekurang-kurangnya satu Misa dirayakan dengan memakai rumus itu,
agar harapan wajar umat beriman terpenuhi.
Kalau boleh memilih antara
peringatan yang ada dalam penangalan umum dan yang ada dalam penanggalan khusus
keuskupan atau tarekat, maka, menurut tradisi Gereja, peringatan khusus itu
mendapat prioritas.
II.
Pemilihan Bagian-bagian Misa
356. Dalam memilih
bagian-bagian Misa, baik yang berkaitan dengan masa liturgi maupun dengan rumus
para kudus, hendaknya diikuti pedoman berikut :
Pemilihan
Bacaan
357. Untuk hari Minggu dan hari raya ditentukan tiga
bacaan, yaitu satu bacaan dari “Kitab para nabi” satu dari “Kitab para rasul”
dan satu Injil. Maksudnya ialah untuk membimbing umat agar memahami
kesinambungan karya keselamatan, seturut rencana Allah yang mengagumkan. Ketiga
bacaan itu harus diikuti dengan saksama.
Untuk hari-hari pesta ditentukan dua
bacaan. Tetapi, kalau, seturut kaidah, suatu pesta ditingkatkan menjadi hari
raya, maka ditambahkan satu bacaan lagi, yang diambil dari rumus umum orang
kudus yang bersangkutan.
Untuk peringatan orangkudus, biasanya
digunakan bacaan-bacaan yang ditentukan untuk hari biasa yang bersangkutan, kecuali
kalau untuk peringatan orang kudus itu tersedia bacaan-bacaan khusus. Biasanya,
bacaan-bacaan khusus itu disediakan untuk menyoroti segi tertentu dari
kehidupan rohani atau kegiatan orang yang kudus yang bersangkutan. Penggunaan
bacaan-bacaan seperti itu tidak diwajibkan, kecuali kalau ada alasan pastoral
yang mendesak.
358. Dalam Buku Bacaan
Misa Harian disediakan bacaan-bacaan untuk setiap hari sepanjang tahun. Maka, hendaknya
bacaan-bacaan itu digunakan pada hari yang bersangkutan, kecuali kalau pada
hari itu ada hari raya atau pesta, atau ada peringatan-peringatan yang memiliki
bacaan khusus dari Perjanjian Baru, dimana disebut nama orang kudus yang
dirayakan.
Kadang-kadang bacaan
bersambung sepanjang pekan terputus oleh suatu hari raya, pesta atau perayaan
khusus lain. Kalau demikian, imam hendaknya memperhatikan semua bacaan dalam
pekan itu, lalu menentukan bacaan manakah yang dapat dilewati, mana yang
sebaiknya digabungkan dengan bacaan lain, supaya bacaan bersambung berjalan
terus dan umat tidak dirugikan.
Dalam Misa dengan
kelompok khusus imam dapat memilih bacaan-bacaan yang lebih sesuai dengan
kelompok itu, asal bacaan-bacaan itu diambil dari Buku Bacaan Misa yang telah
disahkan.
359. Dalam Buku Bacaan
Misa disediakan khazanah bacaan yang lebih kaya untukMisa Ritual dan Misa untuk
Pelbagai Keperluan.
Daftar bacaan tersebut
disusun dengan maksud, supaya pewartaan sabda Allah lebih terarah. Dengan
demikian umat dididik untuk lebih memahami misteri yang mereka rayakan dan
mencintai sabda Allah dengan lebih nyata.
Oleh karena itu, bacaan-bacaan
yang akan dimaklumkan dalam perayaan liturgi hendaknya dipilih atas dasar
pertimbangan pastoral.
360. Kadang-kadang
untuk bacaan yang sama disediakan kutipan panjang dan kutipan singkat;
pemilihannya harus didasarkan pada pertimbangan pastoral. Dalam keadaan seperti
itu, hendaknya sungguh dipertimbangkan kemampuan umat untuk mendengarkan dengan
baik entah kutipan panjang entah kutipan singkat, juga hendaknya
dipertimbangkan hak mereka untuk mendengarkan kutipan yang lebih lengkap yang
akan dijelaskan lewat homili.
361. Kadang-kadang
disediakan teks alternatif, entah satu entah lebih. Dalam menentukan pilihan
hendaknya dipertimbangkan mana yang paling mengesan untuk umat yang hadir.
Beberapa bahan pertimbangan misalnya karena suatu teks lebih mudah ditangkap, atau
lebih sesuai dengan jemaat yang berhimpun, atau demi manfaat pastoral umat, perlu
mengulang atau mengganti teks yang sudah ditentukan untuk suatu perayaan atau
disarankan sebagai alternatif.
Situasi seperti itu
bisa muncul kalau teks yang sama harus dibacakan lagi selang beberapa hari, misalnya
pada suatu hari Minggu dan pada hari biasa dalam pekan yang bersangkutan, atau
kalau dikhawatirkan bahwa suatu kutipan akan menciptakan kesulitan di pihak
umat beriman. Akan tetapi, hendaknya diperhatikan, jangan sampai dalam
pemilihan teks bacaan ada kutipan-kutipan Alkitab yang selalu disingkirkan.
362. Dalam nomor-nomor
tersebut di atas diberikan banyak kemungkinan untuk memilih teks bacaan yang
paling sesuai. Namun, dalam keadaan tertentu, Konferensi Uskup dapat memberikan
keleluasaan lebih besar lagi untuk memilih bacaan, asal bacaan-bacaan itu
diambil dari Buku Bacaan Misa atau Alkitab yang disahkan.
Pemilihan
Doa
363. Dalam setiap Misa
digunakan doa-doa yang khusus disediakan untuk perayaan yang bersangkutan, kecuali
kalau ada ketentuan-ketentuan lain.
Pada peringatan
orang kudus, digunakan doa pembuka (kolekta) khusus untuk hari yang
bersangkutan atau, kalau tidak ada, dipilih teks yang cocok dari rumus umum
yang bersangkutan. Doa persiapan persembahan dan doa komuni, kalau tidak ada
yang khusus, diambil dari rumus umum atau dari hari biasa dalam pekan/masa
liturgi yang bersangkutan.
Pada hari-hari biasa
sepanjang tahun doa-doa dapat diambil dari hari Minggu sebelumnya, dari salah
satu hari Minggu lain dalam Masa Biasa, atau juga dari rumus Misa untuk
pelbagai keperluan yang tersedia dalam Misale. Boleh juga, dari
rumus-rumus Misa tersebut hanya diambil doa pembukanya.
Dengan demikian
tersedia khazanah doa yang sangat kaya, sehingga kehidupan umat beriman dapat
dipupuk dengan makanan rohani yang lebih berlimpah.
Untuk masa-masa liturgi
yang khusus, doa-doa yang tersedia dalam Misale, sudah disesuaikan dengan ciri
khas masa liturgi dan kebutuhan umat yang bersangkutan.
Pemilihan
Doa Syukur Agung
364. Dalam Tata Perayan
Ekaristi disediakan banyak sekali rumus prefasi. Maksudnya ialah supaya dalam
Doa Syukur Agungsegi syukur lebihditekankan, dan masing-masing segi dalam
misteri keselamatan lebih diuraikan.
365. Dalam memilih Doa
Syukur Agung yang tersedia dalam Tata Perayaan Ekaristi hendaknya diperhatikan
petunjuk-petunjuk berikut :
a. Doa Syukur Agung I, atau kanon Romawi, dapat
digunakan kapan saja. Doa Syukur Agung I terutama dianjurkan pada hari-hari
yang memiliki Communicantes 161khusus, atau dalam Misa-misa
yang memiliki Hanc igitur162 khusus.
Doa Syukur Agung I juga
cocok pada pesta para rasul dan orang-orang kudus yang namanya disebut dalam
Doa Syukur Agung ini; juga pada hari-hari Minggu kecuali kalau, karena
pertimbangan pastoral, lebih disarankan Doa Syukur Agung II.
b. Doa Syukur Agung II, karena sifatnya yang
khusus, lebih cocok untuk hari-hari biasa dan untuk kesempatan-kesempatan
tertentu.163 Memang Doa Syukur Agung ini memiliki prefasi sendiri;
tetapi dapat juga digunakan prefasi lain, terutama prefasi-prefasi yang
merangkum misteri keselamatan, seperti
prefasi-prefasi hari Minggu biasa. Dalam Misa arwah, sebelum Ingatlah (pula)
saudara-saudara kami…, dapat disisipkan doa khusus untuk orang yang sudah
meninggal.
c. Doa Syukur Agung III dapat digunakan dengan
prefasi manapun. Doa Syukur Agung ini sangat cocok untuk hari Minggu dan
pesta-pesta. Kalau Doa Syukur Agung III ini digunakan dalam Misa Arwah, doa Sudilah
pula…, dapat diganti dengan doa khusus untuk arwah.
d. Doa Syukur Agung IV mempunyai prefasi yang
tetap. Dalam Doa Syukur Agung ini dipaparkan seluruh sejarah keselamatan. Doa
Syukur Agung ini dapat digunakan dalam setiap Misa yang tidak mempunyai prefasi
khusus dan pada hari Minggu dalam Masa Biasa. Karena susunannya yang istimewa, dalam
Doa Syukur Agung IV ini tidak dapat disisipkan doa arwah khusus.
Pemilihan
Nyanyian
366.Nyanyian-nyanyian yang terdapat
dalam Tata Perayaan Ekaristi, misalnya Anak domba Allah, tidak boleh
diganti dengan nyanyian lain.
367.Dalam memilih
nyanyian pembuka, mazmur tanggapan, persiapan persembahan, dan komuni hendaknya
diperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam kaitan dengan masing-masing
nyanyian (bdk. no. 40-41, 47-48, 61-64, 87-88).
BAB VIII
MISA DAN DOA
UNTUK PELBAGAI KESEMPATAN
DAN MISA ARWAH
UNTUK PELBAGAI KESEMPATAN
DAN MISA ARWAH
I. Misa
dan Doa untuk Pelbagai Kesempatan.
368.Bagi orang-orang
beriman yang cukup matang, liturgi sakramen dan pemberkatan menyucikan hampir
setiap peristiwa kehidupan dengan rahmat ilahi yang mengalir dari misteri
Paskah.164 Perayaan Ekaristi merupakan sakramen yang termulia
diantara sakramen-sakramen lainnya. Maka dari itu dalam Misale disediakan
banyak rumus Misa dan doa yang dapat digunakan untuk pelbagai kesempatan dalam
kehidupan kristen, untuk keperluan umat manusia, Gereja Universal dan umat
setempat.
369.Mengingat
keleluasaan yang cukup besar dalam memilih bacaan dan doa, maka hendaknya rumus
Misa untuk pelbagai kesempatan tidak terlalu sering dipakai, artinya hanya bila
situasi sungguh menuntutnya.
370.Dalam semua
perayaan Ekaristi pada kesempatan-kesempatan khusus boleh dipakai bacaan-bacaan
dan mazmur tanggapan dari hari biasa, asal cocok dengan perayaan.
371.Ketentuan-ketentuan
dalam bab ini berlaku untuk Misa ritual, Misa untuk pelbagai keperluan atau
kesempatan, Misa untuk aneka situasi, dan Misa Votif.
372.Misa Ritual adalah
Misa yang dirayakan dalam kaitan dengan sakramen dan sakramentali, Misa ritual
dilarang pada hari-hari Minggu selama Masa Adven, Prapaskah, dan Paskah, pada
hari-hari raya, pada hari-hari dalam oktaf Paskah, pada Peringatan Arwah Semua
Orang Beriman, pada Rabu Abu, dan selama Pekan Suci. Disamping itu hendaknya
diindahkan kaidah-kaidah khusus yang diberikan dalam buku-buku rituale atau
dalam rumus Misa yang bersangkutan.
373.Misa Untuk
Pelbagai Keperluan dirayakan dalam keadaan atau saat-saat tertentu, entah
secara insidental entah secara teratur, untuk suatu keperluan khusus. Dari
rumus-rumus Misa untuk Pelbagai Keperluan inilah pihak yang berwenang dapat
memilih rumus Misa yang sesuai dengan ujud-ujud khusus yang ditetapkan
Konferensi Uskup pada saat-saat tertentu dalam kurun tahun Liturgi.
374.Kalau timbul suatu
keperluan yang mendesak, atau kalau ada manfaat pastoral, dengan petunjuk uskup
diosesan atau dengan izin beliau, dapat dirayakan Misa khusus yang sesuai
dengan keperluan tersebut. Misa seperti ini dapat dirayakan pada hari manapun, kecuali
pada hari-hari raya dan hari-hari Minggu dalam Masa Adven, Prapaskah, dan
Paskah, pada hari-hari dalam oktaf Paskah, pada Peringatan Arwah Semua
OrangBeriman, pada hari Rabu Abu dan selama Pekan Suci.
375.Misa Votifadalah Misa
yang merayakan misteri-misteri Kristus atau Misa untuk menghormati Santa
Perawan Maria, malaikat, salah satu orang kudus atau semua orang kudus. Demi
devosi umat setempat, Misa seperti ini dapat dirayakan pada hari-hari biasa
dalam Masa Biasa, juga kalau pada hari itu ada peringatan fakultif. Tetapi Misa
yang merayakan misteri-misteri yang terkait dengan kejadian-kejadian dalam
kurun hidup Tuhan Yesus dan Santa Perawan Maria, kecuali Misa Maria Dikandung
Tanpa Dosa, tidak boleh dirayakan sebagai Misa Votif, karena perayaannya
merupakan bagian utuh dari perayaan tahun liturgi.
376.Misa untuk pelbagai
keperluan dan Misa Votif dengan sendirinya dilarang pada hari-hari peringatan wajib, pada
hari biasa dalam Masa Adven sebelum 17 Desember, pada Masa Natal mulai 2
Januari, pada Masa Paskah sesudah oktaf Paskah. Akan tetapi, kalau ada suatu
keperluan khusus atau demi manfaat pastoral, dalam Misa umat dapat digunakan
rumus Misa yang sesuai dengan keperluan atau manfaat tersebut. Hal ini
hendaknya diputuskan oleh pastor paroki atau oleh imam yang memimpin Misa.
377. Imam selalu boleh
memilih rumus Misa dan doa untuk berbagai kesempatan khusus pada hari-hari
biasa sepanjang tahun, juga kalau pada hari itu ada peringatan fakultatif.
Tetapi, rumus Misa Ritual tidak boleh digunakan.
378. Peringatan Santa
Perawan Maria pada hari Sabtu sangat dianjurkan, sebab dalam liturgi Gereja
Bunda Sang Penebus dihormati di atas semua orang kudus.165
II.
Misa Arwah
379. Kurban ekaristi
Paskah Kristus dipersembahkan oleh Gereja bagi para arwah. Sebab semua anggota
dalam Tubuh Kristus merupakan persekutuan, sehingga dengan demikian yang sudah
mati pun menerima pertolongan rohani, sedangkan yang masih hidup dihibur dengan
harapan.
380. Misa arwah yang terpenting ialah
yang dirayakan pada hari pemakaman. Misa ini boleh dirayakan pada hari
liturgi manapun, kecuali
hari-hari raya wajib, hari Kamis dalam Pekan Suci, Trihari Paskah, dan
hari-hari Minggu dalam masa Adven, Prapaskah dan Paskah. Dalam kaitan ini, harus
diperhatikan juga tuntutan-tuntutan hukum lainnya.166
381. Misa arwah dapat diselenggarakan
pada saat berita kematian diterima, pada hari pemakaman, dan pada peringatan
satu tahun kematian, biarpun hari itu jatuh dalam oktaf Natal atau bertepatan
dengan suatu peringatan wajib, atau juga pada hari biasa, asal tidak bertepatan
dengan hari Rabu Abu atau hari biasa dalam Pekan Suci.
Misa arwah lainnya, atau
Misa “harian”, dapat dirayakan pada hari biasa dalam Masa Biasa, kalau pada
hari itu dirayakan peringatan fakultatif dan kalau Ibadat Harian diambil dari
hari biasa yang bersangkutan, asal betul-betul dipersembahkan untuk orang yang
telah meninggal.
382. Dalam Misa
pemakaman hendaknya diadakan homili singkat, yang sama sekali tidak boleh
diganti dengan sambutan yang memaparkan kebaikan-kebaikan orang yang baru
meninggal.
383. Umat beriman, terutama
keluarga orang yang baru meninggal, hendaknya diajak menyambut
Tubuh (dan Darah) Kristus, sehingga mereka juga mengambil bagian
sepenuh-penuhnya dalam kurban Misa yang dirayakan untuk orang yang baru
meninggal.
384. Jika Misa pemakaman langsung
disusul ritus pemakaman, maka penutup Misa ditiadakan; sesudah doa komuni, langsung
diadakan ritus pelepasan; tetapi ini hanya dilakukan kalau jenazahnya
ada disitu.
385. Dalam merancang
dan memilih bagian-bagian Misa arwah, terutama Misa pemakaman, hendaknya bagian-bagian
tidak tetap, misalnya doa-doa, bacaan-bacaan, dan doa umat, dipilih dengan
saksama, sehingga dari sudut pastoral sesuai dengan keadaan orang yang baru
meninggal, keluarga yang berduka, dan semua yang hadir. Di samping itu, hendaknya
para gembala umat beriman memperhatikan juga orang-orang yang hadir, entah
katolik entah tidak, yang hanya pada kesempatan pemakaman seperti ini mengikuti
perayaan liturgi dan mendengarkan Injil. Mereka ini biasanya tidak pernah atau
jarang sekali menghadiri perayaan Ekaristi atau sudah kehilangan iman sama
sekali. Orang-orang itu hendaknya juga mendapat perhatian dari imam, sebab
imam harus wewartakan Injil kepada semua orang.
BAB IX
PENYERASIAN YANG
MENJADI
WEWENANG USKUP
DAN KONFERENSI USKUP
WEWENANG USKUP
DAN KONFERENSI USKUP
386. Pemugaran
Misale Romawi, yang dilaksanakan di zaman kita sesuai dengan dekrit Konsili
Ekumenis Vatikan II, sangat memperdulikan agar seluruh umat beriman dapat terlibat dalam perayaan
Ekaristi secara penuh, sadar, dan aktif. Partisipasi seperti ini dituntut
oleh hakikat liturgi sendiri dan merupakan hak serta kewajiban umat beriman
atas dasar martabat mereka sebagai oarang yang sudah dibaptis.167
Agar perayaan Ibadat
seperti itu lebih selaras dengan kaidah dan semangat liturgi kudus, Pedoman
Umum Misale Romawi dan Tata Perayaan Ekaristi ini menggariskan sejumlah kaidah
mengenai penyesuaian dan penyerasian; keduanya dipercayakan kepada
kebijaksanaan entah uskup diosesan entah Konferensi Uskup.
387. Uskup diosesan hendaknya
dipandang sebagai imam agung kawanannya. Dalam batas tertentu, ini berarti
bahwa kehidupan umat yang beriman akan Kristus yang ada dalam reksa pastoral
uskup bersumber dari uskup dan tergantung pada uskup.168Ia harus
menggerakkan, mengatur dan mengawasi kehidupan liturgi di keuskupannya. Dalam Pedoman Umum ini uskup
dipercaya untuk:(1) merumuskan tata cara konselebrasi (bdk. no. 202);
(2) merumuskan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan tugas melayani imam di altar
(bdk. no. 107); (3) merumuskan kaidah-kaidah komuni-dua-rupa (bdk. no. 283);
dan (4) merumuskan kaidah-kaidah tata bangun serta tata ruang gereja (bdk. no. 291-294),
Akan tetapi tugas
utamanyaadalah memupuk semangat liturgi kudus dalam diri para imam, diakon, dan
umat beriman.
388. Penyerasian-penyerasian
yang disebut dalam nomor-nomor berikut menuntut tingkat koordinasi yang lebih
luas. Karena itu, seturut kaidah hukum, penyerasian-penyerasian tersebut harus
diputuskan oleh Konferensi Uskup.
389. Pertama-tama, adalah
wewenang Konferensi Uskup untuk menyiapkan dan mengesahkan edisi Misale Romawi
yang resmi dalam bahasa setempat. Edisi ini dapat digunakan di wilayah
konferensi yang bersangkutan sesudah diketahui oleh Takhta Apostolik.
Misale Romawi, entah
dalam bahasa Latin entah dalam terjemahan bahasa setempat yang sudah disahkan, harus
diterbitkan secara utuh.
390. Konferensi
Uskuplah yang berwenang memutuskan penyerasian-penyerasian yang ditunjukkan
dalam Pedoman Umum dan dalam Tata Perayaan Ekaristi.Sesudah
keputusan mereka diketahui oleh Apostolik, mereka harus mencantumkan
penyerasian-penyerasian itu dalam buku Misale (bdk. no. 25 di atas).
Penyerasian-penyerasian itu mencakup :
a. tata gerak dan sikap
tubuh umat beriman (bdk. no. 43);
b. cara menghormati altar
dan Kitab Injil (bdk. no. 273);
c. teks nyanyian pembuka, persiapan
persembahan, dan komuni (bdk. no. 48, 74, 87);
d. bacaan Alkitab untuk
kesempatan-kesempatan khusus (bdk. no. 363);
e. bentuk atau tata gerak
salam damai (bdk. no. 82);
f. tata cara komuni (bdk. 160,
283);
g. bahan untuk altar dan
perlengkapan liturgi, khususnya bejana-bejana kudus; dan warna busana liturgis
(bdk. no. 301, 326, 329, 342, 343, 346).
Setelah diketahui oleh
Takhta Apostolik, Pedoman atau Instruksi Pastoral yang
dirumuskan oleh Konferensi Uskup dapat dicantumkan dalam Misale Romawi pada
tempat yang sesuai.
391. Konferensi Uskup
harus sungguh memperhatikan terjemahan teks Alkitab yang digunakan dalam
perayaan Misa. Karena, dari Alkitab diambil bacaan-bacaan yang dijelaskan dalam
homili, dan juga mazmur-mazmur yang harus dilagukan. Dari Alkitab pula doa-doa,
doa pembuka, nyanyian ibadat menimba inspirasi dan kekuatan, dan dari sana pula
tata gerak serta tanda-tanda memperoleh maknanya.169Bahasa yang
digunakan hendaknya sesuai dengan daya tangkap umat beriman dan serasi untuk
pemakluman kepada jemaat, sekaligus memperhatikan ciri khas aneka gaya bicara
yang digunakan dalam buku-buku Alkitab.
392. Juga merupakan
wewenang Konferensi Uskup untuk menyiapkan terjemahan teks-teks lain.
Terjemahan itu harus didahului studi yang matang, dan dilaksanakan sedemikian
rupa sehingga di satu pihak menghargai ciri khas bahasa setempat, serta
di lain pihak setia mengungkapkan makna teks asli Latin. Dalam melaksanakan
tugas ini, penting sekali diperhatikan aneka bentuk teks yang digunakan dalam
Misa: doa presidensial, antifon, aklamasi, jawaban/ulangan, litani
permohonan, dan lain-lain.
Semua harus menyadari
bahwa maksud utama teks-teks terjemahan itu bukanlah untuk direnungkan, tetapi
lebih untuk dimaklumkan atau dilagukan dalam perayaan.
Bahasa yang digunakan
hendaknya disesuaikan dengan umat setempat. Tetapi, terjemahan itu hendaknya
anggun dan menunjukkan mutu sastra yang tinggi. Sejumlah kata dan ungkapan
tidak mudah diterjemahkan; untuk itu selalu perlu penjelasan kateketis mengenai makna biblis dan
kristianinya.
Sangat dianjurkan, untuk
wilayah-wilayah yang menggunakan bahasa yang sama, kalau mungkin, digunakan
terjemahan yang sama untuk teks-teks liturgis, khususnya untuk teks Alkitab dan
untuk Tata Perayaan Ekaristi.170
393. Perlu diperhatikan
pentingnya nyanyian dalam Misa sebagai bagian utuh dari liturgi.171Konferensi Uskuplah yang
berwenang mengesahkan lagu-lagu yang serasi, khususnya untuk teks-teks
ordinarium, jawaban dan aklamasi umat, dan untuk ritus-ritus khusus yang
diselenggarakan dalam kurun tahun liturgi.
Demikian pula, Konferensi
Uskuplah yang berwenang memutuskan gaya musik, melodi, dan alat musik yang boleh digunakan dalam ibadat
ilahi, semua itu sejauh serasi, atau dapat diserasikan dengan
penggunaannya yang bersifat kudus.
394. Setiap keuskupan
hendaknya memiliki penanggalan liturgi dan Misa khusus.172Sedangkan
Konferensi Uskup hendaknya menyusun penanggalan liturgi khusus untuk negara
atau, bersama Konferensi Uskup lain, penanggalan untuk wilayah yang lebih luas,
untuk disahkan oleh Takhta Apostolik.
Dalam melaksanakan
wewenang ini, hari Tuhan (Minggu) sebagai pesta utama harus di jaga dengan amat
saksama, dan diamankan. Maka, perayaan-perayaan lain, kecuali kalau sangat penting, tidak boleh
menggeser perayaan hari Minggu.173 Demikian pula, hendaknya
dijaga agar tahun liturgi yang dipugar lewat dekrit-dekrit Konsili Vatikan II
tidak dikaburkan oleh unsur-unsur sekunder.
Dalam menyusun
penanggalan liturgi nasional, hendaknya dicantumkan pula hari-hari doa dan
matiraga, termasuk bentuk perayaan dan teks liturgi yang bersangkutan.
Keputusan-keputusan khusus lain hendaknya juga dipertimbangkan.
Dalam menerbitkan
Misale, seyogyanya perayaan-perayaan khusus untuk seluruh bangsa atau wilayah dimasukkan
ke dalam penanggalan umum pada tempat yang bersangkutan, sedangkan penanggalan
khusus untuk regio atau keuskupan dicantumkan sebagai lampiran.
395. Akhirnya, bisa
jadi partisipasi umat beriman dan kesejahteraan rohani mereka menuntut
perubahan dan penyerasian yang lebih radikal supaya liturgi sungguh serasi
dengan budaya dan tradisi bangsa. Dalam hal seperti ini, khususnya bagi
bangsa-bangsa yang baru saja menerima pewartaan Injil, sesuai dengan kaidah KL.no.
40., Konferensi Uskup dapat mengusulkan penyerasian seperti itu kepada Takhta
Apostolik; dengan persetujuannya, penyerasian tersebut dapat dilaksanakan.174
Hendaknya sungguh diperhatikan kaidah-kaidah khusus yang diberikan dalam
Instruksi Liturgi Romawi dan Inkulturasi.175
Mengenai prosedur penyerasian
seperti itu, hendaknya diikuti langkah-langkah berikut :
Pertama-tama, hendaknya
diajukan proposal awal yang rinci kepada Takhta Apostolik. Sesudah diberi izin,
Konferensi Uskup dapat melangkah maju: mengembangkan masing-masing tahap penyerasian.
Begitu proposal
disahkan oleh Takhta Suci, hendaknya diadakan eksperimen dalam waktu dan
lingkup terbatas. Begitu masa eksperimen berakhir, hendaknya dirumuskan
kesimpulan-kesimpulan. Lalu, Konferensi Uskup mengambil keputusan lebih lanjut
mengenai penyerasian itu, dan mengajukan rumusan penyerasian yang matang kepada
Takhta Apostolik.176
396. Akan tetapi, sebelum
melanjutkan ke penyerasian-penyerasian baru, khususnya yang lebih radikal, hendaknya
sungguh diusahakan: pengarahan yang jelas kepada para klerus dan umat beriman
secara bijaksana dan cermat; pemanfaatan kemungkinan-kemungkinan yang sudah
digariskan; dan pengamalan sepenuhnya kaidah-kaidah pastoral mengenai semangat
perayaan.
397. Selanjutnya, hendaknya
dipertahankan asas kesatuan Gereja partikular dengan Gereja
universal, bukan hanya dalam ajaran iman dan tanda-tanda sakramental, tetapi
juga dalam kebiasaan yang diikuti seluruh Gereja sebagai bagian dari tradisi
rasuli yang tak terputuskan. Ini semua harus dipertahankan bukan hanya untuk
menghindari penyimpangan-penyimpangan, tetapi juga supaya khazanah iman dapat
diwariskan secara utuh sehingga “tata doa” (lex orandi) Gereja tetap
selaras dengan “tata iman” (lex credendi).177
Ritus Romawi merupakan
bagian penting dan berharga dari khazanah liturgi serta harta warisan Gereja
Katolik. Kekayaan ini hendaknya dipertahankan demi kesejahteraan seluruh
Gereja; setiap pengurangan khazanah ini akan sangat merugikan Gereja universal.
Dari abad ke abad, Ritus Romawi tidak hanya
mempertahankan kebiasaan liturgis yang berasal dari kota Roma, tetapi juga
menampung unsur-unsur lain secara terpadu, organik, dan serasi. Semua itu
diambil dari kebiasaan dan kebudayaan aneka bangsa dan beragam Gereja
partikular, baik di Barat maupun di Timur. Dengan cara ini Ritus Romawi dalam
batas tertentu memiliki corak supra-regional. Baik identitas maupun kesatuan
Ritus Romawi dewasa ini diungkapkan dalam edisi acuan buku-buku liturgis, yang
dimaklumkan oleh Pimpinan Tertinggi Gereja, dan dalam edisi bahasa setempat
yang diterjemahkan dari edisi acuan dan disahkan oleh Konferensi Uskup untuk
wilayah yang bersangkutan, serta diketahui oleh Takhta Apostolik.178
398. Konsili Vatikan II
menetapkan kaidah bahwa pembaruan liturgi hanya boleh dilakukan kalau kebutuhan
nyata Gereja menuntutnya demikian. Juga harus sungguh diperhatikan agar
bentuk-bentuk baru itu tumbuh secara organik dari bentuk-bentuk yang sudah ada.179Kaidah
ini juga berlaku untuk inkulturasi Ritus Romawi.180Lagi pula, inkulturasi menuntut
waktu yang amat panjang; kalau dilakukan secara terburu-buru dan kurang
hati-hati tradisi liturgi yang autentik akan tercemar.
Akhirnya, tujuan
inkulturasi bukan asal tercipta ritus baru; inkulturasi dimaksudkan untuk
menjawab kebutuhan Gereja dalam kaitan dengan budaya tertentu. Inkulturasi
harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penyerasian yang dirumuskan dan
diperkenalkan baik dalam Misale maupun dalam buku-buku liturgis lain tidak
terlalu berbeda dengan ciri khas Ritus Romawi.
399. Maka, Misale
Romawi, meskipun dalam bahasa yang berbeda-beda dan mengungkapkankebiasaan yang
beranekaragam,181 harus dipertahankan sebagai sarana dan tanda nyata
dari keutuhan dan kesatuan Ritus Romawi.182
DAFTAR SINGKATAN
AAS : Acta
Apostolicae Sedis, Terbitan resmi Takhta Apostolik yang memuat
danmengumumkan dokumen-dokumen Gereja.
BU : Buku Umat
CD : Christus Dominus, Dekrit tentang Tugas Kegembalaan para Uskup.
D :Diakon
DS : Denzinger Schonmetzer, Kumpulan Definisi dan Pernyataan Gereja
mengenai ajaran iman dan moral.
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu ilahi.
I :Iman.
IML :Instruksi
tentang Musik di dalam Liturgi (musicam Sacram-MS). (Bina Liturgia 2B, hlm. 107).
IP1 : Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi (Inter Oecumenici-Ioe) (Bina
Liturgia 2A, hlm. 51)
IP2 :Instruksi Pelaksana II Konstitusi Liturgi (Tresabhincannos). (Bina
Liturgia2A, hlm. 67)
IP3 :Instruksi Pelaksana III Konstitusi Liturgi (Liturgicae Instaurationes-LI) (Bina
Liturgia 2A, hlm. 71).
KL :Konstitusi Liturgi (Sacrosanctum Concilium-SC) (Bina Liturgia 2A, hlm. 7)
L :Lektor / pembaca.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja.
ME : Misteri Ekaristi (Eucharisticum Mysterium), Instruksi Kongregasi Ritus
tentang Kebaktian Ekaristi (Bina Liturgia 2D).
PL : Patres Latini, Kumpulan tulisan para Bapa / Pengarang Gereja yang berbahasa
latin.
PO :Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pendidikan Imam.
PUMR:Pedoman Umum Misale Romawi (Institutio Generalis
Missalis Romawi –IMGR), Piagam Umum Mengenai TataPerayaan Ekaristi Menurut
MisaleRomawi).
SBL : Seri Bina Liturgia, Bunga Rampai Liturgi (Komisi Liturgi KWI & OBOR).
Sda :Sama dengan di atas.
UR : Unitatis Redintegratio, Dekrit tentang Ekumene.
U : Umat
W : Wakil Umat
Singakatan untuk konselebrasi (dicetak
pada margo kanan)
S:Selebran Utama
S1: Konselebran 1
S2: Konselebran 2
S3: Konselebran 3
S4: Konselebran 4
SS: Semua Selebran utama dan para konselebran
S1: Konselebran 1
S2: Konselebran 2
S3: Konselebran 3
S4: Konselebran 4
SS: Semua Selebran utama dan para konselebran
No comments:
Post a Comment