Kardinal Gereja Katolik Roma
Senin, 19 Maret 2012 14:19 WIB
Pemilihan Paus di Kapel Sistine Vatikan.
Kardinal berasal dari kata Latin “cardo” yang berarti “engsel” atau “penghubung”. Awalnya, kardinal hanya sebutan bagi beberapa diakon dan imam Keuskupan Roma.
Para kardinal ini menjadi penghubung antara komunitas umat beriman dengan Paus sebagai Uskup Roma. Sebelum abad VI, jumlah kardinal Roma sekitar 18 kardinal, kemudian menjadi 25 kardinal, dan selanjutnya menjadi 28 kardinal pada pertengahan abad XI.
Kolegium Kardinal
Pada 13 April 1059, Paus Nicolas II (1058-1061) mempromulgasikan Bulla In Nomine Domini tentang hak eksklusif para kardinal untuk memilih Paus dalam konklaf ketika takhta lowong (sede vacante). Penggantinya, Paus Alexander II (1061-1073), mempertegas hak ini, sehingga abad XI menjadi tonggak terbentuknya Kolegium Kardinal atau Dewan Kardinal yang beranggotakan para kardinal Gereja Roma.
Pada abad XII Kolegium Kardinal makin berperan penting dalam reksa pastoral Gereja secara universal. Bahkan, pada 1163, Paus Alexander III (1159-1181) mengangkat Uskup Agung Mainz, Jerman, Mgr Konrad von Wittelsbach (1120-1200), sebagai kardinal dari luar Keuskupan Roma. Pengembangan peran dan pengangkatan kardinal ini dilakukan Paus Alexander III dengan mempromulgasikan dekrit Licet de Vitanda dalam Konsili Lateran III (1179). Pada masa Paus Honorius III (1216-1227), para abas beberapa biara penting juga diangkat menjadi kardinal.
Setelah itu, antara abad XIV-XVI, jabatan kardinal menjadi peran politis dan berbau nepotisme. Banyak keluarga bangsawan Roma kerabat dekat Paus diangkat menjadi kardinal. Orang-orang kepercayaan para raja di Eropa juga diberi gelar politis ini. Peranan Kolegium Kardinal dengan Paus sebagai pemimpin Gereja Roma Tertinggi menjadi sangat lemah. Pada masa pembuangan Avignon (1309-1378), yakni ketika Paus berkedudukan di Avignon, Perancis, dan tidak di Roma, hingga muncul Skisma Barat (1378-1417), dalam Gereja muncul dua Kolegium Kardinal dengan klaim kebenaran sendiri-sendiri. Mereka mengangkat Paus dan mempunyai kuria sendiri. Puncaknya terjadi pada 1409 ketika dalam Gereja Roma muncul tiga Paus sekaligus, yakni Gregorius XII dari Roma, Benediktus XIII dari Avignon, dan Alexander V sebagai Paus hasil Konsili Pisa. Kemelut ini berakhir pada November 1417 ketika Paus Martin V (1417-1431) terpilih dalam Konsili Konstan. Namun, praktik nepotisme pengangkatan kardinal masih terus berlangsung hingga abad XVI.
Reformasi Kolegium Kardinal secara efektif dilakukan oleh Paus Sixtus V (1585-1590). Pada 1586, ia menetapkan jumlah kardinal dalam Kolegium sebanyak 70 kardinal dengan mencontoh 70 tua-tua Israel (Bil 11:16). Paus ini juga mulai mendirikan kongregasi-kongregasi dalam Kuria Roma yang dipimpin oleh seorang kardinal. Dengan demikian, mereka terinstitusionalisasi untuk membantu Paus dalam melaksanakan reksa kegembalaan Gereja secara universal.
Tingkatan Kardinal
Kolegium Kardinal saat ini dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni: episkopal (uskup), presbiteral (imam), dan diakonal (diakon). Tingkatan ini berlaku sejak 1586, pada masa Paus Sixtus V, meskipun jumlahnya selalu berubah dari masa ke masa. Tingkat episkopal atau Kardinal-Uskup merupakan kardinal yang diangkat menjadi uskup tituler salah satu keuskupan di sekitar Roma atau gelar Gereja suburbikaris dan Batrik Gereja Timur. Gereja suburbikaris berjumlah enam, yakni: Albano, Porto-Santa Rufina, Sabina-Poggio Miterto, Velletri-Segni, Frascati, dan Palestrina. Sedangkan Batrik Gereja Timur diberi gelar kardinal tanpa harus mendapat gelar tituler Gereja suburbikaris, karena martabat dan jabatan mereka sudah ada sejak zaman para rasul dan senioritas ini sangat dihormati. Takhta patriarkal mereka dipakai menjadi gelar kardinalnya. Saat ini, ada 10 Kardinal-Uskup, termasuk empat Patriakh Gereja Timur: Kardinal Nasrallah Pierre Sfeir (91), Patriakh Emeritus Antiokhia dari ritus Maronit; Kardinal Ignace Moussa I (Basile) Daoud (81), Patriakh Emeritus Antiokhia dari ritus Siria; Emmanuel III (Emmanuel-Karim) Delly (84), Patriakh Babilonia dari ritus Khaldea; dan Kardinal Antonios Naguib (76), Patriakh Aleksandria dari ritus Koptik.
Tingkat presbiteral atau Kardinal-Imam merupakan kardinal yang diangkat dengan gelar tituler salah satu gereja paroki di Roma. Biasanya mereka adalah Uskup atau Uskup Agung Gereja Katolik Roma yang tersebar di seluruh dunia atau ketua salah satu kongregasi di Kuria Roma. Saat ini, ada 158 Kardinal-Imam. Sedangkan jumlah Gereja yang ada di Roma sekitar 300. Kardinal paling senior dalam tingkatan ini disebut Kardinal Protoimam, yakni kardinal yang paling lama dalam tingkatan presbiteral. Kardinal Protoimam sekarang adalah Kardinal Eugênio de Araújo Sales (91), Uskup Agung Emeritus São Sebastião do Rio de Janeiro, Brazil, yang mendapat gelar Kardinal-Imam St Gregorius VII sejak 28 April 1969.
Tingkat ketiga adalah Kardinal-Diakon. Kardinal di tingkat diakonal saat ini berjumlah 45. Mereka yang diangkat biasanya masih aktif memegang jabatan dalam Kuria Roma. Kardinal-Diakon yang paling senior disebut Kardinal Protodiakon, punya hak istimewa untuk mengumumkan nama Paus baru dari Balkon Basilika St Petrus dan mengenakan Pallium kepada Paus terpilih. Demikian pula dia berhak atas nama Paus mengenakan Pallium kepada para Uskup Metropolit atau menyerahkannya kepada wakilnya. Saat ini, jabatan Kardinal Protodiakon diampu oleh Kardinal Jean-Louis Pierre Tauran (64), Ketua Dewan Kepausan untuk Dialog antar Agama, yang bergelar Kardinal-Diakon St Apollinare alle Terme Neroniane-Alessandrine sejak 21 Oktober 2003.
Melalui Konsistori, dengan mengindahkan urutan tahbisan dan pengangkatan, dan mendapat persetujuan Bapa Suci, para kardinal dari tingkat presbiteral maupun diakonal dapat dipindah ke gelar lainnya sesuai tingkatannya masing-masing. Bahkan, kanon 350 §5 Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1983 menerangkan bahwa Kardinal-Diakon yang sudah sepuluh tahun pada tingkat diakonal dapat berpindah ke tingkat presbiteral.
Kolegium Kardinal dikepalai oleh seorang Dekan yang mendapat gelar Keuskupan Ostia bersama gelar Gereja lain yang sudah dimilikinya. Posisi Dekan saat ini dijabat oleh Kardinal Angelo Sodano (84), dengan gelar Kardinal-Uskup Ostia dan Albano. Dekan ini mempunyai wakil yang disebut Subdekan. Baik Dekan maupun Subdekan tidak mempunyai kuasa kepemimpinan apa pun atas para kardinal, melainkan menjadi yang pertama di antara rekan-rekan yang sederajat (primus inter pares).
Pengangkatan Kardinal
Sesuai KHK 1983 kanon 351 §1, yang diangkat menjadi kardinal adalah para pria yang dipilih bebas oleh Paus, sekurang-kurangnya sudah ditahbiskan imam, unggul dalam ajaran, moral, kesalehan, dan juga kearifan bertindak. Mereka yang belum menjadi uskup harus menerima tahbisan uskup. Aturan ini dipromulgasikan oleh Paus Yohanes XXIII pada 1962.
Pada umumnya imam yang diangkat menjadi kardinal sudah berusia sekitar 80 tahun. Dengan demikian, gelar ini dianggap hanya sebagai penghormatan atas jasanya yang besar bagi Gereja, sehingga dimungkinkan bahwa mereka mendapatkan dispensasi untuk tidak ditahbiskan menjadi uskup, seperti Kardinal Karl Josef Becker SJ yang diangkat menjadi kardinal pada Konsistori Februari 2012.
Dalam sejarah Gereja sampai awal abad XX, tercatat kardinal-kardinal yang bukan
uskup, bukan imam, melainkan diakon atau bahkan awam. Meskipun tidak menerima tahbisan, mereka tetap mengenakan pakaian selayaknya kardinal. Mereka dimasukkan dalam jajaran Kardinal-Diakon, tetapi disebut dengan nama Kardinal Awam, bahkan diizinkan untuk menikah. Sejak 1917, Paus Benediktus XV merevisi aturan ini dan menyatakan bahwa yang bisa diangkat kardinal adalah imam atau uskup. Kardinal Awam terakhir adalah Kardinal Teodolfo Mertel.
Paus bebas memilih kardinal melalui tiga tahap. Pertama, nama mereka diumumkan dan disetujui dalam pertemuan tertutup antara Paus dengan anggota Kolegium Kardinal. Sejak pengumuman tersebut, mereka sudah terikat kewajiban serta hak sebagai kardinal. Kedua, keputusan tersebut disampaikan kepada para calon kardinal terpilih. Ketiga, mereka menerima biretta dan cincin kardinal dalam upacara pelantikan publik. Setelah itu, mereka secara resmi menjadi anggota Kolegium Kardinal. Pengangkatannya ditandai dengan suatu dekrit yang diumumkan di hadapan Kolegium Kardinal.
Kardinal-Rahasia
Dalam kesempatan tertentu dan alasan-alasan khusus, hak istimewa Paus untuk mengangkat kardinal dapat dilakukan tanpa harus mengumumkan nama para calon. Nama mereka tidak langsung diumumkan. Kardinal ini sering disebut sebagai Kardinal Rahasia atau namanya masih disimpan dalam hati (in pectore) oleh Paus. Kardinal Rahasia ini tidak terkena kewajiban dan hak sebagai kardinal. Tetapi, ketika kemudian namanya
diumumkan, secara otomatis mereka terikat kewajiban dan hak sebagai kardinal. Namun, hak presedensi mereka sudah terhitung sejak diangkat dalam hati oleh Paus. Mengenai pengumumannya, Paus berhak menentukan kapan saja. Tetapi, jika Paus mangkat, pengangkatan kardinal dalam hati itu tidak berlaku lagi.
Contoh pengangkatan Kardinal Rahasia ini terjadi pada masa Yohanes Paulus II. Dari 232 kardinal yang diangkatnya, ada empat Kardinal Rahasia yang tiga di antaranya sempat diumumkannya. Uskup Shanghai, Cina, Kardinal Ignatius Kung Pin Mei (1901-2000), diangkat Kardinal Rahasia pada 30 Juni 1979 dan diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Sisto pada 28 Juni 1991. Uskup Agung Lviv, Ukraina, Kardinal Marian Jaworski (1926-2008), di angkat Kardinal Rahasia pada 21 Februari 1998 dan
diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Sisto pada 21 Februari 2001. Uskup Agung Emeritus Riga, Latvia, Kardinal Jânis Pujâts (81), diangkat Kardinal Rahasia pada 21 Februari 1998 dan diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Silvia pada 21 Februari 2001.
Sedangkan yang dianggap sebagai Kardinal Rahasia keempat adalah Uskup Agung Kraków, Polandia, Kardinal Stanislaw Dziwisz (72). Meski tidak ada bukti tertulis, ia adalah sahabat Paus Yohanes Paulus II. Banyak orang berspekulasi, ia adalah Kardinal Rahasia yang na manya belum sempat diumumkan sampai Paus kelahiran Wadowice Polandia itu wafat. Kardinal Stanislaw kemudian diangkat Paus Benediktus XVI dalam Konsistori 22 Februari 2006 dengan gelar Kardinal Imam S. Maria del Popolo.
No comments:
Post a Comment